Mohon tunggu...
Kristoporus Ricky Richardo
Kristoporus Ricky Richardo Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Biarawan

Mencoba untuk lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Landasan Dasar Rumusan Pancasila tentang Keadilan Sosial Menurut Pemikiran Soekarno-Hatta

12 April 2021   11:11 Diperbarui: 12 April 2021   11:48 1798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

LANDASAN DASAR RUMUSAN PANCASILA TENTANG KEADILAN SOSIAL MENURUT SOEKARNO-HATTA

 Tesis 

Keadilan sosial telah diyakini oleh para founding father sebagai salah satu cita-cita bangsa Indonesia untuk mencapai kemakmuran. Cita-cita ini direfleksikan dan digali dari bumi Nusantara sendiri yang dirumuskan dalam Pancasila.[1] Keadilan ini menarik untuk kita bahas dari argumen para founding father yang telah mencetus dasar pancasila itu sendiri.   

Argumen 

Ir. Soekarno

Konsep "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" sebenarnya dikembangkan dari gagasan "Ratu Adil" dan "Kesejahteraan Sosial" yang diungkapkan oleh Soekarno dalam pidatonya 1 Juni 1945, yang mengandung makna sociale rechtvaardigheid, rakyat ingin sejahtera, makmur.[2] Dalam suasana penindasan, mitos "Ratu Adil" sering menjadi penggerak utama gerakan-gerakan rakyat dalam melawan penguasa.[3] Dalam ungkapan Soekarno ini, ada tiga makna keadilan sosial yang terkait dengan "Ratu Adil", yaitu: kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi "tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka".[4] Keadilan sosial sebagai suatu kondisi masyarakat yang adil dan makmur tanpa penindasan. Dalam pemikiran Soekarno keadilan identik dengan sosialisme yang ditandai dengan keberadaan masyarakat tanpa adanya kelas-kelas. Marhaenisme dimaknai sebagai konsep "rakyat kebanyakan atau rakyat jelata". Menurut Soekarno, konsep inilah yang harus dipikirkan, dikonsepkan dan dibangun dalam membicarakan tentang "perekonomian rakyat, kesejahteraan rakyat dan sosialisme Indonesia" yang menjadi cita-cita untuk mewujudkan keadilan sosial tersebut.[5]

Dalam mencapai suatu keadilan sosial sesuai dengan apa yang telah dirumuskan, banyak sistem yang tidak berjalan baik. Kondisi yang terjadi ini hendak ditanggulangi dengan sistem kebijakan ekonomi terpimpin. Melalui ekonomi terpimpin yang bercorak etatistik, Soekarno berupaya untuk menata dan membangun perekonomian Indonesia menuju perwujudan keadilan sosial. Namun menurut Soekarno, sistem etatisme ini mendapatkan sebuah permasalahan yang rumit yang diwariskan oleh Belanda dalam masa penjajahan, yaitu: persoalan pertama, egoisme dan mentalitas yang picik dan korup yang mentalitasnya kurang lebih sama dengan orang Belanda, yang ingin cepat kaya dan berkuasa. Persoalan kedua mengenai keterampilan teknis dan manajemen yang belum memadai dari orang Indonesia yang membuat kemerosotan perkembangaan sistem perekonomian yang ada di Indonesia untuk mencapai keadilan sosial.[6]

Mohammad Hatta

Menurut Hatta bahwa negara Indonesia, harus mampu menjamin "kesejahteraan" rakyatnya melalui demokrasi ekonomi. Berangkat dari pemikiran Soekarno mengenai sosialisme, ia berpendapat bahwa cita-cita sosialisme bisa dirumuskan dengan sangat sederhana.[7] Misalnya, bagaimana cara memurahkan ongkos hidup rakyat. Gagasan ini diungkapkan oleh Hatta, tampaknya sejalan dengan konsep negara kesejahteraan (welfare state).[8] Konsep ini rupanya dapat diwujudkan oleh bung Hatta dalam mencapai negara kesejahteraan dalam bentuk perekonomian yang berlandaskan koperasi yang dirumuskan secara umum dalam pasal 33 UUD 45. Sebab, pemimpin-pemimpin Indonesia yang menyusun Undang-Undang Dasar 1945 memiliki cita-cita bahwa keadilan sosial dalam bidang ekonomi dapat mencapai kemakmuran yang merata. Koperasi paham Indonesia memberikan segi ekonomi kepada koperasi sosial lama, yaitu gotong royong.[9] 

Paham koperasi di Indonesia sebenarnya juga menciptakan masyarakat Indonesia yang kolektif, berakar pada istiadat hidup Indonesia yang asali. Koperasi sebagai badan usaha berdasarkan asas kekeluargaan menjalin hubungan harmonis antara kepentingan orang-perorangan dengan kepentingan umum. Koperasi seperti ini yang akhirnya membentuk semangat toleransi untuk menciptakan demokrasi sebagai cita-cita bangsa dan sendi negara dalam sila keempat.[10] Dengan adanya koperasi produksi dan koperasi konsumen. Masyarakat dan koperasi dapat saling menguntungkan. Misalnya dalam pengadaan pupuk yang dikoordinir oleh koperasi langsung ke pabrik dan dibagikan  kepada petani. Maka petani bisa mendapatkan pupuk yang lebih murah. Dengan ini produsen dapat memperoleh upah yang pantas bagi jerih payahnya sedangkan konsumen membayar harga murah. Jadi, keadilan sosial ini dapat dicapai dengan adanya koperasi demi kemakmuran rakyatnya dalam sikap dengan rasa kekeluargaan dan semangat gotong royong.[11]

Kritik dan Relevansi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun