Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kaleidoskop BPJS Kesehatan 2021

31 Desember 2021   11:00 Diperbarui: 31 Desember 2021   11:11 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Siang sampai sore hari  ini 30 Desember 2021, mulai pukul 13.00 sampai dengan 15.00 wib lebih kurang, pihak BPJS Kesehatan melaksanakan virtual meeting Kaleidoskop BPJS Kesehatan 2021, dengan paparan dari Dirut BPJS Kesehatan Prof. Ali Ghufron, diawali kata pengantar dari Ketua Dewas BPJS Kesehatan dr. Achmad Yurianto.

Ada 4 narasumber yang diundang, yaitu Wakil Ketua DPR RI Melkiades Laka Lena, mewakili DJSN Muttaqin, Ketua Harian YLKI Tulus Abadi, dan terakhir saya sebagai mantan Ketua DJSN dan Pemerhati Jaminan Sosial.

Berbagai sisi yang telah dilakukan oleh BPJS Kesehatan, secara komprehensif sudah disampaikan Prof. Ali Ghufron, dengan mengedepankan 6 Program Kerja Prioritas, yakni Peningkatan Mutu Pelayanan; Perluasan Kepesertaan; Kesinambungan Finansial JKN; Peningkatan Engagement Stakeholder; Peningkatan Kapabilitas Badan; dan Optimalisasi Penugasan Khusus Pemerintah*.

Beranjak dari 6 Program Kerja Prioritas itu, keempat nara sumber menyoroti dari masing-masing sudut pandang yang berbeda.  DPR Komisi IX dari sudut pandang pengawasan program dan upaya perbaikan yang dilakukan. DJSN menyikapi dari aspek harmonisasi penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan yang sudah berlangsung dengan berbagai indikator keberhasilan, dan pemaparan hasil monev yang dilakukan. YLKI kalau saya amati, sangat menghargai atas kinerja selama tahun 2021 BPJS Kesehatan. Suatu respons yang tulus sesuai dengan namanya Tulus Abadi. Tetapi YLKI juga menyoroti dan menyatakan kegelisahannya atas persoalan peserta PBI yang banyak ditemukannya exclusion error (kesalahan karena tidak memasukkan rumah tangga miskin yang seharusnya masuk ke dalam data)  maupun inclusion error (kesalahan karena memasukkan rumah tangga yang tidak miskin ke dalam data).

Secara spesifik, sebagai narasumber terakhir, saya mencoba melihat beberapa poin penting pencapaian 2021, dari berbagai aspek.

Secara umum capaian peningkatan jangkauan  kepesertaan tidaklah  tajam yaitu sebesar  229.514.068 jiwa atau sekitar 83,89% dari total populasi penduduk Indonesia. Dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Kita mencermati ada beberapa sebab, antara lain: Pandemi Covid-19, menyebabkan lambatnya peningkatan jumlah peserta, dikuti dengan menurunnya kemampuan ekonomi bagi peserta mandiri (PBPU dan BP).

Disatu sisi  RPJM  2020-2025 memberikan kelonggaran sampai tahun 2024 untuk mencapai 98%.  Seharusnya UHC menurut Roadmap 2012-2019 ditargetkan dapat tercapai pada tahun 2019.. Tetapi angka 98% tidaklah mudah. Untuk negara berpenduduk besar seperti Indonesia apalagi dengan ribuan pulau, merupakan kesulitan tersendiri. Walaupun untuk perkotaan, dan propinsi berpenduduk sedikit, saat ini sudah ada yang mencapai  95%.

Dari sisi penerimaan iuran cukup bagus,  mendekati 125 Triliun. Suatu angka yang besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Intensitas kanal-kanal penarikan iuran semakin meluas, dan kenaikan tariff iuran yang cukup signifikan menjadi salah satu factor penting, terutama kontribusi PBI dengan kenaikan iuran yang signifikan ( 2 kali lipat), dengan jumlah peserta lebih dari 40% dari keseluruhan peserta JKN.

Data yang menarik disampaikan Ketua Dewas dr. Achmad Yurianto, bahwa  pembiayaan jaminan kesehatan yang sudah dibayarkan pada tahun ini sekitar 81 triliun, ada selisih lebih cash flow ( arus kas) sekitar  Rp. 45 Triliun. ( Penerimaan tahun yang sama Rp. 125 Triliun). Suatu angka yang belum pernah dicapai sebelumnya. Bahkan sebelum Covid---19, sejak berdirinya BPJS Kesehatan, pembiayaan DJS  mengalami defisit yang cukup besar, bahkan sempat menggunakan dana Badan, dan fasilitas perbankan.

Tahun ini,  BPJS Kesehatan mendapatkan tugas tambahan dari Pemerintah,untuk melakukan verifikasi dan validasi klaim pasien Covid-19 dari RS, sebanyak 2,3 juta kasus dengan biaya sebesar Rp 128 triliun dari 2.100 rumah sakit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun