Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

DTKS, NIK, dan JKN

17 Oktober 2021   00:10 Diperbarui: 18 Oktober 2021   22:00 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga mengantre mencairkan bantuan sosial tunai di Kantor Pos, di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (14/5/2020). Antrean yang panjang akibat keterbatasan ruang tunggu akhirnya dapat diatasi setelah diberlakukan nomor antrean (HARIAN KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA)

Ada yang menarik dari berbagai kebijakan pemerintah yang dilakukan, khususnya terkait dengan nasib orang miskin, tidak mampu dan penyandang disabilitas.

Yang terkini adalah kebijakan Mensos Risma mengeluarkan mereka yang tercantum dalam DTKS yang berjumlah 96, 8 juta jiwa, sebanyak 9 juta jiwa.

Risma menjelaskan, sebelumnya penerima PBI-JK berjumlah 96,7 juta jiwa dari kuota yang dibiayai APBN sebanyak 96,8 juta jiwa. Namun, pada September lalu dilakukan penetapan data penerima PBI-JK dari 96,7 juta jiwa menjadi 87.053.683 juta jiwa. Berkurang lebih kurang 9 juta jiwa.

Mereka yang dikeluarkan itu, karena hasil pemutakhiran data dan padanan dengan NIK Dukcapil, ada yang tereliminasi, karena ganda data, meninggal dunia dan yang tidak punya NIK.

Bicara soal NIK, masih banyak penduduk yang belum punya NIK. Khususnya dipelosok tanah air, dibalik gunung, manusia perahu, terlantar, gembel. Tidak dapat dihindari mereka itu berada diantara 9 juta penduduk yang dieliminasi itu. 

Disisi lain, pengganti yang 9 juta penduduk itu, yang clear dan clean DTKS-nya, belum disiapkan. Secara kemanusiaan itu tidak manusiawi, karena pemerintah dalam tahun 2021 menyediakan APBN untuk 96,8 juta penduduk miskin dan tidak mampu. Terkesan di masyarakat, upaya pemerintah mengurangi penggunaan APBN untuk kebutuhan jaminan kesehatan penduduk miskin dan tidak mampu yang memang merupakan kewajiban negara.

Persoalan besar yang belum tuntas diselesaikan Kemensos sesuai amanat UU Nomor 13/2011, adalah pemutakhiran DTKS diseluruh wilayah Kabupaten/Kota. Terjadinya perdebatan bahkan cenderung adu mulut antara Mensos dengan para petugas/ pendamping kesejahteraan sosial di lapangan, merupakan indikator tidak terbantahkan atas belum padannya DTKS dilapangan.

Dalam situasi perdebatan yang tidak seimbang itu ( Mensos lawan Peksos), Mensos Risma sudah menerbitkan Kepemnsos tentang penetapan Penerimaan Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tahun 2021, yang memberangus 9 juta penduduk miskin untuk tidak lagi mendapatkan PBI.

Hal tersebut, merupakan indikasi kredibilitas pemutakhiran DTKS diragukan, karena tidak dilakukan uji publik, keterbukaan metodologi yang digunakan, dan Road map Pemutakhiran yang dapat diakses secara luas oleh masyaakat.

"Kekacauan" DTKS itu, menjadi rujukan Bappenas untuk melakukan proyeksi jumlah penerima PBI untuk JKN, sampai tahun 2024. Dalam bentuk dokumen surat Menteri PPN/Ketua Bappenas, kepada Presiden beberapa waktu yang lalu.

Menteri PPN Suharso menyampaikan bahwa kuota peserta penerima bantuan iuran (PBI) pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebanyak 96,8 juta di 2021 direncanakan perlahan menyusut menjadi hanya 40 juta peserta pada tahun 2024._

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun