Mohon tunggu...
C.H.R.I.S.  (Paknethole)
C.H.R.I.S. (Paknethole) Mohon Tunggu... Bapakne cah-cah -

Kiranglangkungipun Nyuwun Agunging Samudra Pangaksami.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Sorry, Nih, Tulisanmu Bikin Ngantuk!

20 September 2012   06:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:11 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Dalam dunia kepenulisan versi saya, tak jauh beda dengan dunia percakapan langsung/lisan. Pada keduanya yang terjadi adalah sebuah interaksi/komunikasi antara pihak yang terlibat, baik itu satu arah ataupun dua arah. Yang menjadi sedikit pembeda adalah, pada lingkup tulis menulis dan baca membaca tersebut, mungkin akan lebih dominan terjadinya relasi antara penyampai (penulis) dan penerima (pembaca) secara satu arah saja. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan untuk terciptanya jalinan komunikasi dua arah atau interaktif, baik media yang digunakannya bersifat “tradisional” seperti hubungan antara penulis dan pembaca buku/fisik tulisan, ataupun terbantu adanya kemajuan teknologi informasi dengan hadirnya laman dinamis di dunia maya (media sosial), misalnya kompasiana ini. Sedangkan pada interaksi langsung/lisan atau tatap muka, peluang terjadinya komunikasi dua arah itu cenderung lebih besar. Meskipun tidak menutup kemungkinan juga, pada interaksi langsung itu yang terjadi adalah komunikasi satu arah saja. Jadi, terciptanya kondisi satu arah ataupun dua arah tersebut akan bergantung pada pihak yang terlibat dan media yang menjadi sarananya.

Ehm! Sudah mulai “mengantuk” membaca tulisan saya? Tolong, dibangunkan, barangkali ada yang mengantuk! Ini contoh usaha saya agar Anda sekalian yang membaca tidak mengantuk, tapi yakinlah tidak ada nada ketus atau marah,..hehe. Nah, “teguran” itu anggaplah bagian dari apa yang secara topik ingin saya tuliskan. Apa reaksi Anda yang mengantuk pada teguran saya itu? Pasti berbeda-beda dan saya tidak akan tahu persisnya. Mungkin ada yang benar-benar bobo’, tetap meneruskan membaca, dan kemungkinan besar secepat kilat menggeser mouse menutup layar tulisan saya ini.

Menurut saya, di situlah terlihat adanya kesamaan suasana yang terjadi antara interaksi secara tulisan dan yang secara langsung/lisan, terutama dari sisi penerima. Yakni, kedua-duanya bisa menimbulkan rasa “mengantuk”. Maksudnya, pihak penerima yang tadinya “segar bugar”, namun setelah mencoba menerima materi dari penyampai menjadi tersentuh urat “tidur”nya. Si penerima bisa benar-benar tertidur, bosan, ataupun ingin cepat-cepat mengabaikannya.

Sebuah “keuntungan” dari peristiwa interaksi lisan/percakapan/tatap muka langsung, penyampai materi bisa melihat/menemui secara kasat mata ketika penerima/audiensnya terlihat bosan, mengantuk, ataupun tertidur. Penyampai bisa segera menentukan pilhannya dalam merespon kondisi itu. Baik mendiamkan atau mencoba membangunkan (menegur, mencolek, berteriak, dan lain sebagainya).

Sebaliknya, “kelemahan” dari interaksi tidak langsung/via tulisan,walaupun dalam media sosial sekalipun, penyampai materi tidak mengetahui secara pasti respon pembacanya. Sekeras apapun nada tulisan/teguran yang sering terwakili dengan banyaknya tanda “pentung” (!), pembacanya belum tentu hilang rasa “ngantuk”nya.

Di sini, nih! Yang menurut saya perlu juga untuk diperhatikan, terutama kepenulisan pada media sosial yang mengusung semangat “sharing and connecting” ini. Oke, memang, tingkat ketertarikan pembaca bisa berbeda-beda, tergantung situasi dan kondisinya. Demikian juga dari sisi penulis memiliki “selera” masing-masing dalam penyampaiannya. Namun, tentunya, akan sangat disayangkan ketika tema, informasi, ataupun substansi berharga pada sebuah tulisan berlalu begitu saja karena penulisnya menyampaikan materi secara “egois”. Maksud “egois” di sini adalah, penulisnya sama sekali tak berusaha menempatkan diri pada posisi pembaca.

Sebagai gambaran saja, selaku pembaca, “sinyal” dalam menilai sebuah tulisan adalah ketika dalam dirinya timbul keinginan untuk “mewajibkan” diri sendiri dalam membaca sebuah tulisan dari kata pembuka sampai dengan penutupnya. Itulah, maka sering ada istilah tulisan yang “menggugah”. Sepertinya kata ini mengadopsi dari istilah jawa “gugah” yang artinya membangunkan orang tidur. Kalau bahasa Inggrisnya “wake up”, bener nggak tuh? Biarin ah, sok “nginggris”, kepengin terlihat “mboys”, kok! Hehe..Intinya, pembaca yang tadinya lesu menjadi bergairah, murung bisa tertawa, tidak tahu jadi tahu dan juga yang redup merasakan ada “lampu pijar” bukan "zzz..zzzz...zzzz" di atas kepalanya, seperti ilustrasi komik itu, lah.

Audiens sangat beragam di media ini? Oke, justru karena sangat beragamnya pembaca itu, menantang kita untuk berusaha menyajikan tulisan yang mampu dipahami oleh keseluruhannya. Lho? Kemampuan, gaya penulisan, selera dan latar belakang penulis kan tidak sama? Di situlah kita hendaknya tidak menutup diri untuk berinterospeksi dan TERUS BELAJAR!

Kita boleh saja merasa mengetahui, ahli, ataupun menguasai bidang-bidang tertentu, bahkan segala bidang. Silahkan saja menganggap diri adalah paling mengerti segala ilmu dari ujung Merauke sampai pelosok Amerika, lalu hendak “membagi” atau ingin yang lain mengetahui. Namun ketika  menyampaikan materi secara “egois”, mengeraskan hati bahwa cara menulisnya sudah paling tepat, tidak peduli berapa banyak pembaca yang harus mengernyitkan dahi atau terkantuk, tentu saja saya ucapkan selamat menikmati.

Sekali lagi, akan sangat disayangkan ketika materi yang Anda sampaikan itu bisa jadi adalah hal yang penting, namun ketika cara penyampaiannya “egois”, pesan dan manfaat itu bisa jadi “tak sampai”. Itu  karena pembacanya tak tertarik atau memilih pindah layar, sambil membatin “ Sorry, nih, tulisanmu bikin ngantuk!”.

Bangun! Bangun! Saya sudah selesai menulis!

Maklum, lah, Saya kan juga sedang belajar, sejelek apapun hasilnya, sepedas apapun kritiknya, atau separah apapun ketika pendapatnya dianggap salah kaprah, semua harus tetap dicerna dengan sabar, itu bagian dari proses belajar.

Salam terus belajar menulis, dari muda sampai tua. Dari dik, mas, mbak, om, tante sampai oma dan opa sekalipun.

.

.

C.S.

Mungkin, tulisan ini perlu di print..

Barangkali berguna untuk dibaca..

Ketika anda “Insomnia”...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun