Mohon tunggu...
Sketsanol
Sketsanol Mohon Tunggu... Guru - Meraih kebebasan berkarya dan berekspresi tanpa batas.

Sketsanol tercipta dari sketsa-sketsa kehidupan yang diawali titik nol.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kentung

21 Juli 2019   19:05 Diperbarui: 24 Juli 2019   12:07 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Erin Taylor by pinterest

Ketidakadilan terjadi pada diriku sejak hewan berkaki empat itu masuk ke rumah. Entah apa yang membuat mahkluk berbulu kuning keemasan senang mendatangi gubuk reotku. Padahal kiri kanan tetangga hidupnya lebih berkilau dan berlimpah ruah dengan makanan. Lihat saja keluarga pak Wowo, rumahnya lebar propertinya pasti mahal, dan mobilnya ada 3. Menu makanan keluarga pak Wowo dimasak oleh mbok Ijah si juru masak handal tingkat RT.

Bayangkan saja, makanan di atas meja makan tersedia bermacam menu yang menggiurkan, aroma masakannya menggelitik hidung. Siapapun yang mencium aroma masakan itu pasti tergoda untuk menikmatinya. Air liur sudah mulai menetes memikirkanya.

Diriku yang bernasib malang  ingin sekali menikmati makanan seperti itu, andai dikasih sisa makanannya daku tak menolak. Sekarat benar kehidupanku terancam tergusur dari daerah itu hanya karena diriku tinggal di gubuk reot. Menjadi kuli bangunan sudah dilakoni sejak orangtua masih hidup. Ketika mereka tiada pekerjaan ini tetap menjadi sandaran hidup.

Beruntung tidak ada manusia yang ku biayai hidupnya karena diriku anak tunggal di keluarga. Tak jarang berkhayal menginginkan kehidupan seperti pak Wowo. Khayalan itu jauh menembus awan lalu dipatuk burung gagak yang sirik dan kembali jatuh ke bumi.  Aku tetaplah aku, hanyalah seorang pemuda miskin bernama Sugeng.

Sebut saja mahkluk itu si Kentung, menurutku lebih baik daripada si kampret. Hampir sebulan Kentung si kucing liar dari antah berantah datang ke rumah setiap jam makan. Kentung tidak tahu jam tapi dia punya indera penciuman tajam sehingga tiap diriku ingin makan dia datang untuk meminta sedikit makanan. Awalnya tidak masalah untuk berbagi dengannya.

Namun kemudian hari diakhir bulan saat uang mulai menipis dan persediaan makanan mulai habis, Kentung hanya mendapat secuil makanan. Kentung memandangku penuh harap akan mendapatkan tambahan makanan. Harapan Kentung tak terkabul ia mulai gelisah ketika selesai makan aku langsung masuk kamar. Kentung mondar mandir dari dapur menuju ke depan pintu kamar. Merasa diabaikan ia mulai bersuara dengan mengeong pelan  tanda memohon untuk diberikan lagi makanan. Kentung masih lapar, tapi apa dayaku tidak punya uang untuk menambah sedikit makanan bahkan sesungguhnya diriku masih merasa kurang.

Maaf Kentung ucapku dalam hati sambil menutup mata, lamat-lamat suara mengeong Kentung tak lagi terdengar seiring malam semakin larut. Aku pun tenggelam dalam mimpi. Sejenak Kentung terdiam di depan pintu kamar mendengar dengkuran panjang, akhirnya ia mengerti  Tuan tidak akan memberinya jatah makanan lagi.

Sejak 3 hari yang lalu Kentung sama sekali tidak diberi makanan. Namun Kentung masih tetap datang ke rumah mengintip diriku sedang duduk menikmati makan siang di dapur kecil. Kali ini dia tidak datang sendiri, ada seekor kucing betina gemuk berwarna putih bersih. Mereka mengeong bersama, aku memperhatikan dua ekor kucing itu.

Guratan senyum sinis menghias wajah suaramku karena Kentung lebih dulu dapat pasangan ketimbang diriku sudah melajang tua. Tiba-tiba terdengar suara ngeong dari arah lain, aku mencari sumber suara itu. Ternyata ada seekor kucing belang hitam dan oren dari pintu depan. Disusul seekor kucing betina dengan warna coklat dan putih. Mulut yang masih mengunyah makanan mendadak terhenti melihat kucing-kucing berdatangan satu persatu ke rumah. Banyak bahkan puluhan jumlahnya.

Mereka mulai mendekat dan mengelilingi diriku, langkah mereka pelan tapi pasti dan mencoba meraih piring yang ada di tangan kiriku. Aku melihat Kentung di sudut ruangan memandangku dengan senyuman menyeringai. "Kentuuuu....uuuunggg" aku berteriak kencang sampai mataku terbelalak dan terbangun.

Olala itu hanyalah mimpi. Nafasku tak beraturan dan terasa sesak. "Mimpi. Yah... itu hanyalah mimpi," ucapku pelan dengan perasaan lega. Dikepung dengan puluhan kucing ternyata tak kalah horornya dengan film hantu 'Suzana'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun