Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Jalur Kuning" Menjadi "Jalur Abu-Abu" di Stasiun MRT, Tidak Malukah Kita?

9 Juni 2021   11:27 Diperbarui: 9 Juni 2021   11:37 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi / Sayangnya, stasiun MRT Jakarta tidak memakai "jalir kuning", tetapi memakai "jalur abu2 gelap", tidak malukah kita? Bahwa, kaum disabilitas yang membutuhkan hak2nya, justru harus mngalah kepada kita, si desainer dan orang2 sehat, kuat dan normal ......

Suasanya sudah layaknya di Jepang, dengan dimensi ruang yang cukup luas. Sudah ada beberapa lapak untuk berjualan, dan petugasnya ramah ketika menolong kami untuk membeli tiket dengan 2 tujuan.

Di mesin pembeli tiket atau vending machine, sudah cantik, tetapi sepertinya belum siap untuk benar2 berfungsi. Karena ketika mas Ivan mau memasukkan lembaran 50.000, dicegah oleh petugasnya, karena katanya, mesin itu belum dapat mengembalikan.

Sehingga lembaran 50.000 itu dia bawa ke belakang untuk menukarkan kwmbalian dan dikembalikan kepad mas Ivan, secara manual. Hmmmmmm ......

Oklah ....

Sebelum kami masuk ke ruang tunggu yang dibatasi oleh gardu2 dengan meng-tap kartu, aku mengamati berkeliling. Yang aku dapatkan ada sebuah masalah yang mungkin tidak terlalu diperhatikan, jatu tentang "jalur kuning", bagi disabilitas netra.

Mengapa disebut jaur kuning? Mengapa tidak warna merah atau warna yang lainnya?

Karena bagi penyandanga disabilitas netra, ibu bukan hanya yang benar2 tidak bisa melihat saja (buta), tetapi masih banyak yang tetap bisa melihat hanya sangat terbatas (low vision). Sehingga, warna kuning, memberikan pancaran sinar yang membukan retina mata sehingga ada bayang2 tertentu, untuk bisa mengikuti jalur2 yang memang diperuntukkan untuk mereka.

"Sangat disayangkan kenapa warnanya diubah. Lajur tunanetra seharusnya oranye, kuning. Kalau yang sekarang untuk tunanetra memang tidak masalah, tetapi untuk yang low vision degradasi warna tidak bisa. Karena low vision harus butuh sinar kalau sekarang gelap," kata Winarsih pada acara 'Ekspose Hasil Kegiatan Advokasi Kebijakan Mendorong PERDA Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas' di Aula Gedung Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu (11/1/2017).

Jadi, pertanyaanku pertama kali melihat "jalur kuning" menjadi "jalur abu2", adalah, MENGAPA?

Estetika memang penting, tetapi fungsi lebih penting!

Apalagi, jalur ini justru benar2 untuk kaum disabilitas netra, untuk bermobilitas. Fungsi2 utama, janganlah dijadikan lahan ke-egois-an diri!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun