Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Presiden Tolak Densus Tipikor Polri

25 Oktober 2017   17:27 Diperbarui: 25 Oktober 2017   17:50 1750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : SINDOnews

Rencana Polri untuk membentuk Densus Tipikor (Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi) telah menjadi polemik di masyarakat beberapa waktu terakhir ini. Presiden Jokowi akhirnya menolak pembentukan Densus Tipikor berbelanja sekitar Rp 2,6 triliun ini. Keputusan ini diambil setelah Presiden mendengar penjelasan Kapolri soal usulan Densus Tipikor dalam Rapat terbatas kabinet di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa 24 Oktober 2017 kemarin.

Presiden Jokowi sebenarnya justru ingin memperkuat tugas dan wewenang KPK ketimbang membentuk Densus Tipikor Polri berbiaya mahal ini. Presiden Jokowi juga ingin kedepan sinergi antara Polri dan KPK lebih ditingkatkan dalam konteks pemberantasan korupsi. Keputusan presiden ini memang sangat tepat. Anggaran belanja KPK hanya sepertiga dari anggaran belanja Densus Tipikor Polri, dengan hasil yang lebih terukur dan terpercaya.

Jadi kalau pemberantasan korupsi di Indonesia mau ditingkatkan lagi, cukup tambahkan saja seperempat dari anggaran belanja Densus Tipikor Polri itu ke Anggaran Belanja KPK. Maka hasilnya akan langsung terasa! Mungkin saja nantinya akan banyak anggota Polri dari polsek-polsek di seluruh Indonesia ini yang akan mengenakan rompi oranye KPK .

Frasa Densus Tipikor (Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi) ini memang cukup menarik hati. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Detasemen adalah "Satuan tentara atau polisi yang berada di suatu tempat untuk menjalankan tugas yang bersifat sementara. Artinya, dalam perspektif KBBI, tugas Densus Tipikor ini dalam memberantas korupsi hanyalah bersifat sementara saja.

Frasa "Sementara" ini memang mencakup beberapa pengertian yang bisa bias juga.

Pertama, misalnya ada seorang pejabat negara di daerah yang terindikasi terlibat korupsi. Lalu pejabat negara tersebut diperiksa oleh tim Densus Tipikor untuk "sementara waktu" saja. Artinya, sekalipun nantinya pejabat negara tersebut masuk ke dalam tahanan Densus Tipikor, jangan khawatir karena penahanan itu hanya bersifat sementara saja.

Kedua, Jangka waktu penugasan Densus Tipikor Polri ini untuk pemberantasan korupsi hanya sementara waktu saja. Artinya tidak untuk selamanya. Bisa saja untuk jangka waktu tiga, empat atau lima tahun, tergantung daripada kebutuhan. Tapi yang pasti hanya bersifat temporer saja! Nah kalau hanya temporer, lantas uang belanja untuk belanja modal membangun kantor dan peralatan tadi itu bagaimana nasibnya kelak...?

"Tidak ada asap kalau tidak ada api" Peribahasa ini menjadi rujukan penulis untuk menyingkap tabir wacana pembentukan Densus "Tipikhor" ini. Belum apa-apa, Kapolri sudah pede "pegang kalkulator" untuk menghitung uang belanja Densus Tipikor ini. Menurut Kapolri, belanja pegawai berkisar Rp 700 miliar, belanja barang Rp 300 miliar dan belanja modal berkisar Rp 1,5 triliun. Dengan anggaran yang proporsional, pegawai Densus Tipikor diyakini tak akan menyeleweng. "Untuk menyapu lantai yang kotor, sapunya harus bersih" demikian kira-kira filosofi sang Jenderal. Nah, kalau "sapu kotor yang pura-pura bersih itu, lantainya akan seperti apa nantinya Jenderal?"

Pada saat situasi kantong Negara lagi cekak begini, seharusnya Polri lebih sensitif terhadap segala aspek yang bisa menguras kantong SMI yang "galak" itu. Tentulah Polri tidak ujug-ujug untuk membentuk Densus Tipikor ini. Ada pertimbangan politik dan "ekonomis" yang melatar belakanginya. Posisi Polri memang sedang diatas angin, sehingga Polri terkesan mengambil kesempatan dalam kesempitan.

Angin apa gerangan yang membuat Polri begitu pede membentuk Densus Tipikor ini, mari kita cermati.

Pertama, Hak angket KPK

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun