Aku melihat senyum Fahmi yang makin melebar saat kudekati. Aku tahu banget kalau Fahmi menyimpan perasaan suka tapi apa daya, dia hanya seorang partner praktek saja.Â
"Sudah siap dengan pretest? Jangan sampai kamu tidak boleh mengikuti praktek karena nilai yang kurang." Fahmi membantuku menata boks laboratorium di meja kayu, barang wajib untuk siswa analis kesehatan.
Aku mengacungkan jempol untuk menjawab pertanyaannya. Kulayangkan pandangan ke kursi sebelah yang kosong. Di mana Elani? Biasanya dia tidak pernah terlambat.Â
"Elok, kamu pindah di sebelah Elang." Suara Bu Weni yang halus bagai guntur disiang bolong.
Aku? Masa sih aku harus partneran denganElang, melirik Elang yang sama sekali tidak menunjukkan muka terkejut. Apa hanya aku yang tidak ikhlas kalau harus duduk dengannya.
"Elok!" Teguran dari bu Weni membuatku tersadar.Â
"Partner Elang kan Elani, Bu." Aku berusaha membatalkan keputusan beliau.
"Elani pindah.
Aku melihat senyum Fahmi yang makin melebar saat kudekati. Aku tahu banget kalau Fahmi menyimpan perasaan suka tapi apa daya, aku hanya menganggapnya sebagai seorang partner praktek saja.Â
"Sudah siap dengan pretest? Jangan sampai kamu tidak boleh mengikuti praktek karena nilai yang kurang." Fahmi membantuku menata boks laboratorium, barang wajib untuk siswa analis kesehatan.
Aku mengacungkan jempol untuk menjawab pertanyaannya. Kulayangkan pandangan ke kursi sebelah yang kosong. Di mana Elani? Biasanya dia tidak pernah terlambat.Â