Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Dugaan Korupsi 100 Triliun, Angkanya dari Mana?

22 Mei 2021   15:58 Diperbarui: 22 Mei 2021   16:17 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sepekan ini, disamping hangatnya  berita pertempuran  udara Palestina dengan Israel, juga berita penonaktifan 75 pegawai KPK yang tidak lulus Test Wawasan kebangsaan (TWK), sampai Presiden turun tangan memberikan solusi, dan Sidang Pengadilan eks Mensos J. P. Batubara, terkait kasus suap Bansos Covid-19, dengan menghadirkan para saksi pejabat tinggi Kemensos, juga pernyataan Novel Baswedan Penyidik Senior KPK, adanya dugaan korupsi bansos senilai Rp. 100 Triliun.

Persisnya pernyataan Novel Baswedan adalah  "Ini kasus yang mesti diteliti lebih jauh. Kasus ini nilainya puluhan triliun. Bahkan saya rasa seratus triliun nilai proyeknya dan ini korupsi terbesar yang saya pernah perhatikan," kata Novel dikutip dari berbagai media. Yang dimaksud kasus itu  terkait dengan persidangan JP Batubara, yang  sedang berlangsung

Kata kunci dugaan Novel, adalah nilai proyek bansos sekitar 100 triliun. Jika diamati yang dimaksud proyek disini, belum jelas betul apakah bersumber dari APBN saja atau juga APBD Provinsi / Kab/Kota yang pada tahun 2020 banyak melakukan revisi belanja APBD untuk Bansos Covid-19.

Kalau bersumber dari APBN 2020, untuk PEN 2020, sebesar Rp. 695,2 triliun,  dan realisasi perlindungan sosial mencapai Rp220,39 triliun atau 95,37 persen dari pagu anggaran.

Dari program perlindungan sosial itu, total anggaran bansos yang dikelola Kemensos itu meliputi Program Keluarga Harapan (PKH) Rp36,71 triliun, Kartu Sembako Rp41,84 triliun, bantuan beras PKH Rp5,26 triliun, bantuan tunai sembako non PKH Rp4,5 triliun, untuk bansos sembako wilayah Jabodetabek sejumlah Rp7,1 triliun,

Di Kementerian Tenaga Kerja Program Bansos Pra Kerja Rp19,98 triliun.  BSU tenaga pendidik honorer Rp2,94 triliun di Kemendikbud dan Rp1,13 triliun di Kemenag,  Di Kementerian Desa dan  Daerah Tertinggal, berupa BLT Dana Desa Rp22,78 triliun.

Kalau kelompok Program Bansos dalam rangka Covid-19 di beberapa kementerian di atas dijumlahkan maka nilai proyeknya adalah Rp. 142,24 Triliun.

Jika dijumlahkan program Bansos yang ada di Kemensos dan Kemendes, totalnya  Rp. 118, 19 triliun. Angka ini mendekati dengan dugaan Novel berkisar nilai proyek Rp. 100 triliun yang dikorupsi.

Kalau kita cermati jenis bansos yang diberikan sebagian besar dalam bentuk Cash Transfer  melalui kerjasama dengan Himbara (Himpunan Bank Negara), dan  bantuan sosial yang in kind ( bentuk barang/ beras/sembako) sebesar Rp. 12,36  triliun (10,45%).

Wajarlah jika pihak Istana (KSP), kaget dengan pernyataan Novel, dan dinilai tidak produktif, "Kalau memang ada dugaan korupsi silakan diusut sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. Dalam upaya penegakan hukum, pernyataan seperti itu sama sekali tidak produktif," kata Edy Priyono melalui keterangan tertulis, Jumat (21/5/2021). 

Menurut Edy Ketua Tim Monitoring dan Evaluasi Pemulihan Ekonomi Nasional (Monev PEN) Kantor Staf Presiden (KSP) , dugaan yang disangkakan Novel tidak jelas.

Pihak KSP tentu punya alasan yang kuat menyatakan pernyataan Novel tidak produktif, karena 90%  bantuan sosial Cash Transfer, tidak ada jalan untuk terjadinya korupsi jika melalui sistem perbankan. Tentu tidak ada juga jaminan penyaluran dana oleh Himbara tidak ada penyimpangan, dengan modus model perbankan. Misalnya kemungkinan  mengendapkan dana, apakah ada selisih waktu perintah transfer dengan saat transfer sampai berhari-hari?.

Titik rawan lainnya, dari sisi sasaran penerima manfaat, apakah eligible  atau tidak?.

Persoalan eligible atau tidak, diperkuat dengan keluhan Mensos Bu Risma yang melaporkan ke KPK ada 21 juta  data ganda.  Bu Risma mengatakan "Saya berkonsentrasi untuk bagaimana perbaikan data bisa sesegera mungkin karena ini menyangkut kepada keakuratan terutama pendistribusian dari bantuan sosial," kata Risma saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (30/4/2021).

Jika demikian halnya, apa yang disampaikan Novel Baswedan sudah melihat peta yang terjadi. Mulai dari kasus Bansos Covid-19, proses Cash Transfer, dan adanya 21 juta penerima manfaat yang  non eligible.

Mungkin juga sebaiknya  hasil pemeriksaan BPK, dan BPKP terhadap pelaksanaan anggaran Bansos 2020 dapat dijadikan rujukan pihak Tim Monev PEN KSP, untuk menelusuri lebih lanjut dugaan penyidik senior KPK dan keluhan Bu Risma adanya 21 juta data ganda penerima bansos. Dengan demikian  dapat diuraikan simpul terjadinya korupsi, untuk langkah perbaikan kedepan, dan tindakan hukum bagi oknum pejabat yang melakukannya.

Cibubur, 22 Mei 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun