Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ganti Presiden Bukan Hal Tabu di Indonesia

16 Desember 2018   15:31 Diperbarui: 16 Desember 2018   15:37 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perjalanan sejarah kepemimpinan di republik tercinta ini selalu saja diwarnai oleh dinamika persaingan politik bahkan cenderung menjadi permusuhan politik yang tajam. Jika akhir akhir ini kalimat "ganti presiden" seakan menjadi sesuatu yang menaikkan tensi politik, memanaskan suhu perpolitikan hingga keakar rumput, merebak nuansa permusuhan politik antara kelompok yang pro dan kontra, padahal sesungguhnya proses suksesi kepemimpinan adalah proses politik yang bernuansa persaingan untuk menghasilkan pemimpin dan kebijakan yang terbaik bagi negeri ini.

Dalam sejarah pemerintahan di Indonesia, hampir semua presiden yang memimpin "diganti" di tengah jalan dengan cara yang di "konstitusionalkan" padahal sesungguhnya prosesnya tidak konstitusional tapi cenderung menjadi semacam kudeta tak berdarah, kudeta politis yang diaminkan secara aklamasi oleh politisi-politisi yang mengaku mendukung perubahan ataupun reformasi.

Presiden RI pertama Ir. Soekarno dipilih secara "aklamasi" oleh rakyat Indonesia dan diyakini akan membawa negeri ini dalam kemakmuran dan kesejahteraan dalam bingkai kesatuan dan persatuan serta berdaulat dan bermartabat, dalam perjalanannya cita-cita itu awalnya dirasakan membawa harapan untuk "tercapai", namun pergerakan politik membawa bangsa ini ke dalam konflik politik yang dalam, kedudukan Soekarno sebagai presiden mulai goyah oleh intrik politik yang berkembang saat itu.

Soekarno menyadarinya dan berusaha untuk mempertahankannya dengan mencoba merangkul semua kutub kutub politik saat itu yakni kelompok Nasionalis, Agama dan Komunis melalui kebijakan yang beliau sebut sebagai Nasakom.

Namun sayangnya upaya ini akhirnya gagal menahan gerakan untuk mengganti presiden dan haluan kebijakan negara, supersemar menjadi jalan masuk bagi penggantian presiden secara "konstitusional" yang membawa Jendral. Soeharto menjadi Presiden. Sekalipun proses ini diwarnai oleh pertumpahan darah, namun ini terjadi bukan karena adanya upaya perlawanan secara fisik oleh Soekarno untuk mempertahankan kekuasaannya.

Soeharto sebagai presiden kedua Republik Indonesia memimpin dengan menata total negara ini, memberangus anasir anasir PKI yang saat itu menjadi sebuah gerakan yang mengancam kedaulatan  NKRI, beliau menata perpolitikan nasional secara perlahan mulai dari multi partai, hingga menjagi hanya 3 partai saja yakni PPP, PDI dan Golkar dengan harapan dapat meredam potensi potensi konflik politik dengan memegang kontrol penuh terhadap partai politik, bahkan untuk semua organisasi baik politik maupun organisasi massa dengan menerapkan azas tunggal Pancasila.

30 tahun pemerintahan Soeharto berjalan berhasil membawa negara ini maju dalam hal pembangunan, meski masih ada kesenjangan antara timur dan barat antara jawa dan luar jawa namun secara keseluruhan Soeharto berhasil sebagai bapak pembangunan, namun gagal dalam pembinaan demokrasi dan politik nasional. 

Desakan ganti presiden dengan menuntut Soeharto untuk mundur akhirnya tidak bisa dihindari, demonstrasi massa besar-besaran dengan gerakan mahasiswa sebagai motor penggerak pada akhirnya menjadikan Soeharto rela lengser keprabon, yang memang sudah menjadi niatan awal beliau, tidak ada satupun niatan beliau untuk mempertahankan kekuasaannya meski secara politik beliau masih cukup kuat dan masih memiliki kendali yang besar ke dalam militer saat itu. Soeharto memilih mundur dengan penuh kesadaran demi mencegah semakin luasnya perselisihan politik dan chaos pada sat itu.

Pasca jatuhnya Soeharto, maka Habibie sebagai wapres pada saat itu diangkat sebagai Presiden RI ke 3, Habibie memikul tanggungjawab yang besar untuk memulihkan situasi dan kondisi negara yang "runyam" pada saat itu, baik secara ekonomi, politik maupun sosial kemasyarakatan boleh dikata Habibie start dari nol kala itu,

Namun perlahan dalam setahun kondisi ekonomi mulai sedikit membaik Dollar yang awal naiknya Habibie ada di kisaran Rp. 16.000 / US$ berhasil pulih hingga menyentuh level Rp. 5.000/ US$, beliau juga menyiapkan diadakannya pemilu padahal jika mau beliau bisa saja mengundur-undur waktu agar Pemilu tidak terlaksana sampai berakhirnya masa jabatan beliau di tahun 2002. 

Hanya 1 tahun beliau memimpin dan "dijegal" secara politik oleh lawan lawan politik beliau dengan cara paling tidak ksatria yakni menolak pertanggungjawaban Habibie sebagai presiden dalam SU waktu itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun