Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mencari Pesan-pesan Tersembunyi dari Tewasnya Santoso

22 Juli 2016   21:37 Diperbarui: 22 Juli 2016   21:47 1270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: news.detik.com

Ahirnya Santoso alias Abu Wardah tewas diterjang timah panas aparat gabungan TNI-Polri dalam sebuah baku tembak yang mencekam selama setengah jam di daerah pesisir utara Poso, Sulawesi Tengah. Santoso yang tidak ada sangkut pautnya dengan bus malam PO. Santoso itu tewas bersama anak buahnya yang bernama Muchtar. Walaupun ditaksir masih ada 19 orang lagi anak buah Santoso yang masih bersembunyi di dalam hutan, namun berita tewasnya Santoso ini sedikit memberikan kelegaan bagi masyarakat.

Sudah terlalu banyak tulisan mengenai sepak terjang Santoso yang dipublikasikan, dan tulisan ini tidak bermaksut untuk memperbanyak sepak terjang Santoso yang tidak bisa lagi untuk menerjang itu. Tulisan ini lebih, berusaha mencari pesan-pesan yang tersembunyi dibalik peristiwa penembakan ini.

Operasi penumpasan Santoso and the gang ini sudah berlangsung lama dengan beberapa kali pergantian sandi operasi, yang tentu dengan metode dan target operasi yang berbeda pula. Dimulai dengan operasi “Camar Maleo” hingga “Operasi Tinombala”

Setelah melakukan evaluasi mendalam dari beberapa operasi sebelumnya, mengganti strategi penumpasan dan merombak beberapa personil, ahirnya Operasi Tinombala ini terbilang sukses  dengan tewasnya Santoso.

Memang ada yang bertanya, mengapa menumpas gerombolan kecil begitu saja kita tidak mampu? Medan persembunyian Santoso dan anak buahnya itu adalah hutan belantara Gunung Biru yang sangat terjal dan berjurang dalam. Santoso dan anak buahnya sangat menguasai betul hutan tersebut senjak konflik Poso dahulu sekitar tahun 2000. Tentu saja aparat tidak akan gegabah mengejar meraka, ditambah kemungkinan bahaya ranjau dan jebakan yang menanti mereka.

Memutuskan rantai logistik dengan mengisolir para teroris ini memang sudah pas, karena pasti akan membuat teroris tersebut “turun gunung” Memang ini akan membutuhkan waktu yang agak lama, dan membutuhkan kesabaran warga sekitar Poso yang pasti akan kurang nyaman akibat proses pemeriksaan ketat aparat ini. Kesabaran aparat menghadapi “teknik gerilya” teroris ini ahirnya membuahkan hasil manis.

Kini yang dibutuhkan aparat adalah sedikit kesabaran lagi. Selain logistik, persediaan amunisi dan obat-obatan pastilah sudah sangat minim. Peristiwa tembak-menembak kemarin jelas telah mengurangi peluru teroris yang tidak mungkin bisa mereka buat sendiri ditengah hutan. Mungkin yang tersedia kini hanya beberapa butir peluru dan bom rakitan. Walaupun para teroris itu mempunyai kemampuan “survival” hidup ditengah hutan, akan tetapi itu hanya berlaku ketika fisik dan mental mereka dalam keadaan prima!

Aparat gabungan Polri-TNI tidak perlu terburu-buru untuk menuntaskan operasi ini, terutama akibat euforia dari masyarakat, dan juga animo para petinggi negara yang ingin cepat-cepat menghajar para teroris ini. Mungkin yang dibutuhkan hanya sedikit kesabaran lagi yang sekaligus juga berguna untuk mengurangi segala resiko yang mungkin dapat dihadapi anggota dilapangan.

Pesan penting lainnya dari dunia terorisme adalah, patah tumbuh hilang berganti. Terorisme di kaki gunung Biru Poso mungkin telah berahir. Akan tetapi masih banyak gunung-gunung lain yang dapat dijadikan tempat latihan dan persembunyian teroris. Itulah sebabnya pesannya menjadi sangat penting, karena gunung Biru itu dapat dijadikan “referensi” untuk keperluan penumpasan teroris di gunung-gunung lain.

Ketika gunung telah habis, maka teroris itu akan berpindah ke bukit, lembah, sungai atau bahkan ke “kolong tempat tidur” Itulah sebabnya operasi penumpasan teroris tidak akan pernah habis selama bumi masih berputar pada porosnya. Aksi terorisme terkadang tidak memerlukan alasan yang jelas dan masuk diakal. “Para pengantin bom” bahkan tidak memilih waktu dan tempat untuk melakukan aksinya.

Itulah sebabnya penanganan masalah terorisme tidak bisa hanya bersandarkan pada “text-book” atau pendekatan psikologis semata. Aksi-aksi terorisme yang terjadi selama ini, merupakan “Maha guru” untuk pembelajaran dalam mengahadapi aksi-aksi terorisme yang selalu berkembang dan beradaptasi dari waktu kewaktu, seperti yang kita lihat pada aksi teror Nice beberapa waktu yang lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun