Mohon tunggu...
Christofer Novrisatya Hartawan
Christofer Novrisatya Hartawan Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa FK UI 2019

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Angkatan 2019

Selanjutnya

Tutup

Hukum

RUU Omnibus Law

28 Februari 2020   11:27 Diperbarui: 29 Februari 2020   16:54 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Akhir-akhir ini, RUU Omnibus Law sedang naik daun. RUU ini ramai dibicarakan banyak orang, terutama para ekonom. RUU ini pun ramai digodok media. RUU ini menjadi salah satu RUU yang paling disorot pada awal menjabatnya Presiden Joko Widodo pada periode 2019-2024, terlebih karena kata-kata "omnibus law" juga turut diucapkan pada pidato pelantikan Beliau.

Sebelum masuk lebih dalam, kita harus mengetahui terlebih dahulu apa itu omnibus law. Omnibus berasal dari bahasa Latin omnis yang berarti banyak. Omnibus law dapat diartikan sebagai metode atau konsep pembuatan peraturan perundang-undangan dengan menggabungkan peraturan dengan substansi maupun tingkatan yang berbeda menjadi sebuah peraturan besar yang berfungsi sebagai payung hukum.

Omnibus law dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo sebagai salah satu program super prioritas demi memperlancar sistem regulasi di Indonesia yang dianggapnya berbelit dan panjang.(1)

Ada dua UU besar yang saat ini sedang digarap oleh Pemerintah dan DPR.(1) Dua UU tersebut adalah UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM.(1) Kedua Undang-undang ini akan menyelaraskan 82 UU dan 1.194 pasal.(2)

Omnibus Law umumnya muncul di negara-negara yang menganut sistem hukum common law. Common law biasanya diterapkan di negara-negara liberal seperti Amerika Serikat guna menghindari tumpang tindih regulasi. Sedangkan, Indonesia menganut sistem hukum civil law. 

Omnibus Law ini selain tidak sesuai dengan sistem hukum di Indonesia juga bertentangan dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Lantas, mengapa Pemerintah mau mengesahkan omnibus law yang bahkan tidak sesuai dengan sistem hukum di Indonesia?(1)

Ada dua alasan yang dikemukakan Pemerintah. Yang pertama adalah terlalu banyaknya regulasi di Indonesia. Pemerintah beranggapan bahwa regulasi di Indonesia saat ini sudah terlalu banyak dan tidak jarang tumpang tindih. Regulasi yang terlalu banyak ini justru membuat akses pelayanan publik terhambat. Percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan pun menjadi terhambat dan sulit tercapai.(2)

Alasan yang kedua adalah rendahnya indeks kualitas regulasi di Indonesia. Banyaknya regulasi di Indonesia akhirnya menghasilkan fenomena hyper regulation. Hal ini terbukti dari skala indeks regulasi Bank Dunia, yang berkisar antara -2,5 hingga +2,5. Sejak tahun 1996 hingga 2017, skor Indonesia selalu bernilai negatif atau di bawah nol. Pada tahun 2017, Indonesia berada di peringkat 92 dari 193 negara, dengan skor -,011. Jika revisi undang-undang dilakukan satu per satu, waktu yang diperlukan diperkirakan mencapai lebih dari 50 tahun.(2)

Seperti biasa, publik terbagi menjadi dua. Kubu yang setuju dan kubu yang tidak setuju mulai mengutarakan pendapatnya. Kubu yang setuju terhadap dicanangkannya RUU Omnibus Law terdiri dari para pemilik usaha dan investor. Sedangkan, kubu yang tidak setuju adalah para pekerja dan buruh.(3)

Ada setidaknya lima pendapat dari orang-orang yang setuju terhadap RUU Omnibus Law. Yang pertama adalah menghilangkan tumpang tindih UU di Indonesia. Yang kedua adalah meningkatkan efisiensi proses perubahan dan pencabutan UU. Yang ketiga adalah menghilangkan ego sektoral. Yang keempat adalah menyederhanakan regulasi di Indonesia. Yang kelima adalah memperkuat perekonomian nasional.(4)

Sedangkan, dari kelompok yang tidak setuju, ada paling sedikit enam pendapat. Yang pertama adalah RUU Omnibus Law akan menghilangkan upah minimum. Yang kedua adalah RUU ini melenyapkan pesangon. Yafng ketiga adalah membebaskan buruh kontrak dan outsoursing. Yang kelima adalah mempermudah masuknya TKA. Dan yang terakhir adalah menghilangkan sanksi pidana bagi pemilik usaha.(4)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun