Mohon tunggu...
Chuang Bali
Chuang Bali Mohon Tunggu... -

Tinggal dan tumbuh besar di Denpasar Bali Hobi membaca, menulis, berinternet, mendengarkan musik dan menonton film Memunyai pekerjaan sambilan sebagai penerjemah buku-buku Buddhisme, terutama terbitan Ehipassiko Foundation seperti Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya (dulunya: Membuka Pintu Hati) karya Ajahn Brahm, Lingkaran Keindahan (PT Elex Media Komputindo) karya Master Cheng Yen dan lain-lain. Karya Tulis: Trio RaTaNa (Karaniya), Senyum, dong! Dunia Belum Kiamat lho, Berbuat Baik Itu Mudah (Ehipassiko Foundation)

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Dua Sisi

23 Agustus 2011   08:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:32 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang pria datang ke toko saya untuk membeli senar gitar. Satu bungkus senar gitar paling murah berkualitas rendah harganya hanya Rp 1.500, dan pria ini cuma membeli satu bungkus saja, dan itu pun dengan memakai uang nominal yang tidak pas bandrol sehingga saya mesti sedikit bersusah payah mencari uang kecil pengembaliannya. Ditambah dengan suasana hati yang sedari pagi agak murung, tak terhindarkan munculnya celutukan dalam hati, “Sialan, belanja cuma segini, uangnya gak pas lagi!” Untungnya, perasaan negatif itu bisa segera saya sadari sehingga ketika akhirnya saya menemukan uang kecil pengembaliannya, saya bisa menyerahkan kepada pria itu dengan ramah dan santun, tidak lagi tersisa tanda-tanda kejengkelan yang sempat melintas.

Kejadian tersebut menyadarkan saya bahwa, kita sering lupa atau pura-pura lupa dalam keseharian hidup kita seharusnya tidak hanya memandang dari sisi kita sendiri. Bagi saya, uang sejumlah Rp 1.500 bisa jadi tidak cukup bernilai, tetapi bagaimana dengan pria itu? Besar kemungkinan baginya uang sejumlah itu cukup berharga sehingga dia hanya mampu membeli sebungkus senar gitar, bukan satu set seperti harapan saya (maklum: pedagang).

Bagi kebanyakan kita, pernahkah terpikir betapa uang sejumlah 300 rupiah sangat berarti bagi seorang petani garam, jumlah yang hanya cukup untuk membayar pengiriman 2 kali SMS, nominal yang bahkan tidak cukup untuk membayar ongkos parkir sepeda motor kita? Untuk seorang petani garam, Rp 300 adalah nilai dari 1 kg garam yang dihasilkannya setelah bekerja keras banting tulang di bawah sorotan terik sinar mentari, dan itu dalam arti yang sebenarnya!

Saat melihat iklan jasa mengatasi kebotakan atau masalah rambut lainnya, saya kadang merasa heran: kok urusan beginian saja perlu diseriusi, sih! Saya lupa, dari sisi saya yangtak pernah mengalami apa itu rambut rontok, apa itu kebotakan, kerisauan sebagian orang akan rambutnya yang menipis atau botak tampak sebagai sesuatu yang sepele benar.

Ketika keponakan datang menyela kesibukan saya untuk meminta sesuatu atau lainnya, meskipun terkadang merasa jengkel, saya menuruti permintaannya (kadang-kadang sih tidak, hehe..). Bagi saya,itu sesuatu yang sungguh remeh karena seringnya mereka hanya minta dibikinkan gambar favoritnya (minta pesawat terbang, minta bebek, minta ikan hiu), atau mengajak bermain kartu (main cangkul, main empat satu, main kwartet), atau bahkan hanya minta didengarkan ceritanya (aku tadi di sekolah diganggu teman, aku punya mainan baru, aku baru dibeliin sandal baru, Shu-shu/sanfu—panggilan untuk saya—mau gak nginap dirumahku besok?). Tapi bagi mereka, itu sangat penting dan berharga.

Dalam keseharian hidup, untuk mampu lebih mengerti dan berempati, saya mesti sering-sering melihat kehidupan dari sisi yang lainnya, tidak melulu hanya memandang hidup melalui sisi saya. Dan semoga saya selalu ingat pelajaran itu.

020909

(Sumber: Bajik+Bijak=Bahagia, Yayasan Ehipassiko, www.ehipassiko.net)

http://ceritachuang.blospot.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun