Mohon tunggu...
Gaya Hidup

Seni dan Masyarakat Masa Kini

5 Juni 2017   05:21 Diperbarui: 5 Juni 2017   05:27 2655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Membicarakan seni sebagai kebutuhan pokok manusia masa kini dapat dibilang terlalu berlebihan, seni kini hanya dianggap sebatas estetika saja dan jauh dari kata kebutuhan pokok masyarakat. Dalam perkembangannya kini seni dianggap sebagai pemanis saja diantara kehidupan yang begitu cepat, anak sekolah diburu akselerasi, anak kuliah diburu cepat wisuda, kehidupan kerja apalagi menuntut manusia yang didalamnya untuk mempercepat produksi demi makin cepat pula kembali modalnya si boss. 

Di kehidupan maha cepat itulah masyarakat merasa membutuhkan seni untuk merelaksasi pikiran dengan mendengar dentingan dentingan gitar maupun datang ke balai budaya untuk melihat pameran seni lukis untuk sekedar mengambil gambar untuk diupload ke media sosial. Lalu masih pokokkah seni kini? Di zaman maha cepat ini masih sempatkah kita untuk sekedar merenungi makna dari sebuah karya seni?

Seni masa kini adalah seni yang mati, paling tidak begitu saya menyimpulkan pendapat Arthur Danto, Victor Burgin, Hal Foster, Victor Burgin, Joseph Kosuth dan Theodore Adorno. Betapa tidak, di dunia yang kini dikuasai pasar seni kini hanya berupa desain, jingle iklan, menjadi siasat komunikasi pemasaran, dan lebih parah lagi sebagai siasat pembiusan demi kepentingan ekonomi politik, sosial bahkan urusan agama. Dimana mahasiswa seni kini sedang kebingungan dengan nasibnya besok setelah lulus dari sana, dan pula kini mereka sedang disibukkan dengan tugas tugas yang diberikan pengajar agar mereka menjadi produsen seni yang “luwes” yang dapat memenuhi permintaan pasar. Masih sempatkah mereka melihat kondisi rakyat kini?

Scharfstein melihat seni dari sisi fungsional, yaitu bahwa seni memungkinkan manusia menyatu (fusion) dengan realitas yang lebih besar di luar dirinya, menyatu dengan lingkungan dengan manusia lain dan masyarakatnya dan pada akhirnya realitas transendental. Fungsi seni sebagai wujud perenungan yang mendalam akan pertanyaan pertanyaan filosofis macam ‘untuk apa kita hidup?’, ‘apa makna kematian?’, dan banyak lagi. 

Seni disini pun dapat mengajak para penikmatnya terbebas dari pengkerdilan atau reduksi makna yang dialukan oleh sains contohnya. Ketika air dalam sains hanya berarti H2O, seni dapat menjabarkannya dalam bentuk yang sangat luas, seni dapat menjabarkan bagaima kenikmatan air setelah kita berpuasa, bagaimana air menjadi perlambang akan kesucian oleh kepercayaan atau air yang bisa berarti ‘buruk’ jika yang dimaksud air dengan kandungan alkohol. Begitu banyak makna yang harus dijabarkan seni dalam tugasnya sebagai wujud reflektif manusia. Masih sempat merenungkah kita?

Saya jadi teringat dengan perintah bapak yang paling sering saya langgar yaitu menjauhi seni. Bagaimana bapak begitu kecewa dengan seni, karenanya teman satu perjuangan dimasa sekolah dulu kini hidupnya harus susah karena terlalu percaya akan seni. Ketika dulu bapak dengan temannya itu sama sama memiliki kemampuan untuk menggambar, mereka sama-sama saling mendukung dalam pengembangan talentanya itu tadi. Hingga tiba disuatu “persimpangan” hidup, dimana hanya ada dua pilihan bagi mereka, menjadi guru kesenian atau menjadi seniman seutuhnya.

 Bapak mengambil jalan menjadi guru kesenian dan temannya ‘kekeuh’ memilih menjadi seniman sejati, lalu lama setelah itu terdengar oleh bapak bahwasnaya kawannya tadi gagal dalam seni, lukisannya tidak laku dan hidupnya kini hanya menjadi tukang gambar wajah 15 menit jadi di kawasan 0km Jogja. Ketakutan ketakutan seperti itulah yang dialami banyak orang tua jika mendengar anaknya memilih seni sebagai jalan hidupnya. Orang tua kini lebih menyukai nilai matematika anaknya 90 ketimbang menjadi juara lomba menyanyi ataupun bidang seni lain, hingga kini keterampilan seni hanya menjadi ketrampilan tambahan sebagai pengisi waktu luang anak.

Lalu kini dimanakah seni? Dimana fungsi seni dalam masyarakat kini? 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun