Mohon tunggu...
Choiron
Choiron Mohon Tunggu... Administrasi - Hidup seperti pohon. Menyerap sari makanan dan air dari mana saja, dan pada saatnya harus berbuah.

Hanya sebuah botol kosong...

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Besok Saya Diundang Bertemu Pak Jokowi

22 Desember 2015   05:50 Diperbarui: 22 Desember 2015   05:50 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Sebuah panggilan masuk ke handphone hadiah lomba di Kompasiana yang saya sudah miliki 9 bulan 10 hari. Tidak ada nomer yang tercantum di sana. Hidden caller identification! Kenapa hari begini masih saja ada yang main lempar panggilan sembunyi nomer? Saya jadi ragu untuk mengangkatnya. Penyakit paranoid saya mulai kambuh. Jangan-jangan itu telpon dari debt collector. Sudah 3 bulan ini saya menunggak pembayaran kartu kredit yang nilainya sudah mencapai puluhan juta. Ah sudah lah. Angkat saja. Dalam hidup ini, semua konsekwensi dari perbuatan yang kita lakukan harus berani untuk dihadapi. Berani berbuat, berani tanggung jawab. Saya tidak ingin jadi pengecut hanya karena sebuah panggilan telpon.

"Assalamualaikum, dengan Choiron," ujar saya sesaat setelah menekan tombol untuk menerima panggilan.

"Waalaikumsalam. Benar ini Pak Choiron?" Tanya suara dari handphone saya. Suara seorang wanita. Lembut namun cukup tegas.

"Iya benar. Ada yang bisa dibantu?" Tanya saya. Kalimat standar yang biasa saya ucapkan saat menerima telpon sebagai seorang customer service. Walaupun biasanya saya ganti dengan kaliman, "Ada yang bisa saya banting?", bila orang yang diujung telpon cukup saya kenal.

Berikutnya, saya terlibat pembicaraan serius dengan si penelpon. Rupanya dia dari protokoler istana kepresidenan dan bermaksud mengundang saya makan siang bersama Pak Jokowi Presiden. Terus terang, ini antara percaya dan tidak percaya. Rupanya Pak Jokowi mengundang saya secara khusus, karena 2 kali kesempatan blogger diundang ke istana, dan saya bukan salah satunya. Rupanya Pak Jokowi sempat membaca salah satu tulisan saya mengulas tentang kehebatan gaya kepemimpinan Pak Jokowi. Sempat saya akan teriak 'hore' untuk mengekspresikan kegembiraan saya saat mendengar undangan tersebut di telpon. Untung saya masih bisa mengendalikan diri.

Yang jelas, saya begitu gembira, segembira yang bisa saya rasakan karena akan bertemu dengan orang yang saya kagumi. Saya masih punya keyakinan kalau beliau dipilih menjadi walikota, gubernur bahkan presiden, pasti karena ada 'isinya'. Partai politik yang mencalonkan Pak Jokowi pasti tidak bodoh dengan mencalonkan orang yang tidak punya kapasitas dan kompetensi sebagai seorang pemimpin yang punya karakter baik. Popularitasnya hanya mengikuti saja. Kalau tokoh atau pemimpin karbitan, pasti sudah habis saat diguncang sedikit saja. Itu mengapa saya senang bila bisa bertemu dengan beliau nanti.

Terbayang apa yang akan saya lakukan bila bertemu dengan Pak Jokowi, Saya akan minta beliau foto bersama. Mulai dari pose berdiri berdampingan, pose berdiri dengan 2 jari di depan sebagai tanda peace dan victory untuk Pak Jokowi, hingga pose bersalaman seolah-olah saya mendapatkan ucapan selamat dari Pak Jokowi karena saya akan diangkat sebagai duta gerakan membaca dan menulis. Pasti itu semua pose keren yang bisa dicetak di foto ukuran besar dan dipajang di dinding ruang tamu rumah yang menyatu menjadi satu dengan dapur. Satu pigora lagi saya akan taruh di ruang kantor saya nanti.

Namun andaikata pihak protokoler istana tidak terlalu ketat mengatur, saya ingin berfoto bersama Pak Jokowi dengan pose sedang adu panco melawan beliau. Satu pose lagi yang agak nyeleneh, saya ingin Pak Jokowi seolah-olah mencekik saya dari belakang dan saya berekspresi sambil melet. Bila foto ini tersebar di kalangan hater, pasti mereka akan tulis dengan judul bombastis, "Jokowi Cekek Seorang Kompasianer". Bisa juga mereka membuat judul tulisan, "Jokowi Mulai Anarkis kepada Blogger". Isi beritanya akan menyudutkan Pak Jokowi sebagai diktator pembungkam kebebasan berpendapat dan mengritik. Ah biar kan lumayan, foto saya tersebut bisa jadi bahan pekerjaan bagi hater yang mulai kekurangan bahan.

Ternyata, diudang Pak Jokowi itu bukannya mudah. Tiket pesawat pulang pergi sih sudah tidak ada masalah. Namun saya bingung untuk menyiapkan pakaian khusus yang harus saya kenakan nanti. Sepatu semi boot yang saya biasa gunakan ke kantor sudah mulai menipis diujungnya. Baju batik yang ada di lemari juga tampak sudah mulai tampak usang. Sedangkan celana, prokoler bilang tidak boleh pakai celana jeans saat masuk istana. Bisa-bisa diusir sama Paspampres yang salahsatunya sebenarnya teman saya sekolah di SMA dulu. Saya bisa bayangkan betapa repotnya teman-teman lain yang sebelumnya diundang ke istana. Sebagian lagi mungkin akan datang apa adanya. Sebagian lagi yang lain pasti harus belanja-belanja terlebih dahulu baju, celana, sepatu dan 'daleman' yang pasti juga harus ikutan baru. Ternyata, untuk bertemu orang yang kita kagumi, kita ingin tampil keren maksimal dan itu semua butuh persiapan.

_________**_________

Namun, cerita di atas hanyalah hayalan saya saja. Andai saya benar-benar diundang ke istana, ya pasti sangat senang pastinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun