Mohon tunggu...
Choiron
Choiron Mohon Tunggu... Administrasi - Hidup seperti pohon. Menyerap sari makanan dan air dari mana saja, dan pada saatnya harus berbuah.

Hanya sebuah botol kosong...

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

WC Itu Juga Demi Rakyat Kok Mas

24 Januari 2012   16:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:29 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjalanan hari ini cukup spesial buat saya. Betapa tidak, saat saya sedang menaiki bis imajiner menuju ke sebuah kota imajiner, saya bertemu dan berbincang banyak dengan seorang anggota dewan yang duduk persis di sebelah saya. Akhirnya, basa-basi perbincangan tersebut berubah menjadi wawancara imajiner saya dengan anggota dewan yang tidak mau disebutkan namanya. Mungkin mirip-mirip cerita di Harry Potter yang biasa disebut "You-Know-Who" atau "He-Who-Must-Not-Be-Named". Setelah perkenalan singkat, sayapun menayakan tanggapannya tentang berbagai issue di parlemen. Saya katakan banyak sekali tulisan di berbagai media, blog dan termasuk kompasiana yang menyudutkan anggota dewan terkait dengan polemik mafia anggaran, kursi, karpet dan renovasi ruang banggar, hingga renovasi wc yang mencapai 2 milyar rupiah. Ketika saya sebut Kompasiana, dia tampak terkejut dan bertanya, "Loh mas ini Kompasianer juga ya? Saya dulu juga Kompasianer namun setelah menjadi anggota dewan sudah tidak sempat lagi menulis. Kadang-kadang juga buka dan membaca sepintas. Namun sekarang isinya cuman caci maki terhadap kami," Tanya si anggota dewan sambil menjelaskan dengan wajah cemberut. Iya Pak, saya baru kok di Kompasiana. Masih junior. jadi tulisannya masih amburadul," jawab saya memberi alasan. Sejurus kemudian beliau membuka Smartphone dari merek terkenal berukuran 8.9  inchi yang dari tadi dipegangnya. Tampak beliau membuka Kompasiana sambil mengela nafas panjang saat memebaca berbagai artikel yang masuk di kolom HL dan lainnya. "Ya, kami memang saat ini sedang menjadi sorotan. Namun sayangnya ketua dan juru bicara kami kurang cerdas dalam menjawab pertanyaan wartawan. Akibatnya jawaban dan penjelasan mereka  seringkali tidak sama dan mudah dijebak oleh wartawan," ujarnya mencoba menjelaskan masalahnya. "Iya Pak, saya turut prihatin dengan kejadian di lembaga Bapak," ujar saya mencoba manampilkan sikap empati kepadanya. "Namun seberapa penting sih Pak WC di gedung tersebut sehingga renovasinya saja bisa mencapai 2 Milyar? Tiba-tiba badannya dihadapkan ke saya dan kemudian berkata, "Loh yang penting toh mas. WC itu sangat penting artinya bagi kebanyakan anggota dewan. Itu termasuk kebutuhan vital," jawabnya dengan serius. ""Tapikan tidak menyentuh kepentingan rakyat secara langsung?" Tanya saya dengan gemesnya. Tiba-tiba dia tersenyum lebar seperti sebuah simbol kemenangan. "Begini Mas, anggota dewan itukan wakil rakyat," ujarnya sambil menatap tajam ke saya. Sayapun mengangguk terpaksa seolah-olah paham maksudnya. "Nah sebagai wakil rakyat, kami ini harus benar-benar memikirkan kepentingan rakyat. Proses berfikir itu butuh waktu dan tempat. Dan ternyata survey membuktikan kalau WC alias toilet itu adalah tempat yang paling layak untuk mencari inspirasi. Kami butuh tempat tenang untuk proses memikirkan program untuk kesejahteraan rakyat. Program yang kami hasilkan dari proses berfikir di WC itulah yang ternyata bisa bermafaat untuk rakyat." "Oh begitu ya Pak," komentar saya menanggapi penjelasaannya. Saya masih terpaku menatap anggota dewan saat menyimak uraiannya tadi,  betapa ternyata WC itu adalah tempat sakral dan kramat untuk bisa menghasilkan pemikiran yang bermanfaat untuk rakyat. Luar biasa, hal ini tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Benar juga. Bukankah selama ini banyak sekali inspirasi menulis di kompasiana saat 'ndodok' di WC? Bukankah selama ini juga WC bagi saya bukan hanya sebagai tempat untuk buang hajat. Jadi ternyata anggota dewan menggunakan WC sebagai tempat mencari ilham. Tapi ya ah aneh juga... ruangan untuk buang hajat malah menjadi tempat ajaib untuk menerima ilham. Tapi ilham dari siapa? Lalu mengapa orang bisa berlama-lama di WC sambil mengisap rokok, sementara bagian bawahnya mengeluarkan asap pekat kentut beracun. Berapa lama Anda dan saya duduk di WC? [caption id="attachment_158163" align="aligncenter" width="307" caption="Courtesy of bostonapartments.com"][/caption] Tiba-tiba saya teringat dengan pelajaran adab waktu mengaji  dulu. Nabi Muhammad telah mengajarkan bagaimana seharusnya kita menggunakan WC. WC bukan tempat yang baik untuk berlama-lama, apalagi untuk belajar seperti membaca koran, majalah, buku pelajaran dan browsing internet. Bahkan saat masuk WC dianjurkan masuk dengan kaki kiri sambil berdoa, "Ya Allah sesungguh aku berlindung kepada-Mu dari syaitan laki2 dan syaitan perempuan " (اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ). Hal itu berarti WC bukan tempat yang baik untuk mencari ilham dan berfikir untuk mencari ide membangun bangsa. Entah jenis ilham apa yang didapatnya dari sebuah WC walau dibangun dengan sangat mewah. Tiba-tiba sebuah tawa keras membuyarkan lamunan saya. Tampak si anggota dewan tertawa sambil menunjuk-nunjuk ke PC Tabletnya. Rupanya dia baru saja membaca artikel  saya di Kompasiana yang berjudul Kalian pasti sirik ya sama anggota dpr seperti saya. "Hahaha... ini baru kisah lucu... memang begitu adanya... hahaha....." Sayapun tersenyum simpul melihat dia begitu bahagia dan bisa tertawa lepas hanya karena membaca tulisan saya. Itulah kisah imajiner saya dalam ruang sempit kepala saya malam ini. :)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun