Mohon tunggu...
M Chozin Amirullah
M Chozin Amirullah Mohon Tunggu... Relawan - Blogger partikelir

Antusias pada perubahan sosial, aktif dalam gerakan mewujudkannya. Menghargai budaya sebagai bunga terindah peradaban. Memandang politik bukan sebagai tujuan namun jalan mewujudkan keadilan sosial. Tak rutin menulis namun menjadikannya sebagai olah spiritual dan katarsis. Selalu terpesona dengan keindahan yang berasal dari dalam. Ketua Gerakan Turuntangan, Mengajak anak muda jangan hanya urun angan tetapi lebih bauk turun tangan. Kenal lebih lanjut di instagram: chozin.id | facebook: fb.com/chozin.id | twitter: chozin_id | Web: www.chozin.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jaring Abadi Islam di Nusantara

26 Mei 2016   17:33 Diperbarui: 26 Mei 2016   17:59 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjalanan Jakarta -Jogja, menggunakan maskapai Air Asia. Nomor kursi di boarding pass-ku menunjukkan angka 24F, yang berarti lokasinya di jendela. Padahal aku barisan paling belakang ketika masuk pesawat, untuk sampai ke tempat dudukku musti melewati dua penumpang lain yang sudah terlebih dahulu duduk dengannya nyamannya di kursi."Permisi, 24F?", saya minta izin untuk bisa lewat ke kursiku. Satu penumpang - berjilbab - yang melepaskan seatbelt dan kemudian berdiri menjauh dari kursi mempersilahkanku. Satu lagi, yang duduk di tengah, berjilbab juga, lebih muda, agaknya enggan untuk beranjak. Lalu aku bilang, "boleh saya melewati tanpa Mbak harus meninggalkan kursi?". Dia tersenyum, sambil langsung angkat kakinya naik, mempersilahkanku melewat gang antara kursi yang memang sempit itu.Agak kaget juga, tak biasanya, perempuan, berjilbab pula, langsung angkat kaki naik untuk mempersilahkanku  bisa lewat. Pelan-pelan aku melewatinya dan duduk di kursi yang dekat jendela. Dalam hatiku langsung berguman, "emmh,.... ini pasti anak pesantren neh,... biar cewek tapi berani!". Sebagai orang ex-pesantren, feeling langsung nyambung. Tipikal cewek pesantren biasanya memang begitu, agak agresif dan berani di luar tatanan etika mainstream yang biasanya berlaku.Saat pesawat sudah mulai bergerak, rasa penasaranku semakin menjadi. Ingin membuktikan apakah dia anak pesantren dengan mencoba mengajaknya bicara. Tapi tiba-tiba urung, begitu mendengar kedua cewek di sampingku ini saling bercakap, mereka menggunakan Bahasa Thai (Thailand). Penasaran bertambah menjadi dua, jarang-jarang ada orang berjilbab tetapi menggunakan bahasa ibu Thai. Demi menebus rasa penasaranku, aku coba mengajak bicara mereka dengan Bahasa Inggris. "Where are you come from?", tanyaku pelan. Mereka menjawab dengan Bahasa Indonesia yang fasih, "Kami dari Thailand".  "Thailand mana, Pattani?" "Bukan,... dari Bangkok""Ke Jogja ada acara apa?""Kami mondok di Jogja, di Pondok Pesantren Krapyak"Akhirnya kami ngobrol. Yang sebelahku, baru kelas dua Madrasah Tsanawiyah. Yang sebelahnya lagi kuliah di UIN Sunan Kalijogo. Mereka bercerita bahwa banyak anak-anak Thailand yang kuliah atau mondok di Jogja. Bahkan ratusan jumlahnya. Mereka tak memilih kuliah di tempat lain, karena mondok di Jawa katanya pendidikan agamanya bagus. Ini sudah menjadi cerita umum di sana, di kalangan warga Muslim di Thailand. Dan ini sudah turun temurun. Keluarga-keluarga Muslim suka mengirimkan anak-anak mereka sekolah di Jawa. Jejaring ini jauh dari riuh-ramainya cerita di media. Jarang yang meng-ekspose. Inilah sebenar-benarnya jejaring Islam Nusantara, jejaring yang sudah terajut ratusan bahkan lebih dari seribu tahun yang lalu, yang jangkauannya melebihi sekat-sekat negara di Asia Tenggara.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun