Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

15 Poin Krusial RUU Kesehatan (Omnibus Law)

28 November 2022   00:14 Diperbarui: 28 November 2022   00:18 3108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ikatan Dokter Indonesia atau IDI akan menggelar aksi damai menolak Rancangan Undang-Undang Kesehatan (RUU Kesehatan) pada Omnibus Law, Senin (28/11/2022).

Aksi damai tersebut diketahui dari surat Pengurus Besar IDI yang ditujukan kepada Ketua IDI Wilayah, Cabang dan Ketua Perhimpunan dengan nomor surat 1991/PB/A.6-Aksi Damai/11/2022 tanggal 25 November 2022 tentang imbauan aksi damai.

"Sehubungan dengan adanya agenda penyusunan RUU Kesehatan Omnibus Law oleh Badan Legislasi DPR RI, 5 (lima) Organisasi Profesi (IDI, PDGI, IBI, PPNI, IAI) beserta organisasi kesehatan lainnya akan mengadakan Aksi Damai Menolak RUU Kesehatan(Omnibus Law)," bunyi surat IDI yang ditandatangani Sekretaris Jenderal PB IDI Dr. Ulul Albab, Sp.OG dikutip pada Sabtu (26/11/2022).

Dalam surat tersebut dijelaskan, aksi damai IDI akan diselenggarakan pada Senin (28/11/2022) bertempat di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Jakarta mulai pukul 08.00-12.00 WIB.

Tidak hanya di gedung DPR RI Jakarta saja tetapi PB IDI mengimbau IDI Wilayah, Cabang, dan Perhimpunan untuk melakukan aksi damai di depan gedung DPRD masing-masing.

Ajakan  dari PB IDI itu, juga diikuti  dengan edaran yang sama dari 4 organisasi profesi kesehatan lainnya. PP IAI antara lain juga mengirimkan edaran kepada seluruh  PD dan PC IAI untuk berkoordinasi dengan IDI setempat, agar aksi  damai berjalan tertib dan tidak mengganggu pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Keresahan kelima organisasi profesi kesehatan atas RUU Kesehatan (Omnibus Law), cukup beralasan.  Antara lain dalam catatan saya, ada 15 poin krusial  yang menyebabkan RUU Kesehatan itu ibarat Ghost yang bernama Omnibus.

  • Dokumen NA dan Draft RUU Kesehatan dan DIM yang sudah berada di masyarakat, tidak jelas bersumber dari mana dan tidak ada yang mengakui menerbitkannya (tanpa identitas).
  • Organisasi profesi kesehatan sudah diajak membahas NA dan RUU Kesehatan (Omnibus Law) oleh Kemenkes (?)e yang mem-blended 13 UU bidang Kesehatan eksisting,  dalam satu RUU Kesehatan (Omnibus) yang sumbernya tidak jelas.
  • Pejabat Kemenkes, terkesan juga kebingungan dengan munculnya NA dan Draft RUU Kesehatan tersebut, yang menurut beritanya berasal dari Baleg DPR, dan sudah masuk dalam Short list Prolegnas 2023.
  • DPR  ( Badan Legislas) sudah mengundang beberapa  kelompok masyarakat dalam RDP untuk mendapatkan masukan terkait  RUU Kesehatan tersebut.
  • Dalam Raker dengan Menkes dan RDP dengan BKKBN, BPOM, BPJS Kesehatan dan DJSN 22 November 2022, terbuka informasi bahwa Draft RUU Kesehatan (Omnibus Law) dimaksud, belum disusun oleh Baleg, dan Raker serta RDP dimaksud adalah forum untuk menghimpun substansi penyusunan RUU Kesehatan.
  • Baleg DPR mengakui, inisiatif pengusulan RUU Kesehatan itu berasal dari DPR, tanpa melalui Komisi IX yang membidangi Kesehatan, BKKBN, BPJS dan DJSN.
  • Tidak semua anggota DPR yang ikut rapat ( anggota Baleg) memahami tentang adanya rencana penyusunan RUU Kesehatan oleh Baleg. Hal itu ditandai dengan permintaan agar  RUU Kesehatan dibagikan Pemerintah kepada DPR (Baleg).
  • Simpang siur tentang NA dan RUU Kesehatan itu, menimbulkan spekulasi, apakah RUU Kesehatan (Omnibus Law) itu keinginan Pemerintah tetapi dengan menggunakan tangan DPR (Baleg), tanpa melibatkan Komisi IX DPR, atau murni inisiatif DPR (Baleg) yang disetujui Pemerintah, atau sebenarnya Pemerintah tidak setuju tetapi "tidak enak " dengan Baleg DPR.
  • Jika mencermati NA dan RUU Kesehatan (Omnibus Law) yang sampai juga ke tangan penulis, isinya memang "porak poranda". NA berisikan kumpulan narasi dari berbagai UU kesehatan dan UU SJSN/BPJS yan ingin dikerangkeng dalam RUU Kesehatan dalam satu bus yang sama (Omnibus).
  • Perlu diketahui beberapa UU Kesehatan yang juga di blended adalah produk tahun 2014 keatas. Artinya masih baru dan masih dalam masa pemerintahan Presiden Jokowi. Bahkan ada UU lingkup kesehatan itu ( seperti Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan), yang PP nya belum sempat disusun.
  •  Tidak jelas arah yang dituju dari RUU Kesehatan itu dari aspek kepentingan keselamatan dan pemeliharaan kesehatan masyarakat. Kalau menyimak apa yang disampaikan pimpinan Raker Kemenkes dengan Baleg DPR, pimpinan Rapat yang juga pimpinan Baleg, membuat arsitektur agar terbentuknya Komite Kebijakan Kesehatan. Persis seperti Komite Kebijakan Keuangan. Terkesan perlu lembaga baru lagii, birokrasi baru dan menimbulkan persoalan baru.
  • Tidak konsistennya Baleg DPR yang bersemangat menyusun RUU Kesehatan (Omnibus Law),  tetapi dalam short list Proglenas 2023, juga akan membahas RUU Tentang Kefarmasian dan RUU Tentang Pengawasan Obat
  • Sebaiknya Baleg DPR focus pada penyelesaian RUU Tentang Kefarmasian dan RUU Tentang Pengawasan Obat dan Makanan mengingat kasus Gagal Ginja Akut pada anak akibat penggunaan bahan baku obat yang tidak sesuai dengan ketentuan dan lemahnya sistem pengawasan bahan baku zat tambahan  obat.
  • Kemenkes sebenarnya sudah bekerja on the track, dengan arsitektur 6 Pilar Transformasi Sistem Kesehatan yang tertuang dalam RPJM 2022-2024. Sebagaimana sudah dipaparkan oleh Wamenkes pada Raker dengan Baleg DPR.
  • Perlu adanya konfirmasi kepada Presiden Jokowi tentang RUU Kesehatan (Omnibus Law) ini. Apakah sudah ada pembicaraan antara Pimpinan DPR dengan Presiden. Jika Presiden tidak mengetahui, Menkes tidak melaporkan, maka akan heboh di masyarakat. Sebagaimana muncul NA  dan RUU Pendidikan, yang   Presiden tidak "dilaporkan" oleh Mendikbud.

Dengan kelima belas poin diatas, wajarlah jika 5 Organisasi Profesi Kesehatan protes kepada DPR RI, dan DPRD seluruh Indonesia, agar persoalan kebijakan kesehatan tidak "sembarangan" dirumuskan. Karena  menyangkut nyawa manusia, kesehatan rakyat, dan kualitas mutu manusia Indonesia.

Semoga DPR RI khususnya yang berada di Badan Legislasi dapat berpikir jernih, jauhkan dari rasa ketersinggungan, demi masa depan kesehatan anak dan cucu  kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun