Presiden Jokowi sebaiknya melakukan langkah konkret dengan kebijakan yang sudah disampaikan, dituangkan dalam Instruksi Presiden, untuk melaksanakan UU Cipta Kerja beserta aturan pelaksanaannya ( yang telah diterbitkan) tanpa ragu-ragu, agar memberikan keadilan, kepastian hukum, efisiensi dan efektifitas penyelenggara negara.
Saat bersamaan, Presiden Jokowi dapat meminta penjelasan lebih lanjut kepada ketua MK, makna atau tafsir dari poin 7, yang  ambigu dengan poin 4 Amar Putusan MK.
Untuk point 3, 5, dan 6 langkah pemerintah dan DPR, ada 2 cara yaitu pertama ; merombak semua tata cara penyusunan UU Cipta Kerja menyesuaikan dengan UU Nomor 12/2011, beserta model format lampirannya, sebagai acuan. Kedua; pemerintah dan DPR merubah UU Nomor 12/2011, menyesuaikan dengan konsep dan model Omnibus Law dalam Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan.
Kedua langkah itu sama sulitnya, dan memerlukan political will dari pemegang kekuasaan, dengan pengawasan yang ketat dari masyarakat, kelompok kepentingan, agar sesuai dengan rasa keadilan, dan kepastian hukum, bagi masyarakat umumnya, dan mereka yang langsung terdampak. Waktu sangat terbatas, memerlukan effort kerja yang lebih luar biasa baik pemerintah maupun DPR.
Di samping itu, masih banyak RUU-RUU lain yang masuk dalam skala prioritas 2022 di baleg, yang harus dikerjakan. Tahun 2022 awal tahun politik, dimana para Pimpinan Partai dan anggota DPR, Menteri-Menteri sudah mulai "berdandan" mempercantik diri agar menarik dan mendapat simpati masyarakat dalam Pemilu 2024. Apakah Putusan MK ini akan menjadi komoditas isu untuk kepentingan politik, mungkin saja terjadi.
Inilah tiket mahal yang harus ditebus pemerintah dan DPR atas penyusunan RUU Omnibus Law Cipta yang menurut pendapat para pakar hukum dilakukan oleh pengemudi bus Omni secara "ugal-ugalan".