Mohon tunggu...
chitania sari
chitania sari Mohon Tunggu... Freelancer - mahasiswa

suka nulis dan jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Semua Komponen Bersinergi Jauhkan Pendidikan dari Intoleransi

15 Januari 2020   05:45 Diperbarui: 15 Januari 2020   06:00 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seminggu lalu kita dikejutkan oleh  orangtua siswi yang mengadukan kelompok ekstra kulikuler Kerohanian Islam (Rohis) SMA 1 Gemolong Sragen Jawa Tengah yang mengirimkan pesan wa berisi kecaman kepada seorang murid karena ybs tidak memakai jilbab.

Pesan wa itu mirip terror karena dilakukan berulang-ulang dengan kata-kata yang tajam, termasuk memberi label tertentu pada sang orangtua korban.  Mereka mengatakan bahwa orangtua murid adalah ortu yang tidak paham dalil agama.

Pesan itu dilakukan oleh salah satu murid anggota rohis, artinya sama-sama murid dan mereka mengakui bahwa mereka memang mengirimkan pesan itu ketika terjadi pertemuan antara ortu, anggota rohis dan pihak sekolah. Kepala sekolah tidak bisa bicara apapun kecuali mengatakan bahwa mereka kecolongan.

Jika berkilah kecolongan , itu tidak terjadi untuk pertama kali. Hal lain yang yang terjadi di Jawa Tengah adalah adanya kalimat-kalimat yang bernada intoleransi pada lembar kerja siswa (LKS) pelajaran padatahun 2015 lalu.

Saat itu pada LKS Pendidikan Agama Islam kelas XI SMA memuat kalimat seperti ini "Yang boleh dan harus disembah hanyalah Allah SWT, dan orang yang menyembah selain Allah, telah menjadi musyrik dan boleh dibunuh". Kasus ini sempat menarik perhatian banyak orangtua dan juga dianggap kecolongan.

Tidak hanya sampai di situ. Pada tahun 2019 lalu Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengatakan bahwa setidaknya adalah tujuh kepala sekolah SMA SMK dan SLB di Jawa Tengah yang diduga terpapar radikalisme.

Saat itu dia mengatakan tujuh orang tersebut masih dalam pembinaan untuk kembali ke jalan yang benar. Jika mereka tidak mengindahkan, Gubernur Jateng berjanji akan mendak dengan tegas.

Lebih jauh dia mengatakan bahwa dia juga mendapat laporan dari beberapa tokoh agama dan masyarakat soal penanaman radikalisme di sekolah itu dilakukan dengan sangat massif. Mereka (kaum radikal itu) seakan tidak kehabisan cara untuk menggaet sebanyak mungkin murid untuk memasukkan faham radikalisme kepada murid. Baik melalui mata pelajaran,  dan juga ekstra kulikuler.

Lebih jauh Gubernur Jawa Timur , Khofifah Indar Parawansa juga menyoroti tentang masifnya penyebaran radikalisme di lingkungan sekolah. "Bahkan ada survei dari UIN Syarief Hidayatullah Jakarta yang cukup mengerikan.

Tidak sedikit anak yang disurvei sepakat bahwa orang murtad boleh dibunuh," katanya. Survey itu melibatkan banyak pihak yaitu pendidik, kepala sekolah, serta para dosen dan menunjukkan bahwa intoleransi di dunia pendidikan bisa dikatakan tinggi.

Kita mungkin masih ingat sebuah kelompok kecil anak PAUD di sebuah kota di Jawa Timur yang sedang melakukan karnaval membuat tercengang warganet. Pasalnya kostum karnaval mereka adalah kostum perang sabil yang sering ditampakkan di medan peperangan Suriah (waktu itu masih berperang) seperti membawa replica pistol dan senjata lainnya. Konsep kekerasan dan peranga tas nama agama seperti itu meski tak diterangkan secara verbal akan terekam kuat di benak anak-anak.

Pendidikan masih dipercaya untuk menaikkan derajat sosial ekonomi seseorang, karena hanya dengan pendidikan mereka bisa lebih berdaya untuk berkemampuan dan bersaing dengan yang lain. Namun jika pendidikan yang terjadi sekarang seperti itu membuat banyak pihak merasa miris karena pendidikan merupakan hal penting dari sebuah keluarga sampai negara.

Karena itu akan lebih baik jika masyarakat dan semua komponen di tanah air untuk berpartisipasi aktif memantau radikalisme. Kita harus peka terhadap apayang terjadi di sekeliling kita dan harus menjaga dunia pendidikan jauh dari intoleransi dan radikalisme.

Kepala sekolah harus tahu dan selalu memantau guru-guru dan ekstra kulikuler yang diselenggarakan sekolah (yang kadang melibatkan pihak luar). Guru-guru harus senantiasa memantau anak didiknya.

Kantor-kantor dinas dan jajarannya harus memantau isi naskah ujian dan LKS yang mereka edarkan untuk anak didik. Para orangtua juga harus selalu memantau apa yang dilakukan anak-anaknya di sekolah dan luar sekolah.

Dengan selalu bersinergi maka kita bisa menjaga anak-anak kita dan dunia pendidikan itu untuk jauh dari pengaruh intoleransi dan radikalisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun