Mohon tunggu...
C.H.R.I.S.  (Paknethole)
C.H.R.I.S. (Paknethole) Mohon Tunggu... Bapakne cah-cah -

Kiranglangkungipun Nyuwun Agunging Samudra Pangaksami.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengenang Trilogi Pembangunan

26 Januari 2012   04:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:26 6498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Orde baru telah berlalu. Meskimasa perjalanan bangsa Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto itu banyak dianggap meninggalkan kenangan “buruk” dan akhirnya tergulung reformasi, namun sebenarnya tidak menutup kenyataan bahwa program-program pemerintah saat itu tidak semuanya jelek juga.

Bukan bermaksud mengkampanyekan kembali pola-pola yang pernah dijalankan pemerintah di jaman orde baru, tapi sedikit mengenang dan mengaktualkan bahwa sejatinya program-program terkait pembangunan di masa itu, jika disejajarkan dengan kebijakan yang ditetapkan dan dijalankan pada era reformasi saat ini, secara substansi tidaklah jauh berbeda. Bahkan jika dilihat dari sisi sosialisasi serta membumikannya kepada rakyat, kebijakan era lama itu tampak lebih menyapa.

Terlepas dari polemik mengenai maksud dan tujuan mengekalkan sebuah kekuasaan, namun kenyataannya pada waktu itu program-program pembangunan begitu lekat di kepala rakyat. Saya masih ingat, bahkan pada usia Sekolah Dasar (SD) pun waktu itu sudah lumayan mengenal (meski tidak begitu memahami total, karena lebih sering tingkatannya hanya menghafal) apa itu GBHN, Repelita dan Trilogi Pembangunan.

Silahkan kita bandingkan dengan anak-anak SD jaman sekarang. Apakah mereka mengenal “produk sejenis itu” yang saat ini telah berubah menjadi Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, RPJP,RPJM, bahkan MP3EI? Jangankan anak-anak SD, mungkin untuk tingkatan di atasnya pun baik itu SMP, SMU atau bahkan mahasiswa sekalipun akan tergagap gugup jika ditanyakan tentang hal itu. Termasuk Saya juga dan mungkin Anda.

Sedikit mengenang dan membandingkan, meski sebelumnya Saya minta maaf jika banyak ketidaktepatan pengungkapan karena tumpulnya ingatan serta kemalasan membuka referensi. Dan lagi-lagi minta maaf juga jika membosankan dan membuat Anda mengantuk. Mari kita sedikit mengingat pelajaran sekolah jaman dulu dan apa yang berlangsung sekarang.

Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) adalah haluan negara tentang penyelenggaraan negara dalam garis-garis besar sebagai pernyataan kehendak rakyat secara menyeluruh dan terpadu. GBHN ditetapkan oleh MPR untuk jangka waktu 5 tahun. Lalu penjabaran rencana pembangunannya di tuangkan dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang disemangati dengan Trilogi Pembangunan dalam pelaksanaannya.

Nah, khusus Trilogi Pembangunan ini Saya anggap sebenarnya masih sangat bisa dan sebanding dengan kebijakan yang diambil pemerintah sekarang.

Trilogi Pembangunan adalah wacana pembangunan nasional yang dicanangkan oleh pemerintahan orde baru di Indonesia dalam sebagai landasan penentuan kebijakan politik, ekonomi, dan sosial dalam melaksanakan pembangunan negara.

Trilogi pembangunan terdiri dari:

1.Stabilitas Nasional yang dinamis

2.Pertumbuhan Ekonomi Tinggi, dan

3.Pemerataan Pembangunan dan hasil-hasilnya.

Coba kita pelototi tiga poin ini. Bukankah tiap poin ini sampai sekarang sebenarnya tak lekang? Cukup mantap jika menjadi garis semangat pembangunan, bukan? Apalagi terkait pemerataan itu ada pula yang disebut 8 (delapan) jalur pemerataan (tak usah dijabarkan lah, nanti kepanjangan).

Jika dibandingkan dengan program serta rencana yang akan atau telah dilaksanakan pemerintah kita saat ini, dengan tiga cita-cita di atas, tetap bisa kita evaluasi kok, sampai dimana bangsa kita bergerak.

Jika boleh memandang apa yang telah kita capai saat ini dengan anggap saja parameter di atas, maka Saya lihat Stabilitas Nasional kita masih lumayan “baik” meski banyak hal yang harus diwaspadai secara serius (terkait isu/peristiwa yang bisa menjadikan perpecahan/instabilitas), Pertumbuhan ekonomi sepertinya oke juga tuh, sekitar 6% an bahkan target tahun ini 6,7%. Tapi!, tapi ini nih!, jika dikaitkan dengan tolak ukur Pemerataan Pembangunan dan hasil-hasilnya, sepertinya kita sepakat bahwa yang ketiga ini masih jalan ditempat, tampaknya selalu menjadi PR yang tidak selesai-selesai. Padahal ketiga semangat di atas saling berkaitan dan berpengaruh satu sama lain, jika ada yang tidak tercapai maka akan “mengganggu” pencapaian yang lain. Jika ketiganya tercapai, cukup pantaslah jika dikatakan pembangunan masyarakat adil dan makmur telah berhasil.

Tapi sayangnya pada masa orde baru, banyak dipandang trilogi ini banyak dihiasi keinginan melanggengkan kekuasaan saja. Stabilitas ditindaklanjuti dengan pengekangan kebebasan, pertumbuhan ekonomi yang “ngoyo” menjadikan terlalu mendewakan kapital. Dan pemerataan masih bagai mimpi di siang bolong (merata sih,...merata miskinnya), kebijakan yang selalu tersentralisasi membuat banyak sumbatan yang memandegkan proses pembangunan.

Mungkin karena rakyat memandang sisi kurang baiknya sentralisasi dan juga kelemahan-kelemahan penerapan trilogi di atas, maka secara tidak pandang bulu pada era reformasi, dengan adanya Amandemen UUD 1945 dimana terjadi perubahan peran MPR dan presiden, GBHN tidak berlaku lagi (MPR memang perannya tidak terlihat sekarang ini ya?). Sebagai gantinya, UU no. 25/2004 mengatur tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang menyatakan bahwa penjabaran dari tujuan dibentuknya Republik Indonesia seperti dimuat dalam Pembukaan UUD 1945, dituangkan dalam bentuk RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang).

Skala waktu RPJP adalah 20 tahun, yang kemudian dijabarkan dalam RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah), yaitu perencanaan dengan skala waktu 5 tahun, yang memuat visi, misi dan program pembangunan dari presiden terpilih, dengan berpedoman pada RPJP. Di tingkat daerah, Pemda harus menyusun sendiri RPJP dan RPJM Daerah, dengan merujuk kepada RPJP Nasional. Dan baru-baru ini, terkait program-program di atas, telah di keluarkan kebijakan (Perpres No.32 Tahun 2011) tentang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) 2011-2025. Tapi mungkin karena kemalasan Saya membaca dengan cermat atau memang seperti itu bentukannya, Saya tidak melihat kebijakan ini ada yang fokus menyentuh pada sisi “pemerataan”. Meski sebenarnya jika semua terlaksana dengan baik pemerataan ini diharapkan akan tercapai juga, tetap saja terkesan bahwa kebijakan yang selama ini dibuat tertuju pada percepatan mengejar pertumbuhan. Dan lagi, dari sisi adanya otonomi daerah, kenyataannya justru menjadi fenomena tidak sinkronnya rencana secara nasional dengan kebijakan di daerah. Ah, entahlah, mudah-mudahan saja jika semua rencana terlaksana sebagai mana mestinya, tetap mengarah juga ke pemerataan.

Aduuh, kepanjangan ya? Sorry bikin ngantuk. Jadi, setelah kita sedikit mengenang tentang kebijakan masa lalu, terutama terkait Trilogi Pembangunan, hal yang minimal dapat kita petik adalah tidak semua kebijakan Orde Baru itu buruk, hanya pelaksanaannya saja yang tidak tepat. Dan juga tidak semua kebijakan Orde Reformasi itu jelek atau baik, meski menggulung habis kebijakan lama yang substansinya sama. Sebaik apapun itu kebijakan, jika tidak dilaksanakan dengan semangat demi kesejahteraan rakyat, maka akan menjadi buruk. Dan seburuk apapun itu kebijakan, jika penuh semangat dan kesadaran demi kemakmuran bersama, maka bangsa inilah yang akan melengkapi dan menyempurnakannya. Setali tiga uang dengan undang-undang, sebaik apapun aturannya jika niatnya tidak baik pasti akan dicari celahnya dan dan selemah apapun aturannya jika niatnya dilaksanakan dengan baik pasti diadopsi secara bijaksana.

Semangat membangun demi kemajuan dan kemakmuran bersama dalam penerapan/pelaksanaan, itulah yang paling penting.

He..he.., Saya seperti sedang kampanye ya? Maaf, ah.

Salam sejahtera.

.

.

C.S.

Nb: Terkait materi pokok, Saya sebenarnya tidak hapal semua, sebagian nyontek dari berbagai sumber.Tks.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun