Mohon tunggu...
Christian Santo
Christian Santo Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pencapaian : keterima di Seminari Mertoyudan

Hobi : Sepak bola

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Komunikasi di Rumah untuk Masa Depan si Anak

23 Februari 2023   11:26 Diperbarui: 23 Februari 2023   11:46 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Remaja (KBBI : muda atau mulai dewasa). Apa itu masa remaja? Masa remaja adalah masa peralihan seseorang dari masa anak-anak menuju ke masa dewasa. Masa remaja juga kerap diartikan sebagai masa dimana seseorang sedang mencari jati dirinya. Dalam proses mencari jati diri itulah kerap kali ditemukan adanya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh seorang remaja seperti merokok, mencuri, balapan liar, bolos sekolah, narkoba, dan sebagainya.  Berdasarkan survei Riskesdas tahun 2018, remaja dengan rentang usia 10-18 tahun dan mulai terpapar kebiasaan merokok, meningkat dari 7,2% menjadi 43,5%. Data Komnas Anak tahun 2017 kasus perundungan terhadap teman sebaya terjadi lebih dari 750.000 kasus (Argadita, 2019). 

Selain itu, pada tahun 2018 Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listiyarti mengatakan, pada tahun 2019, angka kasus tawuran hanya 12,9 persen, tapi tahun ini menjadi 14 persen. Bahkan hingga melakukan kekerasan pada perempuan. Pada tahun 2018 Komisi Nasional (Komnas) Anti Kekerasan Terhadap Perempuan jumlah kekerasan dalam pacaran mencapai mencapai 1.873 kasus. Dari data di atas,  dapat menggambarkan bahwa kenakalan remaja bisa jadi sangat merugikan orang lain. Menurut Santrock, masa remaja merupakan masa individu mencari identitas dirinya. Pada masa remaja, peran orang tua sangat penting dalam memenuhi tercapainya pembentukan identitas diri remaja yang baik. Maka peran orang tua sungguh penting dalam membimbing seorang anak untuk meminimalisir kenakalan remaja, juga menentukan masa depannya.

Menurut psikolog Fuligni, A. J,  remaja lebih sering  mempersepsikan  orang tua tidak memberikan  peluang  untuk pengambilan kesempatan, mereka malah cenderung tidak meminta nasihat dari orang tua dan justru mencari teman untuk membicarakan masalah pribadi dan masa depan. Dalam relasi interpersonal antara orang tua dan anak, komunikasi menjadi pemeran penting di dalamnya. Dengan komunikasi yang lancar, hubungan antar orang tua dengan anak bisa menjadi dekat dan lebih mendalam. 

Selain komunikasi, ada beberapa faktor pendukung keberhasilan relasi antar orang tua dengan remaja yaitu gadget. Generasi muda yang terlahir ketika sudah ada gadget dapat beradaptasi begitu mudah dengan gadget juga tidak bisa terlepas dengan gadgetnya. Namun bagaimana dengan generasi orang tua yang lahir dengan konteks dunia belum berteknologi tinggi? Para orang tua pada umumnya memang agak kesulitan dalam beradaptasi dengan gadget namun mereka masih bisa dikatakan mampu untuk beradaptasi dengannya. Ini adalah sebuah tantangan bagi sebuah keluarga, bagaimana agar orang tua dapat mengimbangi sentuhan teknologi seorang anak agar konteks bahasa, topik dan sebagainya dapat diterima.

 Beberapa penelitian lain mencatat bahwa konteks sosial dalam komunikasi yang dimediasi komputer dianggap lebih penting daripada komunikasi tatap muka (Fullwood, 2015; Walther, 2011). Kalimat di atas merujuk pada sebuah relasi yang dijalin via online seperti texting chat WhatsApp, vidio call, telepon, dan lain-lain. Terlebih bagi seorang remaja yang terhalang oleh jarak dengan orang tuanya semisal dikarenakan berbeda kota atau lainnya, kegiatan yang dinamakan Computer Mediated Communication (CMC) ini dapat memberikan warna baru bagi seorang anak karena kebutuhan afeksi dari keluarganya terpenuhi. Dengan medel CMC keterbukaan seorang anak bisa jadi lebih meningkat karena dengan model texting, seorang anak bisa menghindari pertikaian atau orang tua bisa mempertegas aturan. Tidak hanya itu, media online tersebut bisa menjadi wadah untuk orang tua atau anak memediasikan isi hati mereka seperti menyemangati ataupun curhat. 

Namun bila tidak dijaga dengan baik, dengan adanya teknologi hubungan seorang anak dengan orang tua bisa jadi menjadi lebih renggang dikarenakan hubungan  yang  baik dengan teman akan tetapi kurang usaha untuk mempertahankan relasi yang baik dengan orang tua. Hal ini sebenarnya juga diperkuat dengan karakteristik remaja yang lebih dekat dengan teman (peer group atau pengelompokan teman yang sama dalam hal bidang umur, minat, dan lain-lain) dibandingkan dengan orang tuanya (John W. Santrock, 2007). Tidak hanya itu bilamana orang tua tidak bisa beradaptasi dalam berteknologi, orang tua akan menjadi sulit untuk memanfaatkan teknologi untuk menjalin hubungan yang lebih dekat dengan seorang anak. Bisa jadi menganggap apa yang dilakukan oleh seorang anak ketika online hanyalah membuang waktu, atau pemikiran negatif lainnya. Faktor seperti inilah yang membuat relasi antar orang tua dengan remaja menjadi renggang. 

Yang tidak kalah penting dalam menjalin relasi antara Anak dengan orang tua adalah adanya rasa saling percaya. Terlepas dari kekerasan yang pernah diterima dari si anak sebelumnya dari orang tua, sosok orang tua harus bisa mengembalikan kepercayaan tersebut pada si anak. Ketika kepercayaan sudah ada pada si anak, maka komunikasi antara keduanya bisa berjalan dengan lebih lancar terlepas dari adanya rasa luka atau takut yang mengikuti. Bagaimana caranya menumbuhkan rasa percaya tersebut?

Salah satu cara yang ampuh dalam menumbuhkan rasa percaya adalah menghabiskan waktu bersama-sama. Mengambil jarak sebentar dengan gadget dan bisa mengobrol, bermain, atau juga bisa bersantai bersama. Dengan begitu seorang anak bisa menaruh hatinya pada orang tuanya, juga sang orang tua demikian. Cara ini bisa dikatakan lebih efisien ketimbang dengan cara membelikan barang-barang yang diminta oleh si anak. Cara seperti itu malah lebih mengarah ke memanjakan si anak yang nantinya bisa mengakibatkan pengaruh buruk pada masa perkembangannya. Seperti memberontak bila keinginannya tidak dituruti, bersifat manja dan ngambekan, dan sifat-sifat serupa.

Namun memang dalam beberapa keluarga, relasi antara anak dan orang tua tidaklah dianggap begitu penting. Orang tua hanya sekedar melihat anaknya tersenyum dan beranggapan bahwa situasi relasi mereka baik-baik saja. Namun sebenarnya tidak. Diperlukan pula kepekaan dari orang tua karena sulit bilamana keinginan relasi itu terjalin baik bila muncul dari salah satu pihak saja, hanya dari si anak atau hanya dari orang tua. Kedua belah pihak harus saling memiliki keinginan yang sama yaitu menjalin relasi yang baik demi berkembang baiknya karakter dan kelakuan si anak untuk di masa depan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun