Sekejap mata, masinis KRL dengan stik bisbol di tangan kemudian sudah berdiri dihadapan penulis dengan sorot mata tajamnya.Â
Bisa ditebak, penulis dengan kesadaran sendiri ataupun disadarkan oleh masinis tersebut, pasti akan menyerahkan tempat duduk sialan itu kepada sinenek tadi. Artinya masinis (pemerintah) harus berdiri di depan kepentingan warga yang lebih lemah!
Tak lama kemudian para penumpang menjerit. Stasiun kalibata dan Stasiun pasar Minggu rupanya sudah terlewati oleh masinis tadi tanpa berhenti...
***
Tanggapan Kedua terkait zonasi,
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi adalah kebijakan Menteri Muhajir Effendy pada tahun 2017 lalu. Tujuannya adalah untuk menghilangkan stigma sekolah favorit dan nonfavorit seperti selama ini. Sistim zonasi mengharuskan calon siswa menempuh pendidikan di sekolah yang memiliki radius terdekat dari domisilinya.
Pada pelaksaan PPDB sistem zonasi tahun 2019, Mendikbud Muhajir bahkan sudah menetapkan jalur zonasi mencapai 80%, namun di era Mendikbud Nadiem diturunkan drastis menjadi 50%.
Sistim zonasi ternyata mempunyai kekurangan. Lebih tepatnya sistim zonasi kemudian membuka mata kita kalau ternyata ada ketidakmerataan sekolah pada beberapa wilayah.
Misalnya ada beberapa sekolah yang jaraknya berdekatan padahal calon siswanya tidak terlalu banyak. Akhirnya beberapa bangku sekolah menganggur. Sebaliknya ada Kecamatan yang tidak memiliki sekolah. Akibatnya siswanya bersekolah di Kecamatan lainnya.
Retno Listyarti Juli tahun lalu sebenarnya sudah memprotes kebijakan zonasi ini, dan meminta kepada pemerintah agar sekolah negeri ditambah di beberapa daerah untuk PPDB dengan sistem zonasi.
Namun menurut Muhadjir Effendy, itu adalah tanggung jawab Pemda. "Pemda harus bertanggung jawab dengan semua itu, karena anggarannya semua ada di sana. Selama ini kan kita tidak pernah bisa memastikan daerah mana yang butuh sekolah, daerah mana yang kelebihan sekolah. Sekarang ini kan ketahuan, itu kan niat maksud dari zonasi," ujar Pak Menteri.