Mohon tunggu...
M Chozin Amirullah
M Chozin Amirullah Mohon Tunggu... Relawan - Blogger partikelir

Antusias pada perubahan sosial, aktif dalam gerakan mewujudkannya. Menghargai budaya sebagai bunga terindah peradaban. Memandang politik bukan sebagai tujuan namun jalan mewujudkan keadilan sosial. Tak rutin menulis namun menjadikannya sebagai olah spiritual dan katarsis. Selalu terpesona dengan keindahan yang berasal dari dalam. Ketua Gerakan Turuntangan, Mengajak anak muda jangan hanya urun angan tetapi lebih bauk turun tangan. Kenal lebih lanjut di instagram: chozin.id | facebook: fb.com/chozin.id | twitter: chozin_id | Web: www.chozin.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Muasal Kalender Hijriyah

15 Juli 2014   13:22 Diperbarui: 9 Agustus 2021   18:43 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: tulisanterkini.com

Sebelum era Islam, orang Arab sebenarnya sudah menggunakan kalender luni-solar, yaitu kalender gabungan antara penanggalan lunar (bulan) dengan penanggalan solar (matahari). Penanggalan lunar yang jumlah harinya lebih sedikit disesuaikan dengan jumlah hari pada kalender solar. Kalender lunar hanya memiliki 354 hari dalam setahun (selisih 11 hari dari kalender solar), oleh karena itu, agar sesuai dengan kalender solar yang memiliki 365 hari, mereka menambahkan bulan tambahan (bulan ke-13) untuk setiap beberapa tahun sekali, yang disebut nasi’. Kenapa tahun nasi’ itu ada? Agar bulan Muharram (yang merupakan awal tahun baru) akan selalu jatuh setelah musim panas (sekitar bulan September – menurut kalender solar).

Sayangnya, pada waktu itu selalu saja ada konflik antar suku dalam memutuskan tahun ‘nasi. Setiap suku di Arab memiliki pendapat berbeda-beda untuk memulai tahun barunya. Kadang konflik tersebut menyebabkan perang antar suku, karena ketika satu suku memiliki keputusan yang berbeda untuk memulai tahun baru, mereka juga akan memulai bulan Muharram pada waktu berbeda pula. Oleh karena itu penamaan Muharram sebenarnya dibuat untuk menghindari terjadinya konflik tersebut. Muharram berarti bulan larangan. Dinamakan demikian karena pada bulan tersebut adalah bulan tidak boleh pergi berperang.

Muharram adalah bulan perdamaian dimana suku-suku di Arab waktu itu mempunyai kesepakatan untuk tidak saling perang. Sayangnya, kesepakatan tersebut seringkali dilanggar dan suku-suku masih berkonflik dalam menentukan tahun nasi'. Konflik antara suku-suku Arab tersebut baru bisa diakhiri setelah bangsa-bangsa di Arab bisa dipersatukan oleh Nabi Muhammad SAW. Al-Quran surat At-Taubah ayat 36-37 memerintahkan  mereka untuk menggunakan kalender lunar yang sebenarnya (yaitu yang memiliki 354 hari dalam setahun, atau 11 hari kurang dari kalender solar).

Dengan perintah tersebut, mereka tidak perlu lagi untuk menambahkan bulan tambahan pada setiap beberapa tahun, yang seringkali malah menimbulkan konflik antar suku.

"Jumlah bulan di sisi Allah adalah dua belas (dalam setahun) – ditahbiskan oleh-Nya pada hari dimana Dia menciptakan langit dan bumi; di antaranya empat kekudusan (suci). Yang demikian adalah agama yang lurus. Janganlah kamu mendzalimi dirimu di dalamnya. Lawanlah kaum pagan (musyrik) karena mereka memerangi kamu. Tetapi ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertaqwa." (QS At-taubah 36).

Sesungguhnya nasi’ adalah tambahan dari orang-orang kafir. Mereka membuat diperbolehkan satu tahun, dan dilarang satu tahun lagi, dalam rangka menyesuaikan jumlah bulan dilarang dan membuat seperti yang sah. Mereka memang dihiasi perbuatanya dengan hal-hal yang buruk. Dan Allah tidak memberi petunjuk orang-orang yang kafir. (Q.S. At-Taubah 37).

Nama-nama Bulan

Selain Muharram, nama-nama bulan dalam kalender Arab yang masih luni-solar menyesuakan dengan musim. Misalnya, bulan Shafar yang merupakan bulan kedua dalam kalender lunar, artinya harfiahnya adalah “kuning”, saat dimana daun-daun mulai menguning. Dalam penanggalan Masehi, bulan Shafar bertepatan dengan bulan September.

Bulan Rabi’ul Awal dan Rabi’ul Akhir, keduanya berarti musim gugur. Rabi’ artinya jatuh (gugur). Rabiul Awal berarti musim gugur yang pertama yang bertepatan dengan bulan November. Sedangkan Rabiul Akhir berarti musim gugur yang terakhir (bulan Desember).

Jumadil Awal dan Jumadil Akhir adalah bulan-bulan beku. Bertepatan dengan bulan Januari dan Februari. Jumadil asal katanya jumud, artinya beku (stagnan). Bulan Jumadil Awal berarti bulan beku pertama (Januari) dan Jumadil Akhir berarti bulan beku kedua (Februari).

Rajab artinya meleleh. Disebut bulan Rajab, karena pada bulan tersebut adalah saat di mana salju mulai mencair dan mulai berpindah ke musim semi. Bulan tersebut bertepatan dengan bulan Maret.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun