Mohon tunggu...
C.H.R.I.S.  (Paknethole)
C.H.R.I.S. (Paknethole) Mohon Tunggu... Bapakne cah-cah -

Kiranglangkungipun Nyuwun Agunging Samudra Pangaksami.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Beri Mereka Contoh!

31 Oktober 2012   06:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:10 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ada teori yang dicetuskan oleh Phytagoras yang mengatakan bahwa untuk menemukan panjang sisi miring dari sebuah segitiga siku-siku adalah a²+b²=c² . Yang mana "a" adalah sisi tegak, "b" sisi datar dan "c" adalah sisi miringnya. Yang bener gimana sih, Pak’e? Saya kok belum mudeng, jangan-jangan Pak’e cuman “ngapusi”, asal ngasih teori. Coba dong dikasih contohnya!

Ooo, ya udah. Ini tak kasih contoh. Misalnya ada segitiga siku-siku, panjang sisi tegaknya 4 cm, panjang sisi datarnya 3 cm, maka cara mencari panjang sisi miringnya bisa menggunakan rumus itu. Jadi a=4, lalu b=3, maka c nya berapa?  Ya, masukkan ke dalam rumus, to?  4²+3²=c². Lanjutkan, 16+9=c². Nah, c²=25 kan? Berarti, berapa c-nya? Ya tinggal di tarik akarnya, dong. Bisa kan? √25=5, jadi, panjang sisi miringnya adalah 5 cm.

Hehe,..kayaknya nggak salah kan ya, pelajaran “matematika” yang saya gunakan sebagai pembuka di atas? Kalau salah, mohon dimaafkan, kalau benar ya sukur. Intinya, saya hanya mengilustrasikan saat kita membimbing anak(didik) sebuah pelajaran, yaitu matematika. Agar lebih mudah mereka mengerti, pemberian contoh sangat diperlukan.

Seperti juga dalam pengajaran yang sifatnya “ilmu pasti”, pemberian contoh pun berperan besar dalam berhasilnya “pendidikan” untuk ilmu-ilmu lain. Tak terkecuali pembelajaran sejenis moral, etika, bahkan agama. Generasi penerus, katakanlah anak didik, akan cenderung memberikan porsi  besar pada apa contoh yang dia lihat, atau ditunjukkan.

Namun, ada gejala bahwa sistem (formal) yang berjalan  ataupun penghargaan  pada keberhasilan pengajaran terpaku pada standar angka-angka saja. Banyak yang “panik” bahkan “stress” ketika anak-anaknya lambat dalam menguasai ilmu calistung, bahkan terpaksa membebani mereka dengan jejal-jejal privat yang merampas masa bermainnya. Padahal, “stress” itu lebih layak dialami orang tua yang meskipun anaknya cerdas dalam pelajaran formal, angka-angka hasil ujiannya rata-rata 10, namun tak memiliki sopan santun, sering berbohong dan suka memukul temannya.

Kita tentu sepakat, disamping pendidikan formal, orang tua/keluarga adalah guru dan contoh terdekat bagi generasi penerus untuk belajar, melihat, dan menjadi teladannya. Tak bisa berharap banyak dengan hanya mengandalkan mereka untuk mampu “memilah” dengan sendirinya. Peluang besar yang terjadi adalah “meniru”nya.

Di luar peran orang tua atau lembaga pendidikan formal, media massa pun seharusnya menyadari tanggung jawabnya terhadap perkembangan anak-anak/generasi penerus. Sayangnya, media massa saat ini justru tampak menjauh dari peran membantu para orang tua dalam mendidik anaknya. Silahkan saja dicermati, berapa banyak peristiwa buruk yang selalu dijadikan berita besar atau dibesar-besarkan (bad news is best news). Tayangan debat kusir, sinetron mengajak “hedon”, kerusuhan dan segala kekerasan yang diulang-ulang sangat rawan ditonton bahkan dianggap “biasa”  dan "akrab" oleh anak-anak sehingga menjadi “teladan” untuk menirunya. Jangankan anak-anak, yang sudah tua saja bisa terbawa.

Yakinkah bahwa mereka akan menjadi generasi yang baik ketika mendengar petuah berbusa-busa tentang moral, sedangkan apa yang sering disaksikannya bertolak belakang? Bukankah itu sama juga "bohong", "ngapusi"? Siapa yang harus bertanggung jawab? Semua. Orang tua, pendidik formal, negara, termasuk juga media massa. Berikan mereka contoh. Sekali lagi, cerdas atau pintar saja tak cukup, harus diimbangi dengan moral/etika yang luhur. Karena sebenarnya  “ lebih baik memiliki anak yang bodoh tapi bermoral, daripada cerdas tapi jahat,sebab orang cerdas yang jahat adalah bencana besar”.

Salam pendidikan. Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tutwuri handayani. Masih ingat?

.

.

C.S.

Konon, nenek moyang Australia adalah kaum tahanan kriminal di Inggris

Sekarang, banyak yang mengatakan Australia negara ternyaman, paling rendah tingkat kriminalnya...

Konon, nenek moyang Indonesia adalah orang-orang berbudi luhur..

Sekarang ?....jangan putus asa..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun