Masyarakat dan pemerintah kita memang paling mudah terkena amnesia. Istilah kerennya anget-anget ta** ayam. Ribut di awal dan mudah melupakan di akhir. Ketika bom Utan Kayu meledak dan BNN dapat kiriman paket yang sama. Wah, respon kompasiana berbondong-bondong membahasnya. Belum lagi televisi yang menayangkan berulang-ulang sehingga ongkos produksi TV mereka jadi lebih murah dengan hanya menayangkan rekaman di lapangan. Apa kita masih ingat kalau sebenarnya Pertamina masih menebar BOM MELON (LPG Tabung 3 KG) di berbagai pelosok negeri yang siap meledak kapan saja dan bisa di rumah siapa saja?. Jika bom berjenis booby trap hanya mencederai personal, maka bom melon ini bisa meluluh lantakkan perumahan padat penduduk di Jakarta. Sudahkan penanganan Bom Melon ini benar-benar bisa melegakan hati rakyat. Walau beberapa waktu lalu  kepolisian telah menggerebek produsen tanpa ijin pembuat tabung gas LPG 3 Kg, namun apakah tidak ada antisipasi yang lebih permanen dari ledakan bom melon? Jika kepolisian telah membentuk Detasemen Anti Teror atau Densus 88, mengapa pemerintah tidak membuat Detasemen Khusus Anti Bom Melon. Mungkin supaya tampak seksi dan menarik berisaja nama Densus 69. Wait jangan ngeres dulu dengan membayangkan posisi 69 pada kamasutra. Angka 69 itu melambangkan keseimbangan energi dengan bentuk angka bolak balik. Sehingga diharapkan tidak ada lagi bom melon yang meledak dan rakyat bisa tidur nyenyak. Bukan begitu teman?