Bukan itu saja, triliunan subsidi yang digelontorkan pemerintah menjadi sia-sia karena dinikmati oleh orang-orang yang tidak tepat.
Selain itu melihat dari situasi pandemi yang belum sepenuhnya pulih ditambah konflik Rusia-Ukraina yang semakin tajam yang menyebabkan berbagai krisis yang memicu peningkatan harga-harga barang termasuk minyak (BBM).
Melonjaknya harga minyak dunia bisa saja menjadi gila-gilaan dan ini tentunya akan menyebabkan jebolnya anggaran subsidi energi yang ditetapkan pemerintah tahun ini yang sebesar Rp 520 trilyun.
Kebijakan harga BBM dihitung berdasarkan beberapa komponen biaya, mulai dari biaya perolehan/penyediaan, margin badan usaha, margin SPBU, pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB), dan PPN 10%. Di mana biaya penyediaan diperoleh dari harga bahan baku berdasarkan indeks pasar ditambah dengan biaya pengolahan, transportasi, penyimpanan, dan distribusi.
Sebenarnya kebijakan subsidi BBM ini seperti buah simalakama, terutama disebabkan oleh fluaktuasi harga minyak dunia yang tak terprediksi, yang sangat dipengaruhi oleh banyak faktor dan salah satunya adalah situasi geopolitik seperti yang saat ini terjadi di Rusia-Ukraina.
Mengingat semua hal tersebut di atas, sudah sepantasnyalah jika pemerintah mengatur secara ketat ketepatan penggunaan dana subsidi BBM. Karena subsidi BBM ini dihapus salah, tak dihapus juga salah.
Sebenarnya sepengetahuan kita, awalnya BBM subsidi adalah jenis Premium dan Solar, sementara untuk Pertalite dan Pertamax serta Solar Dexlite nonsubsidi, namun kini Pertalite juga merupakan BBM yang disubsidi.
Jika kita cermati, bahwa penyalahgunaan penggunaan BBM subsidi ini terjadi dengan beberapa modus dan ini sebenarnya harus menjadi perhatian agar penanganannya dapat dilaksanakan secara komprehensif:
1. Penimbunan BBM skala kecil
Penimbunan BBM ini adalah masyarakat kecil yang membeli BBM skala kecil (ukuran liter) untuk dijual secara eceran, cara perolehan BBM selain melalui cara akal-akalan para penjual, juga tentu ada yang bermain dengan petugas SPBU, atau bermain dengan sopir mobil tangki pertamina yang istilahnya kencing di jalan.
Penimbunan BBM oleh masyarakat kecil ini jumlahnya banyak maka tentu saja kebutuhannya juga banyak dan ini tentu bisa menyebabkan kelangkaan di SPBU.
Jenis ini meskipun salah karena dapat menyebabkan kelangkaan akan tetapi juga masih dibutuhkan oleh masyarakat kecil, karena konsumen penjual bensin eceran ini hampir seratus persen adalah masyarakat kecil yang layak mendapatkan subsidi BBM dan sedang kesusahan karena kehabisan bensin di perjalanan (Kalau orang kaya/mampu tak mungkinlah mampir mengisi bensin di penjual eceran untuk kendaraan mewah mereka).