Mohon tunggu...
Christopher lesmana
Christopher lesmana Mohon Tunggu... Atlet - Blogger

Christopherlesmana97@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hiroshima-Nagasaki: Harga yang Harus Dibayar demi Sebuah "Perdamaian"

14 Agustus 2020   16:50 Diperbarui: 6 Agustus 2022   07:42 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulan ini tepatnya di Agustus 2020 adalah peringatan 75 tahun jatuhnya bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki.

Jatuhnya bom atom di kedua kota tersebut pada tahun 1945 menjadi sebuah penanda berakhirnya Perang Dunia II sekaligus memastikan kekalahan Jepang di Perang Dunia II yang merupakan salah satu konflik terbesar dan menyedihkan dalam sejarah umat manusia yang menelan jutaan korban jiwa prajurit dan rakyat tidak bersalah serta kerusakan besar yang ditimbulkan dan terjadi di semua negara.

Bagi negara Jepang, peristiwa Hiroshima dan Nagasaki ini telah meninggalkan luka dan trauma yang cukup mendalam. Bukan hanya korban jiwa dan kerusakan semata, namun juga telah meninggalkan jutaan korban cacat permanen dan generasi seterusnya yang harus merasakan penderitaan seumur hidup karena bom atom tersebut.

Meskipun, banyak sekali yang beranggapan bahwa bom Hiroshima dan Nagasaki tersebut adalah sebuah karma dan akibat yang harus diterima oleh Jepang karena mereka telah memulai Perang Dunia II dan membantai jutaan orang di daerah jajahanya. Akan tetapi, apa yang terjadi di Hiroshima dan Nagasaki telah meninggalkan sebuah "warisan" yang cukup menakutkan di masa depan dan berimbas kepada kita seperti sekarang ini.

Lalu apa "warisan" yang dimaksud tersebut ? Pada tahun 1945, ketika Perang Dunia II sudah berada di lembaran akhir dan Jepang sudah dalam kondisi terdesak sembari menunggu takdir, Amerika Serikat dan sekutunya merencanakan sebuah rencana invasi besar-besaran terhadap negeri Sakura yang dinamakan Operation Downfall.

Layaknya, seperti apa yang dilakukan oleh mereka terhadap Jerman, Amerika Serikat dan sekutnya berencana untuk melakukan invasi terbesar yang mungkin saja akan terjadi dalam sejarah Perang Dunia II tersebut.

Akan tetapi, meskipun Jepang sudah habis-habisan dalam Perang Dunia II tersebut, mereka diprediksi akan memberikan perlawanan yang sengit untuk mempertahankan tanah air mereka, seperti dengan apa yang dilakukan oleh Jepang di Okinawa meskipun Jepang secara kelengkapan dan suplai senjata telah hancur lebur, tentara Jepang dengan bantuan rakyat lokal Okinawa yang terkenal dengan slogan Bushido dan Banzai-nya ternyata mampu memberikan perlawanan yang sangat sengit terhadap pasukan Amerika Serikat sehingga mampu menimbulkan korban jiwa sebanyak mungkin di pihak Amerika Serikat.

Tentu saja apa yang terjadi Okinawa membuat para petinggi militer Amerika Serikat harus memikirkan konsekuensi yang harus dihadapi jika invasi itu benar terjadi. Diperkirakan 1 juta prajurit Amerika Serikat dan Sekutunya akan tewas dalam invasi ke negeri matahari terbit tersebut.

Untuk mencegah terjadinya pertumpahan darah dan kengerian dalam membayangkan kematian yang akan dihadapi jutaan prajurit Amerika Serikat tersebut, maka muncullah suatu ide akan solusi supaya Perang tersebut bisa secepatnya berakhir tanpa harus "menyediakan jutaan peti mati" untuk para prajurit yang gugur dalam invasi Jepang nantinya.

Ketika ada seorang ilmuwan yang berhasil menemukan sebuah "rumusan senjata yang mampu mengakhiri perang dalam sekejab", Presiden Amerika Serikat beserta jajaran petinggi militernya segera mengadakan rencana untuk melakukan uji coba tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun