Mohon tunggu...
chitania sari
chitania sari Mohon Tunggu... Freelancer - mahasiswa

suka nulis dan jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Toleransi, Kini dan Selamanya

7 Januari 2022   20:18 Diperbarui: 7 Januari 2022   21:11 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada suatu kisah yang diceritakan oleh seorang teman beberapa saat lalu. Dia berasal dari Bali pedalaman dan mengambil studi hukum di Yogya. Pada suatu ketika, ibunya yang belum pernah ke tanah Jawa,  Menengoknya dan mengungkap di tempat kostnya selama seminggu.

Pada saat hari Jumat, dan banyak orang bersiap ke masjid dia terbelalak heran. Dia heran karena banyak orang ke masjid dengan memakai sarung. Ibunya tak sengaja berujar : pakaiannya kok seperti di Bali? Rupanya dia belum pernah melihat muslim bersarung dan sarung itu nyaris sama dengan pakaian adat Bali yang digunakan untuk upacara adat

Teman-teman pembaca, sebenarnya persoalan yang ingin saya ceritakan ini bukan soal keluguan sang ibu teman saya itu. Yang ingin saya tekankan adalah persamaan budaya yang terserap oleh nenek moyang kita dan kemudian beraltikurasi dengan banyak hal termasuk keyakinan / kepercayaan/ agama. Kita tahu bersama, Bali dan Jawa punya akar yang sama; saat itu karena kondisi tertentu banyak banyak yang mengukir ke Bali. Beberapa akar budaya nya masih melekat pada mereka termasuk baju adat.

Pada saat itu, wali songo punya peran yang sangat penting, yaitu menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Wali yang berjumlah sembilan yang sebagian besar berasal dari Yaman itu berfikir bahwa tidak mudah untuk mencabut budaya lokal pada kepercayaan yang akan mereka kenalkan pada masyarakat setempat. Sehingga kita bisa jumpai sampai sekarang wayang kulit yang bernafaskan Islam, budaya setempat yang berakulturasi dengan agama Islam termasuk bersarung itu.

Itu sebabnya beberapa akar budaya yang nyaris sama dapat ditemukan di agama Islam, Katolik, Protestan dan Hindu. Di satu kecamatan kecil di daerah Jombang yang bernama Mojowarno, misalnya, akulturasi budaya lokal dan agama Kristen amat kental dilestarikan sampai sekarang dan tidak menimbulkan konflik-konflik di masyarakat.

Kecamatan kecil yang sebagian besar penganut Kristen Protestan itu berada di tengah-tengah daerah dimana mayoritas adalah muslim. Kita tahu bahwa Jombang adalah kota dengan ribuan pesantren dan beberapa pesantren besar dan terkenal. Mereka hidup dengan aman, damai dan toleran.

Sehingga kita bisa simpulkan bahwa toleransi bukan barang asing, tetapi sudah menjadi gaya hidup, watak dan karakter luhur bangsa Indonesia. Kita sudah melangkah jauh di depan bangsa lain soal pemahaman perbedaan budaya dan kepercayaan. Jika kita memperdebatkan hingga menimbulkan konflik, sama saja melemparkan kita pada zaman sebelum Wali Songo.

Mau?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun