Mohon tunggu...
Chelsea Karina
Chelsea Karina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

everyone's version of their best is different, so don't ever let anyone tell you or make you feel like you're not enough! -Ljn

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Seberapa Penting Peran Buku Bermutu dalam Kehidupan Masyarakat?

24 September 2021   08:10 Diperbarui: 24 September 2021   08:12 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dikutip dari Pasal 1 nomor 23 undang-undang no. 3 tahun 2017, buku bermutu adalah buku yang memenuhi standar mutu yang mencakup isi, penyajian, desain dan grafika.

Pertanyaannya, bagaimana sebuah buku bisa disebut sebagai buku bermutu? Lantas, bagaimana regulasi dapat berpengaruh terhadap peningkatan mutu buku?

Sebelum membahas lebih jauh mengenai buku bermutu, mari terlebih dahulu kita bahas mengenai pengertian mutu itu sendiri. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, mutu memiliki arti baik buruk suatu benda atau kualitas dari suatu benda. Jadi, buku bermutu juga bisa diartikan sebagai buku yang memiliki kualitas.

Menulis ulang mengenai pengertian buku bermutu menurut undang-undang sistem perbukuan, buku bermutu adalah buku yang ditulis dan diterbitkan sesuai dengan standar, kaidah dan kode etik perbukuan. Ada sepuluh pelaku yang terlibat di dalamnya, yaitu penulis, penerjemah, penyadur, editor, illustrator, desainer, penerbit, pencetak, toko buku, dan pengembang buku elektronik.

Dari pengertian di atas, ada tiga poin yang bisa kita sorot. Di antaranya adalah standar buku, kaidah buku dan kode etik perbukuan. Ketiga hal tersebut merupakan kriteria yang menentukan apakah buku tersebut layak dibilang sebagai buku bermutu atau tidak.

Saya akan menguraikan ketiga kriteria buku bermutu tersebut secara ringkas. Pertama, dimulai dari standar buku. Standar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan, sedangkan standar dalam kriteria buku bermutu merupakan acuan minimal yang harus dipenuhi sebagai syarat buku bermutu.

Standar perbukuan sendiri mencakup, standar penulisan; standar penerjemahan dan penyaduran; standar penerbitan: penyuntingan, pengilustrasian, dan pendesainan; standar produksi: percetakan dan pengembangan buku elektronik.

Kedua, ada kaidah buku. Kaidah merupakan aturan-aturan, baik berupa konvensi atau konsensus yang harus dipenuhi untuk menghasilkan buku bermutu. Sedikit tambahan, konvensi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti permufakatan atau kesepakatan, dan consensus memiliki arti yang tidak jauh beda dengan konvensi, yaitu kesepakatan kata atau permufakatan Bersama, yang dicapai melalui kebulatan suara.

Kaidah yang dibahas sebelumnya adalah kaidah penulisan; kaidah penerjemahan dan penyaduran; dan kaidah penerbitan: penyuntingan, pengilustrasian, dan pendesainan.

Contoh kaidah di dalam perbukuan misalnya, penerapan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, yang mengacu pada pedoman badan pengembangan dan pembinaan Bahasa. Pedoman tersebut adalah Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia atau yang lebih akrab disebut dengan PUEBI, Kamus besar Bahasa Indonesia atau KBBI dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.

Ketiga, atau yang terakhir adalah Kode etik. Kode etik adalah kode perilaku yang disepakati sebuah organisasi profesi sebagai perilaku positif. Tiga yang bisa saya sebutkan, yaitu Ikapi, APPTI dan Penpro.

Dimuat dalam KOMINFO dengan judul artikel Teknologi Masyarakat Indonesia : Malas Baca Tapi Cerewet di Medsos, UNESCO atau United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization, menyebutkan Indonesia urutan kedua dari bawah soal literasi dunia. Menurut data UNESCO, minat baca Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1.000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca.

Jika tolak ukur kemajuan suatu bangsa adalah kedekatan masyarakatnya dengan buku, maka bisa dibenarkan rendahnya tingkat literasi Indonesia sangat memprihatinkan. Dari kacamata saya sendiri, saya memikirkan kemungkinan penyebab rendahnya tingkat literasi. Kemungkinan tersebut adalah kurangnya keinginan membaca, atau bisa juga karena kurangnya buku bermutu yang ada di negara kita sendiri.

Banyak kemungkinan mengapa kedua hal tersebut bisa terjadi. Bisa saja kurangnya buku bermutu di negara kita disebabkan rasa kecewa para penulis yang merasa naskahnya tidak dihargai oleh khalayak umum karena maraknya plagiasi serta buku bajakan yang beredar. Maka regulasi perbukuan yang telah disusun berfungsi di sini. Ada tiga peratuan perundang-undangan yang terkait langsung dengan dunia perbukuan, UU No. 28 tahun 2014 tentang hak cipta, UU No. 3 tahun 2017 tentang sistem perbukuan dan Peraturan Pemerintah No. 75 tentang Peraturan pelaksanaan UU No. 3 tahun 2017.

Ketiga regulasi tersebut seharusnya cukup berperan dalam peningkatan jumlah buku bermutu. Setidaknya para pelaku perbukuan mempunyai pegangan dan jaminan untuk setiap karyanya.

Buku bermutu tentunya sangat penting bagi masyarakat, karena jika buku ditulis tanpa memperhatikan standar buku, kaidah buku dan kode etik perbukuan, maka akan banyak informasi menyimpang yang beredar. Selain itu, bisa jadi masyarakat beralih pada buku yang tidak bermutu dan informasi menyimpang yang mereka dapatkan dari buku tidak bermutu tersebar luas. Hal tersebut tentunya akan menjadi sarana hoax atau berita bohong semakin beredar di kalangan masyarakat.

Maka dari itu, menurut saya, pelaku perbukuan harus mendapatkan pembinaan. Karena mereka akan bertanggung jawab atas apa yang mereka tulis atau ketik di kemudian hari. Setidaknya mereka harus mengetahui dasar penilaian buku mengenai syarat isi buku yang terdapat dalam UU no. 3 tahun 2017 tentang sistem perbukuan terkait norma, Hak Cipta terkait penghindaran plagiarisme, standar dan kaidah, kode etik pelaku perbukuan serta perjenjangan buku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun