Mohon tunggu...
Christie Stephanie Kalangie
Christie Stephanie Kalangie Mohon Tunggu... Akuntan - Through write, I speak.

Berdarah Manado-Ambon, Lahir di Kota Makassar, Merantau ke Pulau Jawa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sikap Harus Dewasa tapi Kebahagiaan seperti Anak Kecil

20 November 2019   15:35 Diperbarui: 20 November 2019   17:05 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: humormeetscomics.com

Berkepribadian ceria, manja dan suka tertawa untuk sesuatu yang sederhana, membuat salah seorang teman saya berkata demikian "Kamu itu bercanda dan tertawa terus, seperti anak kecil. Gak dewasa deh..."

Apakah kedewasaan seseorang diukur dari humor yang ia miliki? Apakah kedewasaan seseorang diukur dari seberapa sering ia tertawa?

Ah, entahlah. Namun sepertinya setiap orang memiliki cara pandang yang berbeda-beda mengenai bagaimana cara ia mengukur kedewasaan.

Mengutip dari Wikipedia dalam bidang ilmu psikologi, pengertian dewasa secara umum adalah, periode perkembangan yang bermula pada akhir usia belasan tahun atau awal usia dua puluhan tahun dan yang berakhir pada usia tiga puluhan tahun. Ini adalah masa pembentukan kemandirian pribadi, ekonomi, masa perkembangan karier, dan bagi banyak orang, masa pemilihan pasangan, belajar hidup dengan seseorang secara akrab, mulai membangun rumah tangga dan mengasuh anak-anak.

Namun kali ini, izinkan saya mengemukakan sedikit pendapat saya bagaimana cara saya mengukur kedewasaan saya sendiri, atau jika saya harus mengukur kedewasaan orang lain.

Bagaimana jika menurut saya dewasa itu adalah tentang kejujuran? Karena semakin kita bertumbuh dewasa, semakin kita mempunyai tanggung jawab yang besar untuk jujur dalam memahami dan mengerti, jujur dalam meminta, dan jujur serta fasih dalam mengungkapkan tentang siapa diri kita dan apa yang kita inginkan.

Mencari tahu kedewasaan diri juga caranya cukup mudah. Jika kita menghadapi masalah dengan pemikiran yang matang, tanpa emosi berlebihan dan bisa memilah mana yang seharusnya kita jadikan pijakan dalam memutuskan suatu hal, bisa jadi kita sudah dewasa.

Standar di mana kita dikatakan sebagai orang dewasa bukan pada usia, bukan pula pada bentuk fisik, akan tetapi kemampuan pemikiran kita. Walaupun rambut sudah beruban, jenggot sudah tumbuh, kumis mulai muncul, tapi jika kita menangis karena tidak mendapatkan ice cream, tentu kita belum bisa dikatakan sebagai orang yang dewasa.

Memang tampaknya begitu mudah mengecap diri sebagai seorang yang dewasa, namun tidak demikian adanya.

Kedewasaan itu tidak bisa dipaksakan, karena semakin bertumbuh secara usia dan fisik, semakin besar pula pertumbuhan akan tanggung jawab yang harus dilaksanakan. Semua orang bisa dewasa secara usia dan fisik, tetapi tidak semua orang matang akan kedewasaan pemikiran juga tindakan.

Menurut saya, dewasa itu bukan berarti tidak menangis lagi, tidak boleh bermanja-manja lagi, tidak boleh mengatakan apa yang tidak kita inginkan, dan tidak boleh bersedih saat keinginan atau harapan kita tidak terwujud.

Dewasa itu bukan berarti kita tidak boleh minta pelukan dari orang tersayang. Bukankah tujuan pelukan untuk meminta dukungan morel sehingga membuat batin kita menjadi lebih kuat?

Dewasa bagi saya adalah, ketika kita menangis untuk berkata jujur dan asertif mengenai apa yang kita rasakan. Ketika kita marah, kecewa dan sedih, tapi tidak meluapkannya dengan menyakiti diri sendiri maupun menyakiti orang lain.

Dewasa bagi saya adalah, ketika kita bisa tahu sendiri kapan waktu untuk bekerja, kapan waktu untuk belajar, kapan waktu untuk bermain. Dewasa adalah ketika individu mampu membagi waktu dengan baik.

Dewasa bagi saya adalah, ketika kita bisa menakar dan menyeimbangkan sendiri waktu untuk bermain, waktu untuk memikirkan masa depan, dan mempersiapkan tindakan untuk mewujudkannya.

Dewasa itu ketika kita masih melakukan hal-hal yang biasa dilakukan oleh anak kecil tapi dengan cara yang lebih bijak, terarah dan tentunya jelas.

Milikilah sikap yang dewasa dengan masih membawa kebahagiaan layaknya anak kecil.

Jadi, apakah orang dewasa tidak boleh banyak tertawa dan bercanda seperti anak kecil? Ah, sepertinya tidak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun