Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Surat Terakhir untukmu Sahabat

23 September 2021   19:25 Diperbarui: 23 September 2021   19:31 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku pernah ditusuk seorang bocah yang badannya jauh lebih kurus dariku hanya karena rebutan burger bekas dari tong sampah.

Gelandangan dan pengemis jalanan sering baku tikam hanya karena masalah sepele. Mulai dari rebutan kardus bekas hingga kaplingan tempat tidur.

Aku pernah memukul kepala seseorang dengan batu hingga darahnya membasahi sekujur tubuhku. Dini hari itu aku sudah tertidur lelap di emperan sebuah toko. Lalu datang seseorang menindih tubuhku. Nafasnya mendengus-dengus di leher dan ia memelukku dengan kuat.

Aku berteriak ketakutan, tapi orang di sampingku diam saja, seperti orang tertidur pulas. Aku panik, lalu meraih batu dan memukulkannya ke kepalanya. Ia mengaduh, kemudian berteriak, lalu merintih kemudian diam tak bergerak lagi.

Orang yang di sampingku tadi kemudian terbangun. Ia menatapku dengan tajam, lalu membereskan barang-barangnya dan pindah ke sudut dekat gang. Ia kemudian merebahkan badannya di sana dan kembali tidur pulas seakan tidak terjadi apa-apa.

Alam membentukku dengan keras. Malam beratapkan langit dan siang bermandikan terik sang surya. Aku hidup dan bergaul dengan mahluk sesamaku yang datang ke dunia ini tanpa ditemani sosok ibu, ayah, kakek, nenek atau sebutan apapun itu dalam hierarki manusia normal.

Teori evolusi Darwin benar-benar terbukti di alam liar ini. "Hanya yang kuat bisa bertahan karena yang lemah akan mati dimangsa yang kuat!" Alam kemudian mengajarku untuk menjadi kuat untuk memangsa yang lemah agar aku punya tempat di alam yang semakin sesak ini.

Pada suatu kali aku mencoba peruntunganku dengan menjadi awak kapal. Awalnya aku bekerja di kapal penangkap ikan, lalu di kapal pengangkut batu bara, kapal barang dan kapal pesiar.

Sepuluh tahun bekerja di kapal, aku sudah menjelajahi pelosok dunia. Akan tetapi nasibku sama saja seperti di jalanan dulu karena aku selalu menjadi sosok yang lemah untuk dieksploitasi habis-habisan.

Tidak punya KTP, paspor, visa, sponsor dan izin kerja membuat nasibku seperti telur di ujung tanduk karena rawan digaruk polisi dan petugas imigrasi.

Sepuluh tahun bekerja di kapal, aku tetap tidak punya apa-apa! Bukan itu saja, aku bahkan dibiarkan terlantar di negeri orang dan akhirnya benar-benar digaruk petugas imigrasi. Aku kemudian dideportasi dan kembali ke jalanan, malam beratapkan langit dan siang bermandikan terik sang surya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun