Mohon tunggu...
C.H.R.I.S.  (Paknethole)
C.H.R.I.S. (Paknethole) Mohon Tunggu... Bapakne cah-cah -

Kiranglangkungipun Nyuwun Agunging Samudra Pangaksami.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senyum Sang Dara

29 Agustus 2012   10:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:11 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dia anggun dan penuh pesona, gadis manis yang tak juga mampu kuselami, apa misteri yang selama ini melingkupi hidupnya. Sekian lama sejak mengenalnya pada sebuah pagelaran tari, membawaku terjebak pada sebuah relasi yang aku tak mengerti. Dara, nama yang sungguh sejelita sosoknya, saat pertama kali kujabat lembut tangannya. Lalu menjadi cerita hari-hari sering kulalui bersamanya, dalam hiasan tanda tanya yang selalu terpelihara tentang dia yang terkadang tampak ceria penuh tawa, namun esoknya, ataupun dalam jeda yang kadang tak lama mampu mengubahnya menjadi putri yang sedingin salju beku. Murung, tanpa satupun usahaku mampu mencairkannya. Hanya dia yang mampu menciptakan sendiri rona cerianya, saat tubuh indahnya gemulai berpadu irama, dalam panggung tari yang dia ingin aku selalu hadir menyaksikannya.

“ Pokoknya Mas Surya harus datang, hanya kamu yang mengerti setiap gerak tari yang aku abdikan..”

Biasanya aku hanya mengangguk, tak ada daya menolaknya, meskipun setumpuk berkas dan rencana kerja yang mengharuskan waktu tersita. Tapi telaga bening itu seolah perintah yang tak terbantah. Juga sangkalku  yang tak juga mampu terucap, bahwasanya aku tak pernah mengerti apa itu gerak tari. Sejauh ini aku hanya menyukai dan menikmati, setiap detik gerak gemulai raganya menari. Dan satu yang pasti, aku hanya meresapi getaran-getaran indah yang menjalar di pembuluh darah, setiap kali ia biaskan senyum di sela-sela tariannya, yang itupun hingga kini tak juga aku mengerti sejatinya arti.

“ Dara, aku merasakan cinta di antara kita..”

Akupun pernah bertindak bodoh dengan menyatakan itu pada sebuah senja. Jawabannya memang tak pernah menyakiti, mungkin lebih tepat karena ia tak pernah menjawabnya. Dara hanya tertawa lepas tanpa henti, namun kurasa ada hampa dari derai merdu itu. Lalu kembali selaput kabut yang menyandera elok wajahnya, juga luruh helai rambut yang terhembus angin di dahinya, lalu tunduk dalam syahdu. Indah sekali namun sendu siluetnya diterpa temaram sunset.

“ Mas, itu tak sederhana. Kita tak mungkin mewujudkan itu. Aku belum mengerti, apakah di antara kita ada cinta ataukah asmara buta.., lalu sampai kapan kita bisa bersama”

Dan benar apa yang dikatakannya. Dara tak pernah lagi menyampaikan kabar, sejak pamitnya terakhir menggelar pertunjukan tari di mancanegara. Meninggalkan aku dengan misteri yang tersisa, tentang siapa dan apa penyebab kabut di teduh matanya, yang sering menjadikan sebuah batas tipis antara ceria lalu duka, juga gemulai gerak indah di antara irama.

Namun jawaban tentang rasa bukanlah kebodohan semata, aku yakin itu getar cinta, seperti keyakinanku bahwa di dadanya juga ada. Kenangan bersamanya masih selalu hadir dalam  mimpiku, dia menari hanya untukku. Tiap lamunan rinduku membisikkan lagu...

“ Dara..

Kau sungguh jelita...

Anggun..

Dan penuh pesona..

Binar bola matamu

Dan senyum yang menawan

Menggetarkan jiwa

Oh Dara..

.

Kau pikat hati yang tak mengerti

Apa arti senyum

Di sela-sela tarianmu

Namun sikap wajahmu tlah hilang

Ditepis gairah

Cinta yang begitu dalam

Kucari engkau ke sana

Ku cara engkau ke sini

Ke ujung duniapun

Tak peduli...”

.

.

C.S.

just...story..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun