Mohon tunggu...
Christina Budi Probowati
Christina Budi Probowati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang ibu rumah tangga yang memiliki hobi menulis di waktu senggang.

Hidup adalah kesempurnaan rasa syukur pada hari ini, karena esok akan menjadi hari ini....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Jembatan Pelangi Menuju Keikhlasan yang Sejati

27 April 2021   08:34 Diperbarui: 27 April 2021   08:47 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Painting by @yannick_freitas_fine_arts

Ia seperti berjalan melewati ngarai yang sempit
Di antara dinding batu yang menjulang tinggi
Meski sebuah gunung akhirnya mulai tampak di bawah sinar matahari pagi
Namun tetap saja awan timbul, dan menenggelamkan hari
Begitulah perumpamaan rasa di hatinya kini, saat melewati hari demi hari
Ketika kegagalan itu akhirnya disadari olehnya pada suatu pagi

Ia memang telah melukai hati sahabatnya
Itulah kegagalan di dalam hidupnya
Memohon ampun rasanya sia-sia
Meskipun maaf selalu ada untuknya
Tetapi rasa bersalah tetap saja menghantuinya
Semakin tulus mendapatkan maaf
Ia semakin merasa kehilangan sesuatu yang sangat berharga di dalam hidupnya

Apakah salah memiliki harapan?
Begitulah hatinya menjerit di dalam bait-bait sajak sederhana
Kegagalan memang tidak datang begitu saja
Cita-cita dan harapannyalah yang menggoda
Meracuni ketulusan dan indahnya jalinan persahabatan
Yang telah terajut abadi di dalam keikhlasan yang sempurna

Ia memang gadis baik hati
Bahkan satu-satunya kelemahannya adalah terlalu baik
Hingga ia terlalu peduli
Dan dengan peduli itu ia mengatur-atur hidup sahabatnya sendiri
Seolah sahabatnya tak peduli dengan hidupnya sendiri
Dan saat ia menyadari, ia telah kehilangan sahabat sejati

Ia pun akhirnya berjalan mengikuti nasihat dari dalam hatinya
Meninggalkan semua cita-cita dan harapan
Yang ia pikirkan kini hanyalah tentang mencari sejatinya arti persahabatan
Ia tak lagi menghiraukan bahaya di dalam perjalanannya
Ia terus mencari sejatinya cahaya
Sambil memuja Hyang Manon di dalam meditasinya

Seperti berjalan memasuki hutan belantara
Juga menuruni jurang yang dalam
Kegelapan pun semakin membayangi hidupnya
Hingga tidak dapat dicapai oleh sinar Sang Surya
Dan itu tergambar jelas dari wajah mungilnya
Yang pucat pasi meratapi kegagalannya

Namun di puncak kepasrahannya di dasar jurang yang dalam
Tiba-tiba awan yang disinari matahari tampak berwarna-warni mengelilingi gunung dengan sempurna
Cahayanya pun membias sampai ke dasar jurang
Tetapi ia tak peduli lagi dengan harapan
Ia lebih memilih diam di dalam diam
Dan benar saja, cahaya dari luar itu akhirnya lenyap juga

Kini ia telah sampai di dasar kedalaman yang paling dalam
Seperti terisap lubang hitam, di sana sama sekali tak ada cahaya
Tetapi setelah melewati batasannya, bersinarlah yang namanya sejatinya cahaya, dari dalam dirinya
Begitu terang hingga menghilangkan semua rasa yang ada
Karena di sana tiada yang namanya cita-cita, harapan dan juga kegagalan
Yang ada di sana hanyalah keikhlasan yang sempurna

Kegagalan itu memang telah membawanya pada perjalanan yang suci
Menjadikannya lebih gemulai menari di dalam kehidupan ini
Akhirnya ia pun bangkit untuk kembali merajut persahabatan abadi
Tanpa cita-cita, tanpa harapan, dan tanpa pamrih
Hingga kesadaran membangkitkan jiwanya untuk hidup kembali
Saat ia benar-benar mengerti, kegagalan adalah jembatan pelangi menuju kepada keikhlasan yang sejati

Dari balik tirai kabut sutra Gunung Sakya, April 2021

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun