Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Peruntungan Erdogan Pasca “Skenario” Kudeta Gagal Turki

21 Juli 2016   19:59 Diperbarui: 22 Juli 2016   16:23 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : internasional.kompas.com

Ahirnya kudeta “berdarah” militer berhasil digagalkan oleh Pemerintah berkat “dukungan” rakyat Turki yang turun kejalan. Skenario dan latar belakang kudeta ini sudah terlalu banyak dibahas, dan hampir semua sudah mengetahuinya sehingga tidak menarik lagi untuk dibahas pada tulisan ini. Pertanyaan yang sangat menarik pasca kudeta gagal ini adalah, Akankah Erdogan bertahan? Berapa lama lagikah dia mampu bertahan?

Sebenarnya Erdogan telah berhasil memberikan kemajuan bagi perekonomian Turki. Namun disisi lain kebijakan politiknya yang terlalu “kekirian” menuai kecaman dari masyarakat Turki yang sekuler. Turki adalah pertemuan Asia dan Eropa. Turki adalah setengah Asia setengah Eropa. Mayoritas rakyat Turki “jiwanya Islam raganya sekuler” Gadis Turki yang berjemur dipantai dengan memakai bikini, tidak merasa lebih sedikit “Iman ke-Islamannya” dibandingkan gadis lain yang berhijab.

Suka tidak suka, begitulah gaya hidup masyarakat Turki selama ini. Kehidupan rakyat Turki ini memang sangat menarik. 99,8% penduduk Turki adalah Muslim (Wikipedia) rationya lebih besar dari Indonesia Akan tetapi rakyatnya memprotes kebijakan pemakaian hijab dan pemakaian pengeras suara pada masjid ketika mengumandangkan azan. Sekalipun sekuler, mereka tetap rajin beribadah dan mencantumkan agamanya dikartu identitasnya.

Akan tetapi tulisan ini tidak ingin membahas agama dan kebiasaan masyarakat Turki, melainkan motivasi, latar belakang dan kemungkinan yang akan terjadi pada Erdogan sehubungan dengan skenario kudeta ini.

***

Apa yang terjadi dengan kepemimpinan Erdogan ini mirip dengan kepemimpinan Mohammed Mursy di Mesir dulu sebelum tumbang, yaitu dengan membawa nafas Ikhwanul Muslimin dalam roda pemerintahan. Akibatnya timbul stigma, yang setuju dengan pemerintah disebut Pro-Islam, sedangkan yang tidak sependapat dengan pemerintah disebut Kafir, Murtad,  Anti-Islam atau Musuh Islam!

Ketika pemerintahan Mursy di Mesir bukannya membaik tetapi semakin memburuk dan rakyat melihat IK hanya sebagai kedok, rakyat Mesir pun ahirnya turun kejalan. Mohammed Mursy pun ahirnya “lengser keprabon”

Akan tetapi Erdogan bukanlah Mursy. Erdogan berhasil mengangkat derajat Turki dimata dunia sehingga rakyatnya menaruh respek kepadanya.

Akan tetapi kini timbul pertanyaan besar perihal sikap kontroversial Erdogan, mengingat pada dasarnya dia orang yang bisa berkompromi, seperti misalnya ketika berusaha keras memperbaiki hubungan Turki dengan Israel, meminta maaf kepada Putin atas insiden penembakan MIG Rusia yang lalu, dan mengizinkan Turki dipakai sebagai pangkalan militer USA dan Eropa untuk menghancurkan ISIS di Suria.

Saya jadi teringat akan sebuah iklan furnitur Ligna dulu, “Kalau sudah duduk..jadi lupa berdiri..” Ungkapan itu terasa pas bagi Erdogan, apalagi dia sudah mulai terkena sindrom fobia.

Sudah lama Erdogan fobia terhadap orang-orang yang dianggapnya akan menggulingkannya. Sobat kentalnya dulu, Fethullah Gulen yang kini mengungsi ke Amerika Serikat “dituduhkannya” sebagai dalang kudeta ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun