Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Meski Bukan Lagi Ibu Kota Negara, Jakarta Tetap Wajah Indonesia

23 Juni 2022   23:41 Diperbarui: 25 Juni 2022   02:51 1494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Mural ondel-ondel dan Monas. (Foto: KOMPAS/AGUS SUSANTO) 

Baru saja Kota Jakarta memperingati Ulang Tahunnya yang ke 495, sebuah usia yang sudah cukup tua bagi sebuah kota di Indonesia.

Meski mungkin belum setua Kota Palembang yang tercatat sebagai kota paling tua di Indonesia, yang baru saja memperingati ulang tahun yang ke 1339 pada 17 Juni lalu. Atau juga belum setua kota Kediri (1218) dan Kota Surabaya (729).

Perjalanan panjang Kota Jakarta berawal dari peristiwa yang berdasarkan pada waktu Fatahillah atau yang juga dikenal sebagai Faletehan menaklukkan Sunda Kelapa dari tangan Portugis.

Dalam catatan sejarah terjadi pada 22 Juni 1527, di mana setelah penaklukan itu nama Sunda Kelapa diganti oleh Fatahillah menjadi Jayakarta.

Sejak dahulu Sunda Kelapa yang diganti nama menjadi Jayakarta telah menjadi daerah yang ramai dan menjadi tempat tujuan dan berkumpulnya para pedagang dari Cina, India, Arab, Eropa, dan nusantara. 

Sebagai tempat perdagangan komoditas dari wilayah nusantara, Jayakarta berkembang dengan sangat pesat dan tentu saja menjadi incaran untuk dikuasai oleh penjajah.

Pada 1619, Jayakarta dihancurkan oleh VOC Belanda di bawah pimpinan Jan Pieterszoon Coen. Pemerintah kolonial ini kemudian melakukan pengembangan kota yang sudah mulai padat dengan membangun kota baru di bagian barat sungai Ciliwung.

Kota baru tersebut oleh pemerintah kolonial dinamakan Batavia yang kelak menjadi nama pengganti Jayakarta selama lebih dari tiga abad sejak 1619-1942. Kawasan Batavia pada waktu dibangun dengan dikelilingi tembok sebagai benteng dan parit sebagai perlindungan dan menjadi tempat bermukim bangsa Eropa. Sementara itu di luar tembok dan gerbang Batavia, dihuni oleh orang-orang Cina, Jawa, India, Arab dan Pribumi lainnya.

Pada masa penjajahan Jepang, nama Batavia kemudian diganti oleh penguasa Jepang menjadi Djakarta Tokubetsu Shi atau Djakarta pada 8 Desember 1942. Hal ini sebagai upaya yang bertujuan untuk menghilangkan pengaruh Belanda di kawasan tersebut. 

Setelah Jepang menyerah kalah pada sekutu dan Indonesia pun memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, nama Jakarta tetap dipakai namun kata Tokubetsu Shi tentu saja dihilangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun