Mohon tunggu...
C.H.R.I.S.  (Paknethole)
C.H.R.I.S. (Paknethole) Mohon Tunggu... Bapakne cah-cah -

Kiranglangkungipun Nyuwun Agunging Samudra Pangaksami.

Selanjutnya

Tutup

Drama

[Paknethole]:"Buat Anaknya Dulu, Yah"

8 Februari 2012   11:11 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:54 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari itu Paknethole kembali pulang agak kemalaman, karena baru tiba dari tugas di luar kota. Sudah pukul sembilan ketika dia tiba di rumah. Masih untung dia sempat bermain-main sebentar dengan Barep dan Ragil yang tak lama kemudian terlelap juga karena memang saat itu sudah deadline tidur mereka.

Sebenarnya sedari tadi Pakne perutnya sudah keroncongan, sempat dia tahan karena tak ingin melewatkan sedikit waktu berharga, meski sedikit namun efisien untuk bercengkrama dengan dua anak bandelnya. Maka itu, ketika dua bocah itu terlelap, dia bergegas menuju meja makan. Ada sesuatu yang menarik perhatian di sana. Dua potong donat berbalut coklat nampak menggoda. Segera dia raih dan disorongkan mendekati mulutnya yang lapar. Wow! Mantap! Tapi...

.

Makne : “ Eit!..Eit!, Stop! Yah..., Stop! Jangan dimakan!” (Maknethole tiba-tiba muncul, keluar dari kamar mandi, donat yang tinggal sejari mendekati mulut Pakne yang menganga terpaksa batal digigitnya)

Pakne : “ Ih!,..ngagetin saja! Ada apa sih, Ma?!”

Makne : “ Itu buat anaknya, Yah!”

Pakne : “ Mereka kan sudah bobo’, Ma?”

Makne : “Iya, tapi besok pagi mereka pasti nanyain”.

Pakne : “ Huh,..lagian kenapa Cuma beli dua, sih? Aku kan pengin juga”.

Makne : “ Siapa yang beli? Itu juga Cuma dikasih sama Bu Irpan.

Pakne : “ Ah. Bu Irpan juga, cantik-cantik kok Cuma ngasih dua. Kita kan empat orang”.

Makne : “ Hush! Tadi dia ngasih empat, yang dua sudah dimakan aku dan si Emak (emban).”

Pakne : “ Yaaaah, teganya. Aku nggak dibagi”. (Pakne meletakkan kembali donat itu dipiringnya)

Makne : “ Hehe, ya maap Yah. Udah, sana mandi. Nanti terus makan kalau sudah lapar”.

.

Pakne pun segera mandi, prosesnya dipercepat karena ia sudah begitu keroncongan. Setelah rapi dia menuju ke meja makan. Makne sudah menunggu di sana, dia selalu ikut bersabar menunggu lapar agar bisa menikmati makan bersama.

Pakne : “ Makan apa hari ini kita, Ma?”

Makne : “ Nih, ada sayur lodeh mbayung”

Pakne : “ Siiip. Lauknya apa?”

Makne : “ Tuh. Tahu sama tempe”.

Pakne : “ Yaaaaaah. Nggak ada yang lain, Ma? Yang lebih nyamleng gitu, lho”.

Makne : “ Ngirit lah, Yah”.

Pakne : “ Gorengin naget, lah Ma! Masih ada kan?”

Makne : “ Tinggal dikit, besok buat anak-anak. Ntar kalau mereka minta nggak ada kan kasihan”.

Pakne : “ Buat anak-anaaaak, lagi. Huuuuh..”.

Makne : “ Ayah ini lho! Nggak mau ngalah juga?”

Pakne : “ Iya, deh. Iyaaa, ngalah. Eh, ada kerupuk nggak?”

Makne : “ Nggak ada, Yah. Eh, iya aku lupa, masih ada peyek teri lho..”.

Pakne : “ Nahhh!, itu dia! Mana...mana?..ini baru nyamleng, siip Ma”.

.

Makan malam itu terasa nikmat. Meski tak terturuti keinginan makan nagetnya, bagi Pakne peyek teri itu jauh lebih nikmat. Menjelang tengah malam, hanya mereka berdua yang masih terjaga. Makne sibuk dengan koreksian hasil ulangan murid-muridnya, Pakne menonton TV. Tapi, acara TV malam itu kurang menarik bagi Pakne, menurutnya penuh debat-debat politik yang nggak jelas juntrungnya. Film action yang diharapkannya juga kurang menarik, kisah yang diperankan Steven Seagal agak lumayan. Tapi ya itu, dia nggak suka karena sama sekali tak ada adegan “panas”nya. Adegan panas? Mengingat kalimat itu, Pakne segera nyengir, bukankah sudah dua hari ini dia tidak “indehoy” dengan istrinya? Dia segera mematikan TV itu dan menuju ke tempat Makne bekerja lembur. Ahai, Makne tampak cantik malam ini, pikirnya.

Pakne : “ Sudah, Ma. Jangan capek-capek, Lah”.

Makne : “ Iya, Yah. Ini sudah kelar kok”.

Pakne : “ Gimana, murid-muridmu? Bagus-bagus nilainya?” (Sambil memijit bahu Makne dan memulai sentuhan-sentuhan yang disukai Makne)

Makne : “ Lumayan, Yah. Kita ke kamar aja Yuk!” ( Makne mengerti dan berhasrat sama dengan Pakne)

Pakne : “ Hehe..., Yuk deh..”.

.

Mereka pun mulai mesra menuju ke kamar, tampaknya ini akan menjadi malam yang indah untuk mereka, terutama Pakne yang sudah dua hari “berpuasa”. Tapi, tiba-tiba terdengar suara tangisan dari kamar anak mereka. Suara si Ragil.

.

Ragil : “ Huuu...huu.., Mama...mama....”.

Pakne : “ Wah, si Ragil bangun, kenapa tuh, Ma? Digigit nyamuk kali?”

Makne : “ Iya, coba kita lihat”.

Mereka pun bergegas menuju tempat tidur anak-anak mereka. Tampak Ragil terbangun dari tidurnya dan mencari-cari Mamanya.

Pakne : “ Hellooo,..adik kenapa? Digigit nyamuk ya?”

Ragil : “ Huuu..huuu...,..Maa.....maa..”

Makne : “ Iya, Adeek. Ini Mama di sini”. (sambil memondong Ragil)

Ragil : “ Huu,..Mamaa,...nenen, Maaa”.

Makne : “ Iya, dik..iya...” (mulai memberi ASI untuk Ragil).

Pakne : “ Hehehe.., buat anaknya dulu ya, Ma?...aduh..aduhh..”.

Makne : “ Hihi.., iya dong, Yah. Ngalah lagi, yaaaa”

Pakne : “ Iya, deh. Ngalah lagi, deeeh”. (sambil ngeloyor)

Makne : “ Mau kemana, Yah?”

Pakne : “ Nonton Steven Seagal lagi, ah”.

.

Pakne pun melanjutkan kembali menonton TV. Tersenyum sendiri, tapi kalau dia mau bercermin, senyumnya unik sekali.

.

***

.

.

C.S.

Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun