Mohon tunggu...
Choirul Anam
Choirul Anam Mohon Tunggu... Penulis tinggal di Bojonegoro

Ngaji, Ngopi, Literasi, Menikmati hidup dengan huruf, kata dan kalimat

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Pengangguran di Zaman Digital: Bertahan, Berjuang, Berkarya

9 Mei 2025   08:59 Diperbarui: 9 Mei 2025   08:59 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dilema Pengangguran | www.channel9.id

Bayangkan kamu baru saja lulus kuliah. Ijazah sudah di tangan, semangat masih menyala, dan dunia kerja tampak seperti taman bermain yang menunggu dijelajahi. Tapi, tiga bulan berlalu, belum ada panggilan. Enam bulan, tinggal harapan. Setahun, akhirnya kamu akrab dengan kata yang dulu terasa jauh: pengangguran.

Masalah pengangguran bukan sekadar statistik atau tema seminar kampus. Ini soal perut yang harus diisi, tagihan yang terus datang, dan mental yang pelan-pelan digerus rasa tidak berguna. Di Indonesia, jutaan orang---terutama generasi muda---menghadapi dilema ini setiap hari. Bukan karena mereka malas atau tidak kompeten, tetapi karena pasar kerja yang tak sebanding dengan jumlah pencari kerja, ditambah dunia yang berubah terlalu cepat.

Pengangguran: Bukan Sekadar Tidak Bekerja

Pengangguran itu ibarat kutub es: yang terlihat hanya sedikit di permukaan, tapi di bawahnya tersembunyi gunungan persoalan. Ada pengangguran terbuka---yang memang tidak punya pekerjaan sama sekali. Ada pengangguran terselubung---yang bekerja tapi tak sesuai kemampuan, atau dibayar sangat minim. Lalu ada pengangguran intelektual---lulusan sarjana yang kerja serabutan atau malah menganggur karena bidang ilmunya tidak terserap pasar.

Masalahnya, sistem pendidikan kita masih banyak mencetak lulusan berdasarkan teori, bukan kebutuhan industri. Jurusan penuh, lapangan kerja sepi. Ironi. Di sisi lain, revolusi industri 4.0 dan otomatisasi membuat beberapa jenis pekerjaan punah sebelum sempat dicoba.

Bertahan Hidup: Strategi Anak Muda Masa Kini

Namun, generasi sekarang bukan generasi yang mudah menyerah. Banyak yang beralih menjadi freelancer, content creator, reseller, atau bahkan petani digital. Lapangan kerja mungkin mengecil, tapi ruang kreatif justru melebar. Dunia digital membuka pintu yang dulu tertutup rapat bagi mereka yang tak punya modal besar.

Kita lihat misalnya, anak muda yang belajar desain grafis dari YouTube, lalu menawarkan jasa via platform seperti Fiverr atau Upwork. Ada juga yang mulai berjualan makanan rumahan via Instagram, atau menjadi dropshipper tanpa harus stok barang. Mereka ini bukan hanya bertahan hidup, tapi juga membalikkan nasib dari titik nol.

Namun tentu, tidak semua bisa atau mampu langsung beradaptasi. Butuh literasi digital, modal kuota, dan mental tahan banting. Tidak semua pengangguran punya itu. Maka di sinilah peran pemerintah dan komunitas sangat vital.

Mencari Solusi: Dari Sistemik hingga Pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun