Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Kejahatan Obat?"

5 November 2022   01:27 Diperbarui: 5 November 2022   01:43 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kasus gagal ginjal akut pada anak Kepala BPOM Ibu Penny mengatakan dalam Raker bersama Komisi IX DPR-RI  Jakarta, Rabu (2/11)   . "Ini adalah satu bentuk *Kejahatan Obat*, artinya kejahatan kemanusiaan," Videonya beredar di media sosial.

Pada narasi berikutnya, Ka.BPOM juga menegaskan bahwa kajian causalitas ( sebab dan akibat) masih dalam penelitian, jadi belum bisa dibuktikan causalitas antara obat yang tercemar EG dan DEG dengan kejadian gagal ginjal akut pada anak. Tetapi kalau korelasi ada. Bentuk ungkapan yang  sudah mem- framing "Kejahatan Obat".

Terkait "Kejahatan Obat" ada yang menarik  komentar teman saya di group WA,  bahwa obat bukan pelaku yang bisa melakukan aksi kejahatan. Adalah keliru jika pisau atau bedil disebut melakukan kejahatan. Pelakunya tentu orang atau  sekumpulan orang/organisasi  yang melakukan produksi atau yang meregulasi /menguasai tentang obat. Jadi salah alamat jika disebut " Kejahatan Obat".

Merujuk pendapat teman itu, maka apa yang disampaikan oleh Ka.BPOM  tentang adanya "Kejahatan Obat" keliru alias ngawur, apalagi masih belum sampai pada tahapan pembuktian causalitas, sudah mengantongi judulnya "Kejahatan Obat".

Teman-teman sejawat  apoteker mengeluh dan sangat terpukul dengan penyebutan "Kejahatan obat". Obat itu identik dengan apoteker/pharmacist. Jika bicara obat, di benak kepala masyarakat adalah apoteker atau tenaga teknis kefarmasian  yang melayani pemberian obat.  Ya...obat identik  apoteker. Mereka diberi otoritas oleh Undang-Undang untuk memproduksi obat, mendistribusi dan meberikan obat pada pasien langsung (obat bebas)  maupun in manus medicine ( melalui resep dokter).

Dengan  istilah "Kejahatan Obat" yang digunakan Ka. BPOM dalam forum Raker Komisi IX DPR-RI, maka asosiasi (image) yang terbentuk dipikiran pasien adalah; obat sama dengan apoteker. Di apotik tempat saya berpraktek, pasien akan  puas jika saya   yang menjelaskan obat yang mereka beli. Jangan sampai masyarakat memaknai "Kejahatan Obat" itu dimaksudkan kejahatan apoteker dan sebagai pelaku kejahatan kemanusiaan

Pandangan Ka.Badan POM ( Ibu Penny), tentang "Kejahatan Obat" itu, tidak semakin mendinginkan persoalan kematian anak akibat gagal ginjal, bahkan menimbulkan perasaan terpojok, tertuduh, dan sedih yang mendalam dikalangan apoteker termasuk mereka yang bekerja di BPOM dan Balai POM.

Seharusnya, dipilih narasi yang tepat sesuai dengan kasus yang dihadapi. Apakah tidak lebih tepat disebut "*ada industri farmasi yang memproduksi obat sirup untuk anak-anak tercemar EG dan DEG di atas ambang batas 0.1% sehingga menimbulkan keracunan (toksik)."*.

Kemudian jelaskan bagaimana alur seharusnya proses produksi obat dan ketersediaan bahan bakunya, dan bagaimana kenyataannya yang menimbulkan gap/kesenjangan  yang  diduga telah menimbulkan korban jiwa anak-anak 159 orang sampai 2 November 2022. BPOM harus dapat menjelaskan itu sesuai fakta dan transparan.

Gap inilah yang kita tarik sebagai masalah. Masalah itu tunggal atau kompleks. Masalah itu apakah berdiri sendiri atau berkaitan satu dengan lainnya diantara mereka  yang bertanggungjawab atas kebijakan penyediaan bahan baku, baik yang non -- pharmaceutical grade maupun pharmaceutical grade. Siapa yang mengawasi untuk tidak masuknya bahan baku (eksipien) yang  non pharmaceutical grade_ ke dalam pembuatan obat suatu industri farmasi  yang ternyata sudah mengantongi NIE ( Nomor Izin Edar).

Bagaimana sebenarnya mekanisme pemeriksaan  pre-market  dan  post-market  yang dilakukan BPOM? Apakah sudah maksimal?.  Kenapa BPOM tidak membuat diskresi mengharuskan  bahan baku eksipien  yang digunakan untuk pencampuran obat  harus pharmaceutical grade sehingga  memiliki SKI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun