Dulu, yang ditakuti pencari kerja adalah ditolak. Sekarang, yang lebih serem: dijadikan konten. Ya, zaman medsos begini, HRD bukan cuma buka CV buat cari calon karyawan, tapi kadang juga buat nyari bahan tweet viral.
Kita semua pernah lihat postingan yang bunyinya begini: “Ini CV atau biodata lamaran main sinetron?” Atau, “Niat kerja apa daftar audisi dangdut?” Disertai foto CV lengkap dengan foto ala prewedding dan hobi “rebahan dan healing”.
Pertanyaannya: kenapa bisa sampai segitunya? Dan, yang paling penting, bagaimana caranya bikin CV yang layak kerja, bukan layak jadi konten roasting?
Yuk, kita ngobrol santai tapi serius dikit.
1. CV Itu Bukan Album Kenangan
Pertama-tama, mari kita sepakati bahwa CV bukan ajang unjuk kenangan. Kamu nggak perlu mencantumkan TK tempat kamu menang lomba mewarnai atau organisasi “pengurus kantin SD”. Kecuali kamu melamar kerja jadi juru masak di kantin sekolah, informasi itu mending disimpan aja di dalam kenangan manismu.
Banyak yang kepingin CV-nya terlihat penuh, padahal malah bikin pusing yang baca. HRD itu sibuk, gaes. Mereka bukan detektif yang ingin menelusuri jejak hidupmu dari orok sampai dewasa. Mereka cuma pengen tahu: Apakah kamu bisa dan cocok kerja di posisi yang mereka buka? Itu aja.
Sebuah studi dari The Ladders (2022) menunjukkan bahwa HR hanya menghabiskan rata-rata 7,4 detik untuk membaca satu CV. Bayangin. CV kamu cuma punya waktu segitu untuk bikin mereka bilang “hmm, menarik nih.”
2. Jangan Terlalu Aesthetic, Nanti Dikira Lagi Daftar Jadi Selebgram
CV yang bagus itu jelas, rapi, dan relevan. Tapi ada tren absurd di mana orang bikin CV pakai font lucu-lucu, ada bingkai bunga, bahkan pakai foto prewedding (iya, serius). Mungkin niatnya pengen beda, tapi hasilnya malah bikin HRD geleng-geleng kepala.