Mohon tunggu...
Hilal Ardiansyah Putra
Hilal Ardiansyah Putra Mohon Tunggu... -

Pengiat Literasi Kutub Hijau

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cerita Buruh dan Surau Reyot

24 Agustus 2018   06:22 Diperbarui: 24 Agustus 2018   07:13 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Buruh Kalijompo memiliki sebuah surau pangung kecil yang terbuat dari kayu. Terletak di bawah lereng dengan pepohonan karet yang menjulang-julang angkuh. Aromah kayu yang khas, seringkali membuat orang yang beribadah di dalamnya merasakan relaksasi maksimal dengan Tuhan. Tak kalah dengan masjid-masjid mewah di kota besar. Malahan, shalat di masjid besar tidak lagi mendapatkan kekhusu'an. 

Terlalu banyak pajangan. Ayat-ayat ditulis atau ditempel di dinding. Kaligrafi bertuliskan Allah dipajang di samping kanan dan yang bertuliskan Muhammad di samping kiri. Seolah-olah Allah dan Muhammad adalah sepasang suami istri yang berkedudukan sama. Padahal bukan sama sekali. Allah swt. adalah Tuhan yang menciptakan Muhammad. Ia manusia biasa. Sama seperti kita. Bedanya, Ia adalah utusan Allah. Pembawa risalah. Tidak perna berbuat alpha dalam hal Aqidah, Syariah dan Ibadah.

Surau ini sangat sederhana. Di dalamnya ada al-Qur'an tua yang sudah tidur nyenyak berselimutkan debu. Sepertinya ia tidak perna dibangunkan bertahun-tahun. Sebab, mungkinkali mereka terlalu sibuk. Takut sadapan karetnya tumpah. Atau kopinya terkena hujan. Atau, apalah itu alasan lainnya. 

Andai para misi zending tahu kehidupan mereka yang berkenaan dengan ibadah, mereka akan bergembira. Sebab tidak perlu susah-susah merogok kocek untuk memurtadkan mereka. Sebab tanpa "didakwahi" pun mereka sudah jauh dari ibadahnya.

Tapi, jauh dari ibadah bukan berarti jauh dari Tuhan. Sebab ibadah hanya gerakan-gerakan. Akan kosong tanpa isi. Mereka telah menyatu dengan Tuhan. Tuhan sudah dimasukkannya dalam hati. Dikunci rapat tidak akan pergi. Demikian sebab mereka selalu berhadapan dengan kekuasaan Tuhan. 

Melihat Gunung Argopuro yang menjulang, siapa penciptanya? Tuhan. Melihat air yang tak berhenti, deras mengalir meski kemarau, siapa yang mengalirkan? Tuhan. Melihat jajaran pohon karet yang tua, yang tinggi tegak, yang memberi mereka makan, siapa yang menumbuhkan? Tuhan. Melihat sayur-mayur liar di sela-sela pohon kopi, siapa yang memberikan? Tuhan. Tuhan dan Tuhan. 

Mereka lebih mengenal Tuhan daripada orang yang hanya berdiam di masjid.  Di masjid, hanya Tuhan hanya dogma. Buktinya? Keluar masjid tak ingat lagi Tuhan. Di Majid, manusia hanya melihat semua adalah karya manusia. Kuba yang agung siapa perakitnya? Tukang Las. Dinding yang kuat dan tinggi, siapa peningginya? Tukang batu. Jam kayu jati yang berukir indah, siapa yang membuatnya? Seniman Jepara. 

Sajadah empuk yang mahal, siapa perajutnya? Orang-orang Turki. Microphone yang mampu mengubah suara jelek menjadi indah, siapa penemunya? Ahli elektro. Lantas di mana bisa ditemukan Tuhan kalau bukan hanya dalam angan. Bandingkan dengan orang yang hidup di alam. Yang selalu melihat bukti eksistens Tuhan. Tuhan ada di mana-mana. Lebih tepatnya Tuhan bersama kita. Dalam hati kita.

Kembali kepada surau. Sebenarnya surau adalah tempat yang utama sebagai tempat mendidik. Penulis teringat dengan Surau Jembatan Besi di Padang Panjang Sumatra Barat. Surau ini didirakan oleh Syeikh Abdullah Ahmad dan Syeikh Abdul Karim Amrullah. Dari surau ini lahir orang-orang besar seperti Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah.

Surai Kalijompo ini belum berfungsi dengan maksimal. Jarang shalat lima waktu ditegakan. Penulis hanya melihat seorang paruh baya saja yang setiap Magrib, Isyak dan Shubuh sholat di sini. Hanya sendirian. Tidak tahu kemana yang lain. Mungkin masih di bawah rimbunnya karet. Atau mungkin memilih shalat di rumah supaya lekas bisa membuang lelah.

Anak-anak juga tidak terlihat shalat di sini. Mungkin tidak menarik bagi mereka untuk menjadikan surau ini sebagai basis belajar. Baik ilmu dunia maupun ilmu akhirat. Tidak menarik, mungkin karena tidak ada yang bersedia mengajar anak-anak membaca alif-ba'-ta'. Atau mungkin karena tidak mampu untuk mengajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun