Mohon tunggu...
Choiron
Choiron Mohon Tunggu... Administrasi - Hidup seperti pohon. Menyerap sari makanan dan air dari mana saja, dan pada saatnya harus berbuah.

Hanya sebuah botol kosong...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kopi Jessika untuk Pak Sekdes

8 November 2017   05:27 Diperbarui: 8 November 2017   05:55 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Bikin malu saja. Ngomong apa saja pasti jadi guyonan warga. Itu akan menurunkan wibawa kita di masyarakat." Pak Kepala Desa bersungut-sungut sambil membanting kopiahnya di atas meja. Sementara semua tim sukses dan penasihat spiritualnya diam saja.

"Sekdes cuman menang ganteng saja, tapi otaknya tidak sampai pepek!" Kali ini Pak Kepala Desa berbicara dengan nada tinggi. Orang-orang di sekitarnya masih tetap diam dan tidak bersuara.

"Bagaimana caranya agar sekdes kita tidak salah ucap terus?" Tanya Kepala Desa kepada penasihatnya. Nada suaranya menggambarkan perasaan frustasinya.

"Apa perlu saya pesankan kopi Jessika, Pak?" Tanya si penasihat.

"Welah dalah... Saya cuman mau membuat dia tidak bicara, bukan membuatnya diam selamanya."

"Itu bisa diatur dosisnya. Kalau cuman setengah gelas, hanya akan membuat Pak Sekdes gagu dan tidak bisa bicara selama 5  tahun," jawab si Penasihat mencoba meyakinkan.

Keesokan harinya, Pak Kepala Desa mengundang semua perangkat desa untuk acara Coffe Morning ala pejabat kota. Acara  itu membuat macet jalanan desa karena semua kuda dan gerobak mereka diparkir di pinggir jalan desa.

"Bapak-bapak dan ibu-ibu yang saya hormati. Kita...." terdengar lamat-lamat Kepala Desa sedang berpidato. Sementara si penasihat sedang menyiapkan kopi Jessika untuk disuguhkan kepada Sekdes sesuai pesanan Kepala Desa.

"Ingat... Cuman separuh saja.... Cuman separuh...," kata si penasihat kepada dirinya sendiri.

"Ayo silahkan Bapak Ibu sekalian. Silahkan diminum," kata Kepala Desa sambil melirik ke Sekdesnya yang sedang tebar pesona dan mulai terbatuk-batuk saat meminum kopi yang disiapkan Si Penasihat.

"Bagaimana Pak Sekdes. Sudah lari berapa kilometer hari ini? Jangan bikin macet jalanan desa gara-gara lari-lari ke balai desa ya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun