Mohon tunggu...
Chrisya DA
Chrisya DA Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar sok tahu, tapi keseringan bener sih

Coffee addicted

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gadis Usia 15 Tahun Membunuh Balita, Bagaimana Mungkin?

12 Maret 2020   15:12 Diperbarui: 12 Maret 2020   15:14 1664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Vocal (vocal.media)


Indonesia sedang digemparkan dengan pembunuhan pada seorang balita yang dilakukan oleh seorang gadis berusia 15 tahun. Kasus anak di bawah usia legal hukum melakukan tindakan kriminal berat bukan kali ini pertama terjadi. Dunia memiliki catatan kasus kriminal berat (pembunuhan/mencelakai) yang dilakukan oleh anak-anak di bawah usia legal secara hukum. 

Mengenai kasus anak melakukan tindakan kriminal menjadi problema khusus dalam ranah hukum. Hal ini dikarenakan anak masih kebal terhadap jeratan hukum pidana maupun perdata. Di luar dari konteks usia pelaku, apabila diindikasikan memiliki gangguan jiwa, seorang pelaku tindakan kriminal juga tidak dapat dijerat secara hukum. 

Dalam penyelidikan kepolisian, gadis pelaku pembunuhan ini melakukan pembunuhan dengan sengaja, pembunuhan terencana. Sedangkan, hukum bagi pembunuhan terencana memiliki sanksi yang berat, bisa hukuman kurungan seumur hidup, hingga eksekusi mati. Namun, mengingat usia gadis tersebut masih 15 tahun maka hukum akan sulit bertindak dalam penjeratan. Dalam keterangannya, pelaku tidak menyampaikan rasa bersalah atas tindakan penghilangan nyawa yang dilakukannya, justru ia merasa puas dengan apa yang dilakukannya. Terdapat barang bukti berupa gambar skema pembunuhan yang dibuat oleh si pelaku pembunuhan ini. 

Kejadian yang mengerikan ini membuat publik bertanya-tanya "bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi?". 

Untuk saat ini usia 15 tahun masih menjadi perdebatan apakah sudah bisa dikenai sanksi hukum atau tidak. Dewasa ini usia 15 tahun seharusnya sudah dapat diberikan sanksi hukum. Mengingat bahwa logika berpikir sejak usia SMP saja sudah terbentuk dengan baik (terkecuali dalam kasus anak berkebutuhan khusus: down syndrome, dan sebagainya). Apalagi di usia 15 tahun, anak seharusnya sudah mengerti dengan apa yang dilakukannya, sudah melakukan sesuatu secara sadar. 

Lantas, apakah mungkin hal ini karena faktor yang terjadi di lingkungan keluarga?

Sangat mungkin bagi keluarga untuk menjadi faktor terbesar dalam perilaku anak, mengingat bahwa keluarga merupakan kelompok pertama dalam pembelajaran anak. Apa yang terjadi pada anak faktor besarnya merupakan bentukan dari orang tua. Anak akan menjadi sesuatu sesuai dengan apa yang dibentuk oleh orang tuanya. Anak dapat menjadi seorang yang berperilaku kasar, tidak berempati, lembut, semuanya bergantung pada apa yang ia pelajari di lingkungan keluarganya. 

Tidak dapat dipungkiri bahwa pada masa ini interaksi antara orang tua dan anak kebanyakan sudah sangat renggang. Orang tua lebih banyak mengurusi pekerjaan dan urusan pribadinya ketimbang membimbing tumbuh kembang anak. Hal ini dapat menyebabkan anak lebih introvert kepada orang tuanya, dan lebih ekstrovert kepada temannya di luar. Di sini peran keluarga sudah menjadi tidak berarti bagi si anak, karena apa yang lebih dianutnya adalah lingkungan luar. 

Bilapun sanksi hukum tidak dapat menjerat gadis berusia 15 tahun ini, namun sanksi sosial pasti akan tetap berjalan. Anak ini mungkin saja akan kebal-kebal saja terhadap sanksi sosial tersebut mengingat adanya indikasi bahwa anak ini memiliki gangguan jiwa, psikopat. Namun, keluarganya tentu tetap akan terkena dampak langsung, entah itu dikucilkan dari masyarakat, atau bahkan diusir dari  lingkungan. Balik lagi, melihat anak tersebut yang menyatakan bahwa ia secara suka rela menyerahkan diri ke polisi, tidak menyesal dengan kejahatannya, dan merasa puas. Sehingga sanksi sosial bukanlah apa-apa baginya. Bahkan mungkin ia merasa semakin terpuaskan. 

Di luar dari si anak, kelompok yang harus secara serius menangani kasus ini adalah pihak media. Karena pemberitaan seperti ini dapat menjadi acuan bagi anak-anak seusianya untuk dapat melakukan kejahatan yang sama. "wah, dia aja bisa membunuh, berarti aku juga bisa dong. Toh masih kebal hukum juga akunya". Sehingga orang tua yang lain juga harus memberi pengawasan ekstra terhadap arus informasi anak-anaknya. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun