Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

New Normal Jangan Dilihat dari Hitam Putih Saja

4 Juni 2020   15:49 Diperbarui: 4 Juni 2020   15:52 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pemeriksaan suhu tubuh, sumber: Tribun News

Ini ibarat memakan buah simalakama. Tak dimakan mati ayah, kalau dimakan mati ibu.

Pilihan terbaik adalah membiarkan perenang muda untuk naik ke permukaan untuk melihat situasi di luar sana. Tentunya orangtua yang tidak bisa berenang tidak diizinkan untuk naik ke atas...

***

Pandemi Covid-19 ini benar-benar telah "membangkrutkan" banyak negara di dunia ini, termasuk Indonesia salah satunya. Kalau PSBB atau lockdown terus dilaksanakan selama setahun penuh, maka pemerintahan Indonesia akan benar-benar "hilang dari peta."

Kas negara benar-benar terkuras akibat dari Pandemi Covid-19 ini. Triliunan rupiah habis untuk biaya pengobatan, jaring pengaman sosial dan progam pencegahan dan penanggulangan Covid-19 ini.

Harap diingat bahwa pemasukan negara itu berasal dari pajak dan penerimaan negara lainnya. Intinya perolehan pajak itu adalah akibat dari aktivitas ekonomi warganya.

Jika aktivitas ekonomi terus berhenti total maka negara tidak punya pemasukan. Akibatnya negara juga tidak akan bisa mengurus rakyatnya.

Jadi New Normal (pelonggaran PSBB) ini ditujukan agar negara tetap mampu menjalankan fungsi-fungsinya sesuai dengan amanat konstitusi, melalui aktivitas ekonomi tadi.

Protokol New Normal adalah sebuah kebijakan untuk membuka kembali aktivitas ekonomi, sosial dan kegiatan publik secara terbatas dengan menggunakan protokol kesehatan yang sebelumnya tidak ada sebelum pandemi Covid-19 ini. karena tidak mungkin juga warga terus menerus berkurung di rumah tanpa suatu kepastian.

Ketidakpastian membuat jutaan karyawan dirumahkan. Sebagian dari mereka itu mendapat pemotongan gaji dan sebagian lagi terpaksa PHK tanpa pesangon karena perusahaan sudah keburu bangkrut. Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut, maka akan timbul kerusuhan sosial.

"Mayday" yang menjadi symbol "keangkuhan" buruh selama ini, benar-benar telah berubah menjadi may-day. Suara buruh kemudian tercekik oleh Covid-19 yang sebelumnya sudah memangsa para tauke pemilik pabrik!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun