Mohon tunggu...
Chuang Bali
Chuang Bali Mohon Tunggu... Wiraswasta - Orang Biasa yang Bercita-cita Luar Biasa

Anggota klub JoJoBa (Jomblo-Jomblo Bahagia :D ) Pemilik toko daring serba ada Toko Ugahari di Tokopedia.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Ruang untuk Menyimpan Sunyi

7 Mei 2022   19:56 Diperbarui: 7 Mei 2022   20:03 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya membayangkan meditasi sebagai kegiatan menabung kesunyian. Tiap-tiap sesi meditasi berarti tiap kali kita berupaya menabung tiap butir sunyi ke dalam bejana batin kita, sebutir demi sebutir hingga batin kita dipenuhi dengan keheningan. 

Batin hening bagai telaga hutan yang tenang, airnya tak keruh tak bergejolak, sangat jernih sehingga mampu memantulkan apa pun obyek yang melintas di atasnya sebagaimana adanya yang pada akhirnya kelak, ketika kita terus menabung sunyi, keheningan menjadi semakin jernih bagai kristal dan kita pun memahami ujung dari pertanyaan: kapankah semua urusan ini akan selesai?

Itu seperti kisah yang pernah saya baca, tentang seorang samanera kecil pada suatu malam harus mendengarkan ceramah membosankan dari sang guru. Samanera ini sudah mengantuk, ia kesal dan lelah, tetapi sang guru tak juga berhenti bicara. 

Si bocah terus-terusan mengeluh dalam hati, "Kapankah guru selesai berceramah? Kapankah ceramah ini berakhir? Kapankah ini semua beres?" Batinnya bergejolak, ribut dan sibuk mengulang-ulang keluhan yang sama bagai rekaman rusak nyanyian sumbang. 

Tapi kemudian, pada suatu titik, ia menyadari kesia-siaan dari keluhannya dan mulai mengubah fokus: alih-alih mengarahkan kekesalan kepada sang guru, yang ia anggap biang deritanya karena tak berkesudahan bicara ngalor-ngidul sampai malam larut, ia mulai memperhatikan batinnya yang rewel dan merenungkan kapankah ia berhenti mengeluh? Penyelamannya menjadi semakin dalam, semakin hening batinnya.

Batin keseharian kita batin sibuk dan ribut yang jarang mengalami keheningan, yang bolak-balik memikirkan masa lalu dan masa depan, menyesali yang sudah lewat dan mendamba cemas apa yang masih bahkan baru berupa khayalan sendiri. 

Tertipu dan terprovokasi oleh pikiran liar seperti itu, wajarlah bila derita menjadi berlipat-lipat dan perilaku kita bagai orang gila yang berlari dari satu hempasan emosi ke hempasan lainnya, tak pernah ajeg dalam kedamaian.

Kita semua menginginkan batin yang senantiasa damai, batin kokoh tak tergoyahkan dalam menghadapi empat pasang angin duniawi. Kita semua ingin menjadi makhluk merdeka, sungguh-sungguh bebas dari belenggu putaran mulai dan selesai yang tak berujung ini. Kita bukannya benci pada kehidupan dan lalu melarikan diri mencari suaka khayalan, tetapi kita memahami ada bahaya-bahaya dan kerugian dari kekisruhan ini. Dan kita tahu, ada jalan keluar.

Tanpa mulai melangkah menuju jalan keluar, tidak ada sesuatu yang benar-benar selesai: setelah kehidupan ini kita lahir ulang kembali di salah satu dari 26 alam untuk memulai putaran yang baru, dan dari sana kita selesai lalu mulai lagi, selesai lagi, mulai lagi...,begitu terus seperti komedi putar yang tidak berhenti bergerak sekaligus tak menuju ke mana pun.

Demi kewarasan, demi mulai mencari penyelesaian akhir dari segala urusan, sudah seharusnya kita mulai menabung sebutir demi sebutir keheningan ke dalam ruang penyimpan sunyi. Sedikit demi sedikit, setahap melangkah setahap, batin mulai terisi dengan keheningan dan terbiasa untuk hening. 

Dan tatkala keheningan mulai mengisi batin dengan tetap, kita menjadi semakin mudah berdamai dengan keadaan apa pun, maka kebahagiaan menjadi semakin mudah dan sering dialami. Dan dalam kebahagiaan semacam ini, yang lahir dari keheningan, ada suatu rasa keterbebasan yang menuntun kita untuk menuju ke sumbernya, suatu rasa keterbebasan sejati yang menyelesaikan semua urusan tanpa urusan lagi.

Tidak ada yang mudah, terutama jika belum biasa, tapi tak ada kebajikan yang sia-sia.

Chuang 070520

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun