Mohon tunggu...
chika nathania
chika nathania Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Akuntansi Universitas Airlangga '21

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Radikal Serang Mahasiswa, Apa Perlawanan Mereka?

1 Juli 2022   10:16 Diperbarui: 1 Juli 2022   10:27 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Radikalisme merupakan salah satu ancaman yang sangat merusak dan merugikan bangsa. Kita pastinya seringkali mendengar radikalisme dalam keseharian kita. Dari televisi, artikel atau surat kabar, group chatting, media sosial, banyak menyuarakan kewaspadaan akan aksi-aksi Radikalisme. Ancaman aksi radikalisme juga dengan tegas diungkapkan oleh Badan Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan institute terkait. Radikalisme dari perspektif kewarganegaraan merupakan masalah bagi demokrasi Indonesia. Namun, apa yang kita tahu tentang RADIKALISME?

Menurut KBBI radikalisme adalah (1) paham atau aliran dalam politik, (2) paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastic, (3) sikap ekstrem dalam politik. Dalam perspektif ilmiah, kata radikal (radix) berarti ‘akar’ atau mengakar bermakna positif. Namun, jika kata radikal berkembang menjadi -isme atau suatu paham (radikalisme), maka konotasinya menjadi negative. Inilah yang nantinya akan berpotensi berkembang menjadi terorisme. Dengan begitu, paham radikalisme merupakan akar dari aksi terorisme yang menentang kedaulatan dan falsafat bangsa kita. Menurut UU No 5 Tahun 2018, terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan. 

 Namun, saat ini Radikalisme tidak hanya menaungi ranah politik, tetapi telah merusak ruang lingkup agama. Paham radikalisme yang ekstrim dan penuh kekerasan menyerang ruang lingkup Agama yang merupakan hak dan kebebasan dari warga negara. Radikalisme terus menyerang dan merusak pondasi negara. Di Indonesia, banyak organisasi keagamaan berpaham radikal yang telah masuk daftar hitam pemerintah dan dianggap berbahaya seperti seperti HTI, Ikwanul Muslimin, Jamaah Ansarut Tauhid, dan lain-lain. Radikalisme dan terorisme jelas menjadi contoh nyata akan pelanggaran nilai dari sila-sila Pancasila yang merupakan pondasi bangsa Indonesia. 

Perluasan paham radikalpun sering terjadi di lingkungan anak muda, terutama pada mahasiswa. Namun potensi besar yang dimiliki generasi milenial saat ini, dimanfaatkan oknum radikalis dan teroris untuk menyebarkan paham dan ajaran mereka. Ada begitu banyak kasus perihal para pelaku aksi radikalisme dan terorisme, yang mana akhir-akhir ini target utama mereka adalah generasi milenal Indonesia. Mereka sering tidak menyadari bahwa apa yang mereka lihat dan dengar memiliki paham radikal didalamnya. Terkadang unsur radikal yang terselip dalam media sosial yang selalu mereka gunakan, sering tidak disadari keberadaannya.

Pada tahun 2021 ini, JMM mencatat indeks toleransi di Indonesia meningkat dibandingkan pada tahun sebelumnya. Hal tersebut berdasarkan pada data hasil riset Balai Litbang dan Riset Kementrian Agama RI pada 2021, indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) rata-rata nasional pada tahun ini berada pada skor 72,39 atau naik 4,93 poin dari tahun sebelumnya sebesar 67,46. Indeks KUB berdasarkan atas 3 indikator yaitu Indeks toleransi (68,72), indeks kerjasama (73,41) dan indeks kesetaraan (75,03). 

(Trust news, 29/12/2021, Catatan 2021; Indeks Toleransi dan Penyebaran Paham Radikalisme di Indonesia)

Berdasarkan survei Badan Penanggulangan Terorisme (BNPT), bahwa 85 persen generasi milenial rentan terpapar radikalisme (CNN Indonesia, 15/06/2021) dalam rentang usia 20-39 tahun. Contoh yang paling sering kita temui adalah propaganda yang muncul dari grup chatting, yang asal dan kebenarannya tidak bisa dipastikan, ada juga aksi bom bunuh diri yang dilakukan kalangan muda yang terlibat terorisme di Surabaya tahun 2018 lalu. 

Secara spesifik hasil survey menyebutkan sekitar 23,4 persen mahasiswa dan pelajar mengaku anti-Pancasila dan pro terhadap khilafah (Kompas.com, 20/09/2021). Generasi muda lebih rentan disusupi pemikiran radikal karena masuk dalam fase mencari jati diri atau identitas. Apalagi, generasi muda yang masih mencari identitas diri ini melihat adanya ketidakadilan dan perbedaan pandangan di sekitar mereka. Bukti-bukti ini menyatakan bahwa generasi milenial Indonesia sangat rentan terpapar radikalisme. Berbanding lurus dengan pernyataan sebelumnya penyebaran paham radikal pada mahasiswa terjadi di lingkungan kampus dan dilakukan secara terstruktur dengan menargetkan mahasiswa baru yang asalnya dari berbagai daerah. 

Mahasiswa yang terpapar radikalisme umumnya menolak keras adanya perbedaan pandangan, dan yang paling sering terjadi adalah perbedaan pandangan. Mereka juga mengafirkan orang lain termasuk orang-orang yang satu pandangan dengan mereka. Para mahasiswa ini akan menyuarakan pidato atau narasi mereka yang intinya secara langsung ataupun tidak langsung ingin mengganti Pancasila dengan ideologi mereka. Mereka akan mengecam Pancasila dan dasar negara dengan ujaran kebencian dan mengajak anggotanya maupun orang lain untuk melakukan diskusi keagamaan secara tertutup. Lalu, jika sudah terjadi radikalisme di lingkungan kampus kita, Apa Tindakan Kita? 

Tentunya harus dicegah dan diputuskan penyebarannya. Kesadaran diri dari setiap individu untuk filtrasi konten-konten di internet perlu dilakukan sebagai langkah awal mencegah radikalisme, karena seperti yang kita ketahui, internet merupakan media komunikasi yang masif digunakan terutama oleh generasi milenial. 

Banyak artikel, video, maupun poster di dunia maya dan dunia nyata yang terus mengajak kita untuk menumbuhkan rasa toleransi dan tetap waspada akan radikalisme dan terorisme dimana-mana, baik oleh pemerintah sendiri maupun komunitas-komunitas lingkungan. Adanya sosialisasi lewat seminar dan webinar, pengembangan SDM aparat oleh pemerintah untuk penindakan, pembekalan nilai Pancasila dalam kelas mata kuliah kewarganegaraan dan Pancasila. Kerjasama warga negara dengan pemerintah perlu ditingkatkan supaya ruang gerak pelaku paham radikal dan terorisme semakin sempit, Penanaman dan pengamalan nilai sila-sila Pancasila harus terus digencarkan untuk menolak paham radikal yang menggerogoti generasi muda bangsa Indonesia. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun