Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Rahasia di Balik Permintaan Jatah Menteri Megawati

13 Agustus 2019   02:28 Diperbarui: 13 Agustus 2019   02:35 1782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Megawati dan Prabowo, sumber: epublika.co.id

Artinya komunikasi mereka selama ini berjalan dengan baik. Pastilah mereka berdua sudah "bisik-bisik," siapa saja kader PDI-P yang akan menjadi menteri kelak. Jadi permintaan Megawati pada kongres itu sama seperti "berbisik pakai TOA..."


Strategi Megawati/PDI-P ini memang wajar. Tanpa dukungan pemerintahan yang solid plus dukungan dari parlemen, kita tidak akan kemana-mana. Tidak usah jauh-jauh. Coba kita lihat pemerintahan Jokowi selama dua tahun pertama yang seperti berjalan di tempat saja. 

Pemerintahan tidak solid karena kualitas menteri titipan buruk, termasuk juga adanya menteri pembuat onar. Reshuffle kabinet pun kemudian menjadi solusinya.

Penyebab kedua berada di parlemen, yang berseberangan dengan pemerintah. Ketika KMP bubar dan parpol pendukungnya "pindah ke lain hati" barulah pemerintahan berjalan efektif. Contohnya pada kasus pembahasan Tax Amnesty yang bertahun-tahun mandek. Tetapi begitu Setnov menjadi Ketum Golkar sekaligus Ketua DPR, ternyata dalam beberapa hari saja pembahasan Tax Amnesty itu langsung selesai untuk dijadikan undang-undang.

Dan hasilnya sudah kita ketahui bersama, penerimaan uang tebusan mencapai Rp 130 triliun. Deklarasi harta mencapai Rp 4.813,4 triliun yang terdiri dari Rp 3.633,1 triliun  harta di dalam negeri dan Rp 146,6 triliun repatriasi (uang masuk dari luar negeri)

Jadi salah satu kunci suksesnya pemerintahan itu terletak pada menteri yang solid plus dukungan sepenuhnya dari parlemen!

***

Lantas apa kepentingan Prabowo sendiri ketika bergabung dengan koalisi pemerintah?

Pertama tentu saja untuk pemulihan citra. Pilpres 2014 dan Pilpres 2019 tak bisa dipungkiri telah membuat citra Prabowo jelek di depan masyarakat. Kekecualian mungkin hanya di mata emak-emak saja. Hal ini pun ditenggarai karena emak-emak tersebut pasti punya maksud-maksud tertentu kepada pak Prabowo...

Ketika Prabowo kemudian terlihat akrab dengan Jokowi dan Megawati, apakah citra Prabowo kemudian melorot di depan pendukung sejatinya? Ternyata tidak! Kekecualian hanya pada pendukung berlatar "pemabok agama" yang memang kemudian mencemoohnya. Namun pendukung sejatinya tetap setia bersamanya. Bahkan kini para cebongers pun mulai bersimpati kepadanya. Jadi rekonsiliasi ini merupakan langkah tepat bagi Prabowo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun