Mohon tunggu...
Christine LumbanTobing
Christine LumbanTobing Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta

Mahasiswi Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Teori Nilai Guna: Mengulas di Balik Kontroversi Vaksinasi Covid-19 di Indonesia

22 April 2021   11:13 Diperbarui: 22 April 2021   11:23 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Memperingati setahun pandemi Covid-19 di Indonesia, hingga saat ini belum ada tanda-tanda bahwa ada perubahan signifikan dari angka pasien positif akan mengalami penurunan. Tidak bisa kita bantah bahwa pandemi ini seakan menjadi sebuah papan domino besar yang terus merambat ke masalah-masalah lain yang terus menjauhkan kita dari kehidupan seperti biasanya. Kata-kata baru yang mendeskripsikan kehidupan saat ini terus bermunculan seperti hidup online, new normal seiring dengan semakin banyaknya isu serta pemberitaan yang beredar di berbagai media informasi dan komunikasi dikarenakan kita hanya berfokus pada gadget sehari-hari, yang berarti kita dekat dengan informasi baru setiap harinya.

Pemberitaan yang salah satunya menjadi hangat akhir-akhir ini sesuai dengan keadaan yang terjadi secara objektif, yaitu vaksinasi sebagai salah satu upaya mengurangi penyebaran Covid-19. Dengan upaya lainnya yang telah dilakukan sebelumnya, seperti PSBB, penerapan jam malam, WFH dan lainnya seakan tidak cukup ampuh untuk melawan pandemi ini, vaksinasi muncul untuk menjawab ketidakpastian akhir dari pandemi ini.

Vaksin yang dibuat oleh rata-rata perusahaan asal China ini seakan merupakan bentuk tanggung jawab seiring dengan pemberitaan bahwa virus Covid ini berasal dari negara tersebut,  tidaklah hanya sekedar bisnis yang dimanfaatkan di tengah situasi saat ini jika dilihat dari maksud awalnya. Sebagai upaya meningkatkan imunitas dari pandemi yang semakin tidak terkendali, vaksinasi seketika menjadi komoditas paling laku akhir-akhir ini. Walaupun ditemui berbagai kontroversi di dalamnya, salah satunya yang paling ditekankan dan dikhawatirkan oleh masyarakat adalah efiektivitas serta higienisnya.

Secara memang saat ini belum ada satupun perusahaan yang merilis data seberapa efektif vaksin buatan mereka, yang paling ramai didistribusikan, vaksin Sinovac, menunjukkan angka efektivitas yang berbeda di berbagai negara. Hasil ujicoba di Brazil, menunjukkan angka 78% efektif untuk mencegah infeksi Covid-19 yang mengancam jiwa dan sekitar 50% secara keseluruhan. Sedangkan data awal di Turki menunjukkan tingkat efektivitas 91% serta di negara kita, Indonesia menunjukkan angka 65%.(okezone.com, 2021) Selain itu, hasil uji klinis juga belum dirilis secara detail dan menyeluruh yang semakin meningkatkan rasa kekhawatiran akan khasiat dari vaksin.

Disamping pemberitaan yang membahas tentang vaksinasi secara keseluruhan, terdapat juga pemberitaan yang membahas sisi lain dari vaksin ini, yaitu beredarnya teori konspirasi mengenai adanya vaksin. Mulai dari vaksin yang diciptakan oleh negara adidaya dengan penanaman chip di dalamnya yang akan memulai agenda new world order dimana setiap masyarakat dibatasi pergerakannya dan upaya mengurangi populasi manusia melalui pemberian vaksin hanya kepada beberapa orang atau golongan tertentu. Salah satu bentuk dari logical fallcies ini seakan memang seperti sebuah virus, menyebar dengan cepat. Disamping pemikiran masyarakat yang cepat mempercayai isu ini dikarenakan penjabaran di dalamnya yang seolah-olah membuat kita berpikir ini semua masuk akal yang menggunakan metode sebab akibat serta kronologi yang saling berkaitan, penyebaran teori konspirasi ini cepat menyebar karena kurangnya masyarkat Indonesia untuk mengolah serta memahami suatu berita yang ada, hanya karena viral, berita itu seketika diklaim menjadi sebuah kenyataan. Faktor pendidikan juga menjadi penyebabnya karena orang-orang berilmu akan lebih sulit untuk menerima teori konspirasi, bahkan tidak percaya sama sekali, dibanding dengan mereka yang kurang mendapatkan pendidikan layak, potret yang nyata terjadi di Indonesia bahwa pendidikan belum merata untuk seluruh masyarakatnya.

Nilai Guna Vaksin di mata Teori Utilitarianisme

Dalam praktiknya pemberian vaksin memang dimaksudkan untuk seluruh masyarakat dapat menerimanya, tidak peduli ras, suku, agama, golongan atau bahkan status sosal sekalipun. Memang pada awalnya vaksinasi dilakukan secara berbayar dan cukup mahal biayanya, tetapi atas dasar prinsip keadilan, maka banyak pihak yang saat ini sudah melakukan vaksinasi secara gratis, salah satu urgensinya adalah keadaan saat ini yang sudah mulai menerapkan keadaan seperti normal, walaupun belum sepenuhnya, dikenal dengan istilah "new normal" saat ini.

Prinsip kepuasaan dan nilai guna yang dikembangkan oleh John Stuart Millss yang mencoba mendefinisikan bahwa semua orang adalah sama dan rata (Jacobson, 2008) maka dari itu setiap kebijakan yang dirumuskan atau pemberian apapun dari pemerintah harus disetarakan untuk seluruh masyarakat, entah apapun prinsip yang ada di masyarakat, salah satunya adalah kebutuhan masyarakat yang berbeda satu dengan yang lainnya. Jika melihat dari penjelasan berikut, maka akan sangat tidak adil jika seluruh masyarakat disamaratakan kebutuhannya, bisa jadi apa yang diberikan kepadanya bukanlah yang sedang dibutuhkan, atau bahkan tidak diinginkan sama sekali.

Teori keadilan Rawls mencoba melengkapi klaim kebutuhan yang menguntungkan dan berguna bagi semuanya. Dalam dasar kebenaran Rawls (1980 : 526 -- 528) mengembangkan gagasan Kant tentang pelaku otonom. Bagi kant, pelaku yang otonom adalah seseorang yang ditentukan oleh prinsip-prinsip rasional, bukan oleh dorongan-dorongan sementara. Ini menandakan bahwa setiap masyarakat berhak untuk menentukan apa yang dibutuhkannya, tidak hanya dari apa yang ditentukan oleh pemerintah dengan hanya melihat sebuah kegunaan yang disamaratakan untuk semua masyarakat.

Dalam upaya vaksinasi, bisa dikatakan bahwa semua masyarakat memang disamaratakan dalam pemakainnya, diklaim bahwa masyarakat wajib untuk mengikuti program vaksinasi, bahkan ada hukuman denda bagi mereka yang menolak. Padahal, belum tentu juga bahwa vaksinasi bermanfaat bagi seluruh masyarakat, bagi mereka yang tidak terlalu percaya vaksinasi untuk membantu mereka melindungi dari virus covid, vaksinasi seolah-olah menjadi sesuatu yang tidak ada gunanya bagi mereka, maka tidak seharusnya ada sebuah denda untuk mereka yang memilih menolak untuk melakukan ini, karena masyarakat memiliki hak untuk berpikir rasional dengan keadaan yang ada, didukung denga beberapa fakta diantaranya tidak diberikannya hasil uji klinis vaksin, tingkat efektivitas yang setara serta pertimbangan lainnya seperti keadaan ekonomi.

DAFTAR PUSTAKA

Agregasi VOA, (2021), Meski Tuai Kontroversi, Vaksin Covid-19 Terus Dilucurkan

Jacobson, Daniel, (2008), Utilitarianism without Consequentialism: The Case of John Stuart Mill, Philosophical Review, Vol. 117, No. 2

Rawls, John, (1973), A. Theory of Justice, London: Oxford University

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun