Mohon tunggu...
Choiron
Choiron Mohon Tunggu... Administrasi - Hidup seperti pohon. Menyerap sari makanan dan air dari mana saja, dan pada saatnya harus berbuah.

Hanya sebuah botol kosong...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gara-gara Unas Jasa Dukun Saya Laris Manis

18 April 2012   15:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:27 740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1334764420612702857

Bukan hanya petani saja yang punya masa panen. Dukun seperti saya ini juga punya masa panen yang membuat rekening bank saya menjadi semakin gendut. Memang profesi dukun hingga akhir jaman tidak ada matinya. Orang bodoh, setengah bodoh, agah cerdas, cerdas  hingga sangat cerdas, tetap saja membutuhkan jasa saya. Walaupun di masyarakat label saya bisa berbagai macam tergantung situasi dan kondisi. Misal, kalau di kalangan akademisi saya menyebutnya indigo dan ilmu metafisika. Di kalangan agamis saya menyebut diri sebagai kyai, ajengan atau tuan guru. Di kalangan orang berpendidikan setengah-setengah, saya menyebut diri sendiri sebagai orang pintar atau paranormal. Sedangkan untuk orang awam saya biasa dipanggil dukun. Namun apalah artinya sebutan. Yang pentingkan nilai kemanfaatan bagi orang lain. Orang-orang datangpun dengan berbagai alasan. Ada yang datang untuk mencari tanggal yang pas untuk hajatan atau pernikahan. Beberapa orang minta diberikan jampi-jampi agar cepat dapat jodoh, panglaris untuk usaha, hingga pagar gaib yang melindungi seseorang dari berbagai kesialan. Namun ada juga yang datang agar rumah atau tanahnya cepat laku saat dijual. Sedangkan beberapa ibu-ibu datang untuk meminta sarat agar arisan di hari berikutnya bisa namanya yang keluar saat dikocok. Entah dari mana mereka semua tahu kalau saya punya kesaktian. Padahal awalnya saya hanya iseng-iseng saja meramal garis tangan seorang tetangga dan ternyata kok ya kebetulan jitu. Berikutnya mulailah datang orang-orang yang seperti saya sebutkan di atas. Modal utama saya memang cuman omongan, ekspresi wajah dan sedikit ilmu teatrikal. Agar para pelanggan jasa saya percaya. Memang semua harus dimulai dari kepercayaan. Tanpa kepercayaan, tidak akan menggerakkan dan mengubah apapun. Sebenarnya para pelanggan saya tersebut tidak mendapatkan apa-apa dari saya, kecuali sugesti. Lelaku dan omongan yang saya sampaikan untuk mensugesti pelanggan syapun saya sesuaikan dengan model dan tampang orang yang datang. Namun sebenarnya saya ini juga dukun yang minded di teknologi. Tempat praktek saya sudah menggunakan wifi alias Local Area Network. Sistem informasi pasien juga sudah tersedia dengan baik dengan database yang lengkap untuk menyimpan data transaksi dan terutama yang penting Medical Record Pasien. Saat pasien datang, mereka diwajibkan registrasi terlebih dahulu. Semua data nama, alamat, tempat tanggal lahir, status, sampai pada keluhan, dicatat oleh asisten saya di depan pintu masuk. Saat pasien masuk ke ruangan praktek saya, si pasien langsung saya tebak siapa dan apa keperluannya. Biasanya si pasien akan menganggap saya sakti karena bisa tahu data pribadi dan keluhannya walaupun belum bercerita ke saya. Padahal saya tinggal baca data lewat layar komputer yang saya letakkan di bawah meja. Tentu saja datanya sesuai dengan data saat pasien mendaftar di depan pintu tadi. Saat pasien masuk, saya persilahkan dia duduk. Kemudian saya memejamkan mata pura-pura konsentrasi untuk mendapatkan ilham. Padahal sebenarnya saya ngintip informasi yang ada di monitor komputer di bawah meja sambil membacakannya dengan suara agak berat. Mereka tidak pernah berfikir bahwa kemajuan teknologi bisa menyanmpaikan informasi dengan cepat dari pintu depan tempat registrasi ke komputer yang ada di ruang praktek. Bila pasien sudah mulai percaya dan tersugesti, akan sangat mudah memberi saran apa saja kepada si pasien. Sejak itu saya akhirnya dikenal sebagai dukun putih. Bukan saja karena pakaian saya yang seperti kaum intelek, tetapi yang lebih berpengaruh karena saya tidak pernah membawa keris maupun menyan. Jadi modal saya untuk menjadi dukun bukan kembang, menyan dan pusaka, tetapi cukup teknologi komputer dan kemampuan berkomunikasi yang baik. Namun sejak 2 tahun ini saya mulai mendapatkan jenis pasien dari kalangan sekolah. Mulai dari guru hingga murid datang untuk minta didoakan atau ajimat yang bisa membuat mereka lulus Unas. Bahkan sebuah sekolah tempo hari mengundang saya untuk melakukan ritual atau doa bersama. Dengan modal air mineral 1 botol, saya sembur mereka agar diberikan kekuatan dan rasa percaya diri. Ritual saya memang tidak seperti di televisi tempo hari, yang mendatangi kuburan atau makam agar bisa lulus  ujian nasional. Itu bukan aliran saya. Jadi kalau pembaca menyalahkan saya karena melibatkan orang mati untuk memperlancar pencapaian hajat, itu salah mereka sendiri. Beberapa orang memang menganggap orang yang telah mati itu dekat dengan Tuhan, sehingga dengan berdoa melalui perantara mereka, Tuhan akan malu untuk tidak mengabulkan. Memang benar sih bila orang yang telah meninggal itu kembali ke hadiratNya. Namun orang yang meninggal itu sendiri pasti sedang sibuk juga menghitung amal perbuatannya selama hidup. Jadi kasihan juga kalau kemudian mereka dimintain tolong untuk urusan dunia seperti Unas yang tidak penting-penting amat sih. Justru seharusnya orang yang datang ke kuburan tersebutlah yang mintga agar didoakan untuk bisa lepas dari azab kubur. yah, itu sih pendapat saya selaku orang yang mengamalkan ilmu hakikat. [caption id="attachment_175470" align="aligncenter" width="300" caption="Peserta Unas di makan Gus Dur (Courtesy of inilah.com)"][/caption] Jadi secara ilmu hakikat, saya harus berterimakasih kepada Pemerintah, khususnya Pak Nuh yang terus mengadakan ujian nasional. Dengan demikian, pasien saya menjadi semakin banyak. Semoga pemerintah tidak perlu terlalu cepat menyadari bahwa ternyata dampak Unas itu membuat guru dan murid menjadi semakin bertambah bodoh dan tolol. Semua pada ketakutan tidak lulus. Akibatnya mereka rela berbuat curang, berlaku syirik, hingga merusak hakikat pendidikan itu sendiri. Oh ya... Sebagai dukun yang beragama, saya juga secara rutin umrah. Agar saya di Makkah bisa langsung minta ampun kepada Tuhan. Ya, itu juga karena saya yakin harta yang saya dapatkan dari praktek dukun saya ini tidak sepenuhnya halal. Sehingga harus dicuci dengan sesering mungkin umrah.  Selain itu, agar pandangan masyarakat tetap baik dan menganggap saya sebagai dukun putih yang mengamalkan ilmu putih. Oh ya, selama di Makkah, saya juga bertemu dengan pejabat yang katanya koruptor, rektor dan yayasan yang katanya jualan ijasah, artis wanita yang katanya jadi wanita panggilan pengusaha dan pejabat. Semuanya  sama-sama dengan saya cuci gudang dosa. Ternyata gampang juga cuci gudang dosa. Eh apa benar bisa ya? Bacaan: http://nasional.inilah.com/read/detail/1850884/jelang-un-makam-gus-dur-dipadati-pelajar

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun