Mohon tunggu...
C.H.R.I.S.  (Paknethole)
C.H.R.I.S. (Paknethole) Mohon Tunggu... Bapakne cah-cah -

Kiranglangkungipun Nyuwun Agunging Samudra Pangaksami.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pentingnya Menyimak Rapor Anak TK Kita

15 Juni 2012   03:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:58 808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13397299061116940906

[caption id="attachment_182672" align="aligncenter" width="521" caption="an excited experience to see you play an learn. Dok.Pribadi."][/caption]

Karena selama sepuluh hari ini istri berada di luar kota menyangkut tugas yang berhubungan dengan pekerjaan/kariernya, ada satu hal khusus yang dia minta sebelum berangkat, yaitu bersedia mengambil rapor anak lelaki pertama kami yang masih duduk di TK kecil. Jadwalnya adalah hari Kamis kemarin. Sebenarnya saya sedikit keberatan dan tak bisa menjanjikannya secara pasti waktu itu, karena jelas hari kerja.

“ Besok aja lah Ma, nunggu kamu pulang, Kamis kan hari kerja..”

“ Kalo nunggu Mama pulang, sekolah udah liburan. Ya gimana caranya lah, cari waktu. Ayah pikir selama ini mama libur waktu ngambil rapotnya si Barep? Yang lain juga kan banyak yang bela-belain menyelakan, kok..”

“ Ya, deh. Lihat saja nanti..”

“ Harus, Yah! Ini penting, kita harus tahu perkembangan anak kita, ngobrol langsung sama gurunya..”

Untunglah, ada jalan. Hari Kamis kemarin kebetulan sekali saya mendapat tugas ke luar (lapangan), jadi tak terikat dengan absensi di kantor. Saya pikir, tak ada salahnya meluangkan waktu sebentar mengambil rapor sebelum berangkat ke kantor. Pukul setengah delapan pagi, saya sudah tiba di sana. Wah, rupanya sudah ramai para orangtua murid yang kepentingannya sama. Alamak! Ternyata ibu-ibu semua! Kemana bapak-bapaknya? Curang juga istri saya, kenapa nggak ngasih tahu kalau biasanya yang ngambil rapor anaknya adalah para mama. Bukan salahnya sih, saya juga tak terpikir menanyakannya, agak grogi juga, apalagi tadi lupa nyisir rambut saat berangkat (eh,..apa hubungannya? Biar rapilah tentu saja..).

Berusaha pasang muka murah senyum sok keren karena merasa “paling ganteng”, saya melanjutkan tugas. Di muka ruang (kelas), tampak di sediakan lembar daftar hadir yang harus saya isi. Dengan mantap saya ambil pena, hendak menuliskan nama. Tapi...wuaduh! Kok daftarnya ada dua? Ternyata saya lupa, di sini ada dua kelas TK kecil, yaitu TK A.1 dan TK A.2, dan anakku kelas...., yang mana ya? Lembar mana yang harus saya isi? Weleh, mudah-mudahan nggak ada yang mengamati kalau saya sedang bingung, salah sendiri ya, kenapa hal yang tampak kecil tapi penting ini aku malah lupa. A.1...,A.2,...A.1,.., ah mendingan nanya saja, pikirku. Tapi, ih malu dong, masa’ nanya anak sendiri kelasnya yang mana.

Cling! Akhirnya datang ide ketika melihat nama-nama orang tua yang sudah absen, karena di kolom selanjutnya ada nama si anak yang juga ditulis. Nah, di sini saya “tertolong”, dari salah satu lembar daftar hadir ada nama anak yang tak asing, ...Agatha, yup, anakku sering cerita tentang cantiknya Agatha ini ( hehe, ....untung di rumah sering iseng saya tanya tentang temannya yang paling cantik siapa.., selalu Agatha yang dia sebut), terus ada nama Melvin, anakku juga sering cerita tentangnya yang dulu sering berantem tapi sudah baikan. Mantap! Akhirnya kuisi daftar hadir itu.

Agak mengantri ketika hendak bertemu sang guru, mengambil rapor sekaligus diskusi/konsultasi. Lumayan kikuk juga sih, di sana sini ibu-bu semua. Tak lama, tiba juga giliran, setelah berbasa-basi sebentar, mulailah kami membahas perkembangan anak saya.

“ Gimana bu, perkembangan anak saya. Denger-denger dia nakal banget ya?”

“Namanya juga anak cowok, bandel itu biasa.., bukan nakal kok. Nggak papa..”

Lalu si Ibu Guru memberikan rapor serta catatan-catatan perkembangan, yang kemudian ia paparkan. Catatan yang saya yakin berguna, karena ia yang setiap hari membimbingnya secara katakanlah “formal”, tentunya berdasarkan kondisi senyatanya, tak dikurangi ataupun ditambahi. Tampaknya sama dengan apa yang selama ini saya amati di rumah.

“Ini terakhir di cek kesehatan dan timbang badan bulan Mei ya Bu?”

“ Iya, Pak. Sehat kok, gemuk, tambah tinggi...”

“ Makannya tambah banyak juga kok, Bu..”

“ Betul Pak, sekarang juga sudah nggak berceceran seperti dulu..”

Saya cermati kembali catatan-catatan itu, nantinya juga saya diharapkan memberikan tanda tangan ataupun catatan lain yang sifatnya usulan, kesan, ataupun pesan.

Anak Bapak sudah mulai ramah, bertegur sapa dan berani tampil,..lho.”

“ Di rumah juga terlihat kok, Bu. Dulu dia memang terkesan sombong, padahal pemalu/pendiam ( mirip bapaknya, batinku)”

“ Bakat menggambarnya boleh juga tuh, Pak. Hanya mewarnainya yang masih sering belepotan, seenaknya..”

“ Ooo, memang tampaknya dia suka menggambar.. ( bisa jadi belepotannya itu karena aliran abstrak surealis,.hihi)”

“ Sudah mulai tertib tidur siangnya kan Pak?”

“ Betul bu, jadinya kalo kami pulang agak malam, dia belum ngantuk, mood belajarnya ada..”

“ Syukurlah, kemarin memang dia suka curhat, bapak ibunya pulangnya malam terus, jadi agak saya ‘streng’ agar biasa tidur siang, biar bisa belajar bareng..”

“ Iya, dulu dia suka nggak mood karena sudah ngantuk duluan..” (ah, syukurlah Si Guru tak membesar-besarkan tentang pulang malam. Mungkin dia maklum dan masih ada solusi, lagian mamanya juga pulang masih sore/tak terlalu malam, kalau saya memang iya, jauh dan sering kena macet, hehe).

Itulah, pokoknya masih banyak hasil obrolan dengan gurunya anak yang sangat berguna untuk mengetahui perkembangan dan pola-pola mendidik yang terencana, bahkan ada konsensus juga di sana. Tentang catatan usul dan pesan itu sengaja saya kosongkan, hanya permohonan lisan yang intinya “ Saya titipkan sebagian perkembangan anak saya”. Bu guru pun tersenyum tulus dan mengangguk mantap.

Tak lama, istri saya mengirimkan SMS”, Gimana Yah, rapor anak kita..?”

Saya balas”, Besok saja lah, kita cerita panjang lebar kalo mama pulang”. Pokoknya anak kita naik kelas, rapornya nggak ada yang merah.., batin saya.

Saya pun melangkah untuk kembali ke tempat bekerja dengan lega. Menenteng tas besar berisi rapor dan buku-buku anak saya semasa TK kecil untuk boleh dibawa pulang, tahun ajaran depan dia naik ke kelas TK besar. Sangat respect pada kertas putih berpita yang menempel di tas itu, di sana tertulis note para guru yang selama ini membimbingnya:

“ It’s an excited experience to see you play an learn. With Love..”

Mengambil lalu menyimak rapor anak TK kita, penting sekali menurut saya, karena pada masa inilah pondasi-pondasi harus kita kuatkan dan telateni. Anak-anak memanglah ibarat kertas putih di mana orangtuanya yang akan berperan besar menorehkan warna-warnanya. Seperti juga anak panah yang hendak kemana diluncurkan oleh pemegang gendewanya. Mudah-mudahan kita selalu bisa meluangkan waktu menyertainya.

Sorry, kalau kebanyakan ceritanya. Salam sayang dan hormatilah juga anak-anak.

.

.

C.S.

Sayangi, juga hormati anak-anak..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun